37. Matahari yang Berganti

51 4 4
                                    

"tidak ada yang tertinggal? " ucap Ben ketika Gracias sekali lagi selesai memeriksa sudut sudut kamar mereka di pusat kota Jogjakarta itu ...Gracias mengangkat bahunya kemudian menepuk pipi laki laki tampannya
"Gimana denganmu? ada yang tertinggal? " senyum Pria yang kulitnya lebih gelap itu
Ben terdiam dan memandangi jendela besar di hadapannya kemudian berganti memandang pria yang kini berdiri di sampingnya  "namanya hidup ....gak akan pernah lengkap sebelum semuanya lengkap....." lirih Ben kemudian

"Saat mati? " Timpal Gracias

Ben tersenyum masam dan pelan pelan mengangguk

"Jadi, aku gak melengkapimu?" lanjut Gracias
Ben tertawa "kau membuat segalanya gak jadi terlalu sepi" senyum Ben Masam.....

Gracias mencebik "sebelumnya aku jadi bagian yang lebih penting....? lebih bahagia...." kesalnya

Ben mengelus rambut laki laki yang lebih tua  "tapi kamu berhasil bang ....kamu berhasil menjadi satu satunya milikku ...." ujarnya pahit

"bagaimana dengan bahagiamu? " lanjut Gracias

Ben tersenyum masam "biarkan itu jadi urusanku ....yang penting kau bahagia...itu saja" ujarnya seraya berjalan membawa koper koper mereka ....Gracias menghembuskan napas panjang kemudian dengan terburu mengikuti langkah Ben

***********
"Kapan Matahari pulang? "  Ale terdiam memandang bocah kecil yang terduduk di meja makan rumah Jati di kawasan Sriharjo itu...

"Tiket matahari pulang bareng Mama, om Iyo dan Angel kan? " Senyum Jati seraya mengelus rambut si bocah... Sedikit kaget ketika laki laki kecil itu bergeser risih....

"Kenapa? " Senyum Ale memandangi si bocah lucu.... Matahari terdiam mengingat ciuman dua laki laki yang sudah dipandangnya sebagai ayahnya itu....

Matahari menarik napas panjang... "Bo... Bosan.... Matahari hanya bosan.... " Ujar sang bocah kecil berusaha membuang muka...

"Mas Pascal kan masih libur... Nanti jalan jalan susur sungai dan lihat air terjun ya? " Tawar Ale lagi.... Matahari memandangi kedua laki laki itu bergantian... Kemudian segera berdiri dari meja makan dan berkata datar "aku gak lapar... " Ujarnya seraya meninggalkan meja makan....

Ale dan Jati berpandangan sesaat "anak itu kenapa? " Ucap mereka berbarengan... Lalu tak sadar tertawa....

"Biar aku kejar dia... Kamu ada kerjaan kan? " Senyum Jati seraya meninggalkan Allegro sendirian....

*******
"Nadia masih belanja ke pasar Kranggan" Jelas Abah ketika dilihatnya Satrio berdiri di beranda menggendong putri kecilnya

"Abah gimana? " Lirih Satrio kemudian

Lelaki yang lebih tua mengangkat bahu sambil kembali menyiangi rumput di halaman depan mungilnya itu "sedikit Ekspetasi.... Sedikit kecewa... Paling gak aku jujur... Aku gak mengkhianati diriku sendiri" Ujar laki laki itu lemah

"Abah gak kedengeran bahagia... " Timpal Satrio

Abah menghentikan kegiatannya dan mencuci tangan di keran pojok halaman sementara bayi dipelukan Satrio mengoceh pelan

"Pada saat sendiri... Kamu menemukan kebahagiaan itu yo... Kamu gak perlu membuktikan apa apa sama siapa siapa.... " Lirih Abah seraya meminta bayi di gendongan Satrio....

"Bahagia itu sepasti sedih.... Untung itu sepasti rugi... Pagi itu sepasti malam... Jalani aja... Letupan letupan itu pasti datang... Bagaimanapun caranya" Ujar Abah melanjutkan kata katanya... Bayi angel kembali berceloteh dan memegangi kepala pria yang mulai ditumbuhi uban itu....

"Abah bukan bahagia... Abah putus asa... " Lirih Satrio kemudian... Abah memandangi pria itu dengan pandangan patah hati

"Dan apa yang harus kulakukan nak? Menghitung hitung ketidakberuntunganku? " Lirih nya seraya mengecup dahi bayi perempuan dalam gendongannya... Gadis kecil itu tertawa bahagia

Pria Pohon dan Matahari yang terburu buru : Ayat 3Where stories live. Discover now