24. PERPISAHAN

1.2K 104 1
                                    

“Terkadang pertemuan dua orang tidak selalu berakhir pada ikatan pernikahan, bisa juga berakhir pada salam perpisahan.”

♪♪♪

Di sebuah ruangan terlihat ada puluhan siswa terpilih yang sedang berpikir keras untuk menyelesaikan soal-soal yang ada di meja mereka masing-masing.

Tak terkecuali Sekar, perempuan itu duduk di tengah-tengah ditemani soal yang sedang ia kerjakan. Untuk saat ini tidak ada kesulitan, ia mengerjakannya dengan lancar, mungkin sesekali ada satu atau dua rumus yang ia lupakan, namun setelah diingat-ingat lagi ia kembali mengingatnya.

Dari lima puluh siswa terpilih, hanya akan ada dua orang yang lolos untuk mendapat beasiswa kedokteran ini. Namun, mereka yang tidak lolos bisa saja tetap masuk dengan syarat harus membayar dengan biaya yang sudah di tentukan, itupun juga harus mengikuti seleksi kembali.

"Waktu habis! Soal dan jawaban kumpulkan di meja depan. Jika ada yang masih mengerjakan, saya pastikan tidak akan lolos," ucap seorang lelaki yang berdiri di depan yang tak lain dan tak bukan ada seorang pengawas.

Sekar membawa soal dan jawabannya ke depan lalu mengumpulkannya, setelah itu beranjak pergi dari dalam ruangan.

Di depan pintu ia sempat melihat Celsia yang juga sedang menatapnya, namun Celsia dengan cepat-cepat pergi meninggalkan Sekar.

"Gimanaa?" tanya Reva yang sangat antusias mendengarkan cerita dari Sekar.

"Lancar," kata Sekar yang mengangkat ibu jari miliknya.

Tanpa rasa jijik Reva mencium pipi Sekar sekilas. "Ah, ini baru sahabat gue. Sebagai tanda selesainya beban hidup kita gue traktir makan deh!"

Sekar menghapus jejak ciuman Reva dari pipinya, namun ia mengangkat kedua sudut bibirnya mendengar perkataan Reva. "Oke, ayo!"

Satu minggu untuknya menunggu hasil dari tes beasiswa itu. Dan Sekar berharap bisa mendapatkan beasiswa itu dan meraih cita-cita yang selama ini ia impikan bersama dengan Aji dulu. Ya, cita-citanya dan cita-cita bapaknya.

♪♪♪

"Terus reaksinya Varro gimana?"

"Yang gue lihat si dia agak kaget denger jawaban gue. Tapi ya udahlah, mungkin kata lu waktu itu emang bener, gue juga nggak mau terlalu ngejar Varro," ujar Reva pasrah.

Gadis itu menceritakan semuanya yang terjadi di Gramedia kemarin tanpa terlewatkan. Ia tahu ini memang tidak mudah, tapi ia percaya jika Varro memang jodohnya pasti akan Tuhan pertemukan lagi, begitupun sebaliknya.

Sekar tersenyum tipis. "Pelan-pelan pasti kamu bisa. Kita ‘kan juga nggak tahu rencana Tuhan. Jadi mending sekarang kamu fokus mikirin pendidikan kamu dulu."

Reva mengangguk cepat. "Gue udah daftar, tinggal nunggu hasilnya aja."

"Masih di Jakarta 'kan?" tanya Sekar yang sesekali memakan nasi goreng miliknya.

"Iya. Tadinya gue pengen ke luar negeri, tapi Bunda nggak ngijinin. Lagipula setelah dipikir-pikir, gue nggak bisa jauh dari lu," kata Reva terkekeh.

"Mulai." Sekar memutar bola matanya malas.

"Loh, Sekar? Kebetulan banget kita ketemu di sini," ujar seorang gadis yang baru saja datang.

Sekar dan Reva menatap gadis yang berdiri di samping mereka. Mata keduanya menatap gadis itu dari ujung kaki sampai ujung kepala tanpa berkedip sedikitpun. Bukan hanya Sekar, namun Reva juga tak kalah terkejut melihat penampilan seseorang yang berdiri di samping meja mereka.

Promise Me ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang