Setelah mendapatkan penglihatan tentang masa lalu Samuel, kini mereka bertiga kembali ke ruangan kelas. Riska pingsan dan Samuel terlihat tak berdaya. Eriko langsung membawanya menuju uks.
Dia khawatir tatkala kondisi Riska yang semakin memburuk. Dia selalu menemani Riska.
"Riska, gimanapun cerita lo. Gue ikhlas,"
ujarnya.Setelah beberapa lama, Riska pun bangun dan tersadar di UKS. Riska pun berjalan keluar menghampiri Eriko.
Riska membuka pintu kelas perlahan dan melihat bahwa kondisi kelas sudah normal seperti biasanya. Sudah ramai para murid dan teman-temannya yang siap untuk belajar.
Eriko kemudian menghampiri Riska dan secara tiba-tiba mengalungkan liontin itu di kalungnya.
"Surprise sayang," Eriko menutup mata Riska dan tangan kirinya menyembunyikan sebuah liontin. "Ih, Erik. Jangan main-main aku lagi badmood," ucap Riska kesal dengan nadanya yang manja. Eriko melepas tangannya dari mata Riska dan mengenakan liontin itu pada dirinya. "Kamu jadi cantik banget sayang," Eriko langsung mengecup pipi Eriko. "Makasih ya, Rik. Aku sempat panik liontinnya hilang. Rupanya sama kamu," ujar Riska sembari tersenyum kecil.
*TIIINNNN*
Bel pulang sekolah pun berbunyi."Ris, mau pulang bareng?" Eriko berusaha membuka percakapan. "Boleh, Rik," Riska tersenyum hangat pada Eriko. "Yaudah yuk," Eriko langsung berjalan setelah menggendong tasnya.
Mereka berjalan di sepanjang koridor sekolah dengan sunyi, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar. Eriko menatap Riska dengan khawatir, masih teringat betapa pingsannya pacarnya itu di UKS tadi.
"Ris, kamu mau jujur sesuatu gak sama aku?" tanya Eriko. Riska menunduk sejenak kemudian dia menjawab "Tentang apa, Rik?" tanya Riska dengan sedikit nada yang gemetar. "Kamu itu sebenarnya siapa, Ris?" ucap Eriko sambil menghentikan langkahnya. Riska juga menghentikan langkahnya dibelakang Eriko dan sejenak ia tertunduk diam. "Kenapa belakangan ini kamu punya kekuatan magic dan kamu bisa mengendalikan tubuh orang lain, Ris?" tanya Eriko. Mata Riska terbuka lebar dan terbelalak seperti diserang beribu fakta. "K-kamu ngomong apa, Rik?" Riska berusaha mengelak. Eriko langsung mengeluarkan pena merah dari sakunya. "Maksudnya apa, Ris? Un siapa? Apa maksudnya semua ini? kamu hanya perlu mengatakan yang sebenarnya, Ris," Eriko terus mendesak Riska. Mata Riska berubah menjadi warna biru dan dia tertunduk. Jari jemarinya salin mengikat satu sama lain. "Riska, apapun itu aku ikhlas," Ucap Eriko
Riska langsung menggenggam liontin ungu itu dan benar saja, Riska berubah dan mengendalikan tubuhnya. Riska membawa Eriko ke masa lalu Eriko kecil.
Eriko tiba-tiba terbangun menjadi dirinya di masa lalu ketika dia masih duduk di bangku kelas 5 sd. Dia berjalan menelusuri kamarnya lalu menemukan sebuah tulisan di meja belajarnya 'MFR'.
" HAH?" matanya melotot bak terkejut siapa MFR dan apa hubungannya dengan Eriko?. Tak berselang lama, ayah Eriko memanggilnya.Eriko: Iya, yah!
Eriko segera bergegas keruang tamu dan terlihat kedua orang tuanya sedang menunggunya.
"Sayang, tadi bapak dapat laporan dari sekolah kamu dapat sp1 karena nilai kamu rendah. Kamu mau ngomong sesuatu ga sama bapak, bunda?" tanya Bunda pada Eriko. Eriko hanya menunduk karena tahu dia akan habis pada saat itu juga. Ayahnya langsung menatap tajam Eriko "Kamu tuh kalo ditanya jawab. Jangan kebiasaan dimanja bundamu mulu! Mau jadi apa kamu nanti?" ayahnya menatap tajam Eriko. "Udahlah, pak. Eriko memang bukan bakatnya di bidang literasi," ujar bunda berusaha membela Eriko. Ayah langsung memukul meja lalu berdiri. "Bakat paling penting itu bakat literasi yang anakmu gapunya sama sekali. Liat anakmu yang kamu manjakan ini, mau jadi apa dia kalau cuma tau gambar terus?" Ayah berteriak kencang pada bunda. Eriko menatap ayahnya dengan wajah polosnya "Maaf, Yah," ucapnya. Ayah Eriko langsung mencengkram tangan Eriko lalu menariknya ke kamar. "Sekarang juga kamu buang semua kanvas, kuas, cat dan semua yang berhubungan sama lukisan. Buka buku pelajaranmu gausah keenakan dimanja bundamu yang engga seberapa itu," ayah membentak Eriko dengan keras. Eriko mencoba melepas cengkraman ayah "Yah, lepasin tangan Erik. Maafin Erik, Yah," Eriko pun menangis kencang berharap bunda menolognya. Bunda memegang pundak ayah hendak berusaha meyakinkannya "Pak, udahlah. Erik masih kecil," Ucap bunda, khawatir. Ayah langsung menolak tangan bunda dan mendoronganya. "Gausah kamu ikut bela anakmu ini, Yati," Ibu hanya bisa menangis di pojokan sesekali memanggil nama Erik dan melihatnya menangis kencang.
Ayah Eriko pun menarik tangannya lalu dia membawa Erik ke kamar Eriko. "Ayah gamau liat ada barang yang berhubungan dengan gambar. Sekarang juga kamu buang semua itu," Ucap Ayah.
Eriko merasa kecewa dan sedih. Bagaimana mungkin dia harus membuang semua kuas, cat dan kanvas yang telah ia beli menggunakan hasil keringatnya sendiri. Di satu sisi dia tidak berani dengan ayahnya yang kejam. Ia hanya bisa mengangguk kecil sebagai jawaban.
Ayahnya kemudian keluar dari kamar, meninggalkan Eriko sendirian. Eriko merenung sejenak, mencoba mencari cara untuk menyimpan gambar-gambar itu tanpa diketahui ayahnya. Dia mengambil selembar kertas dan pensil dari meja belajarnya dan mulai menggambar kembali gambar-gambar yang ada di dinding kamar. Setelah selesai, dia melipat gambar-gambar tersebut dan menyimpannya di dalam kotak mainannya.
Namun, hal buruk terjadi. Ayahnya mengetahui bahwa Eriko menyimpan kuasnya di sebuah kotak rahasianya. Ayah Eriko marah besar dan memukul putra sematawayangnya tersebut tanpa ampun. Eriko tidak bisa melakukan apa-apa melainkan pasrah dan menangis. Ibunya hanya menangis melihat putra kesayangannya dipukuli dengan sangat kejamnya. Dia tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan Eriko.
Ayah terlihat marah "Apa ini, Eriko? Kamu menyimpan kuasmu di sini? Kamu pikir kamu bisa menipu ayahmu?". Eriko pun takut dan menangis. "Maaf, Yah. Aku hanya ingin menggambar di kamarku tanpa mengganggu siapapun," ayah kemudian memukul Eriko dengan keras. "Kamu berbohong! Aku tahu kamu selalu menggambar di sini tanpa izinku. Kau pikir kamu bisa lari dari tanggung jawabmu sebagai anak? Ini untuk kebaikanmu, Eriko!" bunda terlihat menangis sambil mencoba menghentikan Ayah. "Jangan, pak! Kamu akan melukainya!" ayah tidak peduli dan terus memukul Eriko. "Ini semua salahmu! Kamu terlalu manjain anak ini. Lihat sekarang dia jadi seenaknya kan?". Eriko mencoba mengelak lalu ia menangis dan berteriak kesakitan. "Tolong, berhenti! Aku minta maaf, Yah! Tolong berhenti!"
bunda tiba-tiba berdiri dan menatap ayah tegas. "kalau gitu, saya meminta perceraian," ayah kemudian berhenti memukul Eriko dan menatap istrinya itu dengan wajah tidak senang. "Cerai? yaudah. Bawa nih anak yang selalu kamu banggakan. Saya udah gabutuh kalian. Ibu sama anak sama aja,". Bunda tersulut emosi hendak menampar ayah. "RIO! KETERLALUAN KAM---" ayah mencoba menangkis tamparan ibu. "Apa? kalian berdua itu cuma orang lemah gausah sok melawan. Sekarang juga pergi dari rumah saya dan jangan pernah datang kesini lagi!"Ayah langsung pergi dari ruang tamu. Ibu menghampiri Eriko yang sedang menangis dan menatap putra sematawayangnya tersebut lalu memeluknya.
Ibu: [suara dalam hati] maafin bunda, Erik. Bunda gabisa melakukan apapun buat nyelamatin kamu.
Ibu: [melepas dekapannya dan menatap Eriko] Erik, kamu ikhlas kan?
Eriko: Iya, Bun. Erik ikhlas.Eriko pun langsung berpindah dimensi ke Eriko dewasa dimana dia dan Riska sedang berada di taman tempat mereka berdua sering ngapel.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gate for the Hell Away (Terbit) (end)
Mystery / Thriller[VOTE PLEASE] [SUMBER COVER:DESAIN CANVA] ALL FOTO BERSUMBER DARI PINTEREST SUDAH TERBIT + PART LENGKAP Cerita ini mengangkat tema tentang mental health setiap orang. Bagi kamu yang memiliki masalah mental, kamu dapat membaca cerita ini untuk bisa s...