Bertepatan dengan 17 Agustus, di sekolah Lindri menggelar banyak perlombaan. Tepat setelah upacara Agustusan selesai, anggota OSIS sibuk menyiapkan semuanya. Dua lapangan sekolah digunakan semua, satu untuk lomba futsal, dan lapangan tanah digunakan untuk lomba tarik tambang. Sound system dikeluarkan, dinaikkan ke atas podium yang biasa digunakan kepala sekolah atau guru yang menjadi pembina upacara. Murid-murid lain juga sibuk, ada yang mempersiapkan untuk mengikuti lomba, ada yang cuma jadi tim pendukung di pinggir lapangan dan ada yang pergi ke kantin. Lindri dan ketiga sahabatnya adalah tim yang pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang keroncongan.
“Panas kali hari ini,” keluh Jihan mengipas-ngipas lehernya dengan topi.
“Kalo gue haus banget, kepengen pingsan tadi,” curhat Tita.
Mereka duduk di kantin paling kanan dan memesan es teh. Jihan mengambil dua bungkus kerupuk, Lindri dengan dua buah beng-beng ukuran kecil, Tita langsung mengambil nasi goreng yang memang sudah disiapkan di meja kantin dan Kelia hanya ikut duduk tidak makan.
“Gak makan, Kel?”
“Gak ah, udah sarapan tadi.”
“Habis ini lomba apa dulu?” Tita mencomot kerupuk milik Jihan.
Lindri membuka gawainya dan melihat jadwal pertandingan yang ada di share di grup kelas. “Tarik tambang sama futsal bersamaan. Wah, kelas kita main nih tarik tambang.”
“Serius?”
“Iya, serius. Siapa-siapa yang ikut, ya?”
“Gak tau juga gue.”
“Nonton, yuk?” Ajak Jihan.
“Dari kelas aja, ya?” Usul Kelia yang wajahnya tampak lemas. “Gue ngantuk habis nonton film semalam.”
“Hmm ... gak asik nonton dari kelas, mana kelas kita ujung.” Tita mengangguk setuju dengan omongan Lindri. Kelas mereka memang terletak di pojok koridor, memang kelihatan lapangan tapi tidak begitu jelas. “Gue nonton di tepi lapangan, siapa mau ikut?”
“Gue,” Jihan dan Tita menjawab secara bersamaan. Kelia menggeleng tanda masih kekeuh untuk tidak ikut.
*
Selesai dari kantin, mereka langsung melanjutkan ke tepi lapangan yang ternyata sudah ramai. Sedangkan Kelia langsung kembali ke kelasnya.
“Ayo, teman-temanku semangat!” Tita berteriak memberikan semangat ke enam orang teman laki-laki kelasnya yang terdiri dari Arul, Senio, Tio, Firhan, Ahmad, dan Riki.
Mereka berenam akan melawan murid kelas XII yang tubuhnya hampir stabil besarnya. Jihan merasa pesimis melihatnya.
Kedua tim dari masing-masing kelas sudah siap berdiri dengan posisinya. Meski hanya pertandingan biasa, entah kenapa rasanya Lindri juga merasa deg-degan. Dia mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada seraya berdoa kelasnya akan menang.
“Ayo, semangat guys,” gumamnya.
“1! 2! 3!” Kaki dari wasit pertandingan pun terangkat dari tali tambang. Kedua tim langsung menunjukkan kekuatan. Awalnya kelas XII memang memimpin dan membuat kelas Lindri kewalahan, tapi ketika energi mereka terlihat habis, saat itulah Firhan berteriak.
“Gas!” Arul yang memiliki badan paling besar dari kelima teman lainnya, langsung mengerahkan semua kekuatan menarik ujung tali tambang. Tidak sampai satu menit, tali tambang sudah tertarik ke arah kelas Lindri sepenuhnya. Sontak semua penonton dari teman sekelasnya langsung bersorak bahagia.
“Anjir, kok bisa?” Jihan masih bingung dengan apa yang terjadi.
“Yeay!” Tita lompat-lompat.
Mereka bertiga langsung berlari menghampiri tim tarik tambang, ingin menyelamatinya. Tapi mata Lindri menangkap tangan Firhan yang berdarah telapaknya. Saat itu, Firhan juga tidak sengaja memandang Lindri, lelaki itu segera menyembunyikan tangannya di balik tubuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYEMBARA (SELESAI)
Genç KurguLindri sungguh kaget saat mengetahui poster sayembara yang dia buat disebuah aplikasi edit foto jadi menyebar di grup tim futsal sekolah! Padahal dia hanya membagikan ke grup chat yang ada tiga sahabatnya. Ini benar-benar memalukan! Awalnya Lindri s...