Chapter 1: A Lie

116 41 24
                                    

Seorang gadis kecil berambut pendek dengan matanya yang berwarna coklat hazel sedang duduk sendirian dikamarnya memegang kuas dan cat warna-warni ditangannya.

"Hari yang sama merasakan kesepian lagi," pintanya. Dia merasa kesepian, sedih, sendiri, tidak ada teman, tidak ada yang mengajaknya bermain. Gadis itu adalah Maydeline.

Bagaimana dengan orang tuanya? Ibu Maydeline telah meninggal sejak Maydeline berumur 12 bulan tepat 5 hari sebelum ulang tahunnya. Semenjak itu ayahnya menjadi kasar pada Maydeline.

Maydeline memiliki satu hal yang selalu bisa menghiburnya. Yaitu melukis dan menggambar.

Apa saja yang ia temukan ia akan menggambarnya termasuk teman imajinasinya.

Sampai suatu ketika dia bertemu dengan seorang laki-laki yang memperkenalkan dirinya sebagai Riko dari kampung yang jauh.

Mereka memiliki banyak kesamaan termasuk hobi mereka dan mereka yang sering dibully oleh lingkungan sekitar.

Akhirnya Maydeline tidak merasakan kesepian lagi karena dia sekarang sudah memiliki teman dekat yang siap menghiburnya. Mereka semenjak itu sering bertemu dan bermain di sana.

Maydeline memperkenalkan pena merah dan liontin pemberian ibunya. Pena merah itu ia beri nama 'un' sebagai obat untuk rasa kesepiannya.

Dia juga menceritakan betapa harunya perjuangan ibunya dalam memberikan kado ulang tahun itu. Ibunya berkehendak memberikannya pada saat usia Maydeline 1 tahun.

Namun nahas sebuah tragedi yang tak diinginkan terjadi. Ibunya meninggal karena kecelakaan dan dia menyimpan hadiah itu untuk Maydeline. Tak lupa ia menyisipkan surat yang menjadi pedoman hidup Maydeline sampai sekarang.

***

"Maydeline sayang, ini ibumu"
"Maydeline, selamat ulang tahun Sayang"
"Ibu senang dapat memberikanmu liontin dan pena agar kamu dapat lebih semangat"
"Ambil lah ini sayang jika suatu hari kamu merasa takut dan ibu tidak ada disampingmu"
"Jika suatu hari ibu tiada, jangan terus berpacu pada ibu"
"Temukan kebahagiaanmu, Sayang"
"Ibu percaya dengan kamu"
"Salam hangat, Ibu"

***

Maydeline menceritakan itu pada Riko dan dia pun menangis. Bagaimana tidak di usia yang belia dia harus kehilangan orang tuanya dan mengalami banyak penderitaan. Dia merasa memiliki dunia nya sendiri dimana ia bisa melupakan penderitaannya dan membebaskan imajinasinya.

Riko menghiburnya dan memeluknya dengan hangat. Ia memahami perasaan Maydeline .

"Aku merasa kita sekarang seperti kakak adik," ucap Maydeline di pelukan Riko

"Aku juga merasa begitu, May, " Riko membalas perkataan Maydeline.

"Terima kasih, Rik. Aku jadi tahu apa arti hidup sekarang!" dia menatap Riko penuh harapan

"Kamu tak perlu berterimakasih, gadis kecil. Kita adalah teman," Riko menggendong Maydeline dan mulai bersenang-senang

Senja mulai meredup dan kedua mereka masih senang bermain di gubuk kecil yang mereka bangun sendiri.

"Riko, aku harus segera pulang sekarang,"
Maydeline membenahi cat dan kuasnya. "Kamu tidak apa disini?" tanya nya khawatir.

"Gapapa, May. Aku kan lakik," ucap Riko sambil tertawa kecil.

"Yaudah aku tinggal ya," Maydeline langsung berlari menuju rumahnya yang tak jauh dari hutan belantara tersebut.

"HATI-HATI!!" Riko berteriak pada Maydeline.

Namun, Riko mengikuti Maydeline dari belakang karena merasa akan ada sesuatu yang buruk terjadi.

Maydeline tiba dirumahnya. Mengendap-endap untuk masuk dan mendapati jam sudah pukul 7 malam.

Saat membuka pintu, yang ia lihat hanyalah ayahnya yang berdiri dengan hanya menggunakan sarung dan kaus ala bapak-bapak. Ayahnya juga memegang sebuah pentungan yang sering ia pakai untuk memukul Maydeline.

Ayahnya langsung memukuli Maydeline tanpa ampun. Maydeline langsung menangis dan berteriak keras berharap seseorang menolongnya.

Riko mendengar suara teriakan dari Maydeline ketika dia merasa bahwa semuanya baik-baik saja. Dia segera balik ke rumah Maydeline dan mendobrak paksa pintu rumahnya.

"Jangan lukai Maydeline," pinta Riko setelah dia mendobrak pintu rumahnya.

"Anda siapa?" ayah Maydeline seketika berhenti.

"Jangan main-main dengan saya dan stop ikut campur!" ayah Maydeline mulai memaki Riko

"Anak sekecil itu udah dipukuli? Sini lawan gw kalo berani," Riko dengan hebatnya menantang ayahnya walau jauh dalam lubuk hatinya ia merasa ketakutan.

Seketika mereka berdua terlibat perkelahian. Maydeline semakin keras menangis.

Namun, Riko mendapat celah dan berhasil membawa kabur Maydeline kembali ke gubuk tempat mereka bermain. Maydeline jatuh pingsan.

Riko memegang janjinya untuk selalu menjaga Maydeline meskipun dia harus kehilangan nyawanya.

Pada saat jam 12 dini hari, Maydeline pun terbangun dan mendapati dirinya sedang tidur di paha Riko.

Maydeline terkejut hingga menyadarkan Riko yang sedang tertidur lelap

"Ada apa, May?" ucap Riko.

"Liontin dan penaku hilang," isakan tangis Maydeline semakin keras

"Mungkin terjatuh di hutan. Ketika pagi nanti kita akan mencarinya, May," Riko berusaha menghibur Maydeline.

"Ngga mauu, Rik. Mau sekarang. Aku takut," badannya tampak gemetar sambil menggenggam tangan Riko.

"Yaudah, kita cari sekarang ya," tawar Eriko yang tampan dan pemberani.

Maydeline menggangguk setuju dan dia naik ke pundak Riko.

Mereka pun kembali menelusuri hutan untuk mencari benda kecil itu.

A Gate for the Hell Away (Terbit) (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang