EPS 19

1.1K 205 21
                                    

anonim

bulan lalu, rumah sakit.

"Gyuvin sayang, kamu bisa ya? Kamu pasti bisa, mama yakin.." wanita itu menggenggam erat tangan putranya di atas bangsal yang berjalan cepat didorong oleh beberapa suster, satu dokter dan suaminya.

Wajah Gyuvin pucat pasi, matanya terlalu sayu menatap mamanya. Kedua pipinya tirus, terlihat garis tulang pipinya. Gyuvin ingin balas menggenggam tangan mama, tapi dia tidak ada tenaga sama sekali. Bernafas saja rasanya sulit. "Ma.." sebutnya pelan.

"Ya? Kenapa sayang?" Mama langsung mendekat sambil berusaha menyeimbangi langkah larinya. "Gyuvin.."

"Ma, Gyuvin masih mau hidup.." bisik Gyuvin. Meski dia tidak menangis, tapi suaranya terdengar sangat putus asa dan berharap. "Gyuvin janji ma.. Gyuvin bakalan maafin diri Gyuvin sendiri karena adik hilang,"

"Tapi tolongin Gyuvin ma.." laki-laki itu terbatuk, mengeluarkan percikan darah yang membuat wanita di sebelahnya menangis kencang. Kedua matanya terpejam, menahan sakit di sisi perutnya. Dan satu air mata lolos di ujung matanya, "Gyuvin masih mau cari adik.."

"Gyuvin mau minta maaf sama adik, ma.."

"Iya sayang, iya." Mama mengangguk, tersenyum sebagai bentuk meyakinkan meski jauh dalam hatinya, dia merasa sakit. "Mama bakalan selamatkan Gyuvin. Jangan takut. Gyuvin percaya mama, kan?" tangannya mengelus pipi tirus anaknya yang tidak mengangguk sama sekali, dalam keadaan mata terpejam.

Akhirnya bangsal masuk ke dalam UGD. Pertahanan wanita itu kembali hancur dalam pelukan suaminya. Dia meraung penuh rasa sakit. Siapapun akan tau, bahwa dia menangis untuk anaknya. Berdoa untuk keselamatan anaknya. Sampai suaminya harus terus menenangkannya meski tidak benar-benar ampuh.

Di hari ketiga Gyuvin dirawat, ayah mencari pendonor, sedangkan wanita itu menunggu Gyuvin sadar di ruang rawatnya. Wanita itu terus menggumamkan banyak kalimat penenang untuk putranya. "Mama akan selamatkan Gyuvin sampai sembuh. Mama janji." ucapnya pelan, dengan senyum segaris yang tulus. "Jadi Gyuvin juga tepati janjinya ya nanti."

Hingga di hari ketujuh, keadaan Gyuvin memburuk. Laki-laki itu hampir kehilangan nyawanya di saat fajar akan datang. Koordinator yang mengeluarkan suara detak jantung Gyuvin bersuara mengerikan, membuat wanita itu terbangun dari tidurnya langsung histeris memanggil dokter.

"Pasien masih bisa kami selamatkan. Tapi," dokter menjeda ucapannya, tidak tega melihat wanita di depannya sudah berantakan karena rasa takut, rasa sedih dan rasa keibuan yang tidak kuat melihat putranya dalam kondisi hidup dan mati. "Tapi putra anda tidak punya cukup waktu untuk bertahan. Hanya dengan mengandalkan cuci darah di stadium akhir, tidak akan merubah apapun. Kami harus melakukan transplantasi ginjal segera."

Detik itu, rasa putus asa ketika semesta mulai menghancurkannya, wanita itu menangis. Menangis penuh raungan putus asa dan permintaan tolong untuk menyelamatkan putranya. Di hadapan dokter, wanita itu rela bersujud-sujud demi keselamatan putranya, demi satu nyawa yang terasa begitu berharga baginya.

"Tolong selamatkan putra saya, saya mohon.."

Dokter bersitatap dengan suster, "Maafkan kami Bu.. kami sudah mencoba mencarikan ginjal yang cocok dengan putra ibu, tapi tidak ada." suster menenangkan, berjongkok di sebelah wanita itu yang menangis deras. Dia memegangi pundak wanita itu yang bergetar hebat. "Apa putra ibu memiliki saudara? Mungkin saudaranya bisa membantu karena ginjal mereka pasti cocok."

Wanita itu terdiam. Tangannya mengepal kuat. Kim Yujin. Dia menelan saliva. Kemudian sadar, dia langsung menggeleng dan merundukkan kepala. "Meskipun saudaranya ada disini.. Gyuvin tidak akan suka saudaranya memberikan satu ginjalnya padanya.." tawa wanita itu lolos putus asa, "Gyuvin terlalu sayang pada adiknya daripada nyawanya sendiri."

BROTHER | KIM GYUVIN & HAN YUJINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang