Tidak seperti saat Fian mendekati Lindri dengan perlahan, Hesa adalah orang yang cepat tanggap. Sesaat Lindri membalas boleh padanya, dia langsung menyambangi kelas Lindri. Dengan wajah sumringah dan senyum hangat dia memasuki kelas dan langsung ke arah Lindri dan gengnya yang masih mencoba mencerna apa yang terjadi saat ini.
“Lin, kenalin gue Hesa.” Hesa menjabat tangan Lindri. “Salam kenal buat teman-temannya Lindri juga,” Hesa mengangguk sopan ke arah sahabat-sahabat Lindri yang hanya bisa mengangguk dengan tatapan kagum.
“Gila, gercep,” gumam Kelia.
“Sopan lagi,” sambung Tita pelan.
“Pulang sama siapa, Lin?”
Lindri mengerjap, “Ehm ... sendiri.”
“Bagus,” bisik Jihan, sebenarnya Lindri akan pulang dengan Jihan nanti, tapi untuk mempelancar pendekatan awal dengan Hesa, Jihan akan merelakan Lindri. Dia akan support sahabatnya itu.
“Gue anter? Sekalian kalo mau jalan-jalan boleh.”
Lindri tersenyum. “Oke, ntar gue kabarin ya kalo udah di depan gerbang.”
Hesa memberi hormat pada Lindri lalu pamit undur diri dari mereka berempat. Meninggalkan Tita yang langsung seperti orang yang kepanasan, tangannya mengibas-ngibas di depan wajah. “Gila! Gue setuju sih sama yang ini.”
“Untuk awalan lo lumayan,” Kelia menepuk pundak Lindri pelan. “Gue gak bisa nebak bang Hesa ini baik atau gak dalam sekali ketemu, yang penting lo coba aja.”
“Setuju. Lo harus update sama kita-kita. Wajib!” Ancam Jihan dengan tampang wajah garang. Lindri hanya bisa tersenyum malu dan mengangguk.
*
“Kenapa lo senyam-senyum gitu?” Firhan menegur Lindri yang tengah asik senyum-senyum saat pelajaran olahraga berlangsung. Saat ini mereka semua masih dalam kelas karena harus mengikuti materi dulu baru ke lapangan. Entah beruntung atau sial, dalam materi badminton kali ini, mereka memilih pasangan tim secara random dan Lindri-Firhan menjadi salah satu tim di antaranya.
“Gak kenapa-napa,” elak Lindri dan kembali fokus ke materi yang tengah diberi Pak Ujok selaku guru olahraga.
“Awas aja lo buat tim kita kalah,” ancam Firhan pelan.
Lindri langsung menoleh dan menatap Firhan tajam. “Gue bakalan buat kalah ini tim, mampus lo.”
Firhan hanya bisa mengendikkan bahu. “Tanpa lo bilang, waktu pertama tau pasangan sama lo aja gue tau ini tim pasti bakalan masuk jurang. Soalnya satu orangnya beban,” balas Firhan sadis.
Dengan cepat, Lindri menggeplak paha Firhan, tidak menimbulkan bunyi keras, tapi masih terasa pedas. Firhan hanya bisa membalasnya sampai memaki dalam hati saja.
“Mampus lo, makanya jangan macem-macem.” Tepat setelah menutup perdebatan tidak penting itu, Pak Ujok selesai memberi pengarahan. Mereka semua diminta untuk membawa raket masing-masing dan turun ke lapangan. Sebelum memulai pertandingan antar tim, seperti biasa mereka diminta untuk melakukan pemanasan dan lari memutari lapangan sebanyak dua kali.
Sedari keluar kelas, hampir semua sudah mulai berpasang-pasangan dengan kawan setimnya, hanya Lindri dan Firhan yang berjalan sendiri-sendiri. Tidak berusaha membangun kemistri untuk menjadi tim, mereka justru membangun tembok tinggi sebagai awal permusuhan dimulai.
“Sana, gih, sama Firhan, ngapain sih lo ngintilin gue mulu.” Tita mulai risih dengan Lindri dari tadi mengekor di belakangnya dan Rino –pasangan Tita untuk main Badminton. “Gimana gue mau bahas strategi kalo lawannya dari tadi nempelin gue sih, Lin?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYEMBARA (SELESAI)
Novela JuvenilLindri sungguh kaget saat mengetahui poster sayembara yang dia buat disebuah aplikasi edit foto jadi menyebar di grup tim futsal sekolah! Padahal dia hanya membagikan ke grup chat yang ada tiga sahabatnya. Ini benar-benar memalukan! Awalnya Lindri s...