EPS 25

734 114 3
                                    

the truth

"Kau yakin?"

Zhang Hao menganggukan kepalanya, satu anggukan yang meyakinkan. "Tenang saja." ucapnya setelah itu keluar dari mobil, meninggalkan Ricky yang menghela nafas gusar.

Laki-laki Zhang itu berdiri di depan gerbang besar dengan dua penjaga di dalam. Melihat tuan muda mereka, tentu saja pagar dibuka setelah salah satunya memberi tau tuan besar. "Silahkan temui tuan besar di ruangan kerjanya." kata salah satu dari mereka.

Sebelum masuk, Zhang Hao menarik napasnya dalam kemudian melangkahkan kakinya semakin masuk ke rumah besar yang sejak dulu membuatnya tidak nyaman. Mungkin ada saat kecil dia merasakan bangunan ini adalah rumah, tapi sejak kehadiran Yujin segalanya terasa berubah. Atau mungkin segalanya memang sudah berantakan sebelum kehadiran Yujin.

Di dalam bangunan itu, mata Hao menangkap figur ibunya yang berdiri di depan pilar yang menggantungkan poto besar keluarga— tanpa Yujin. Begitu saja, tangannya terkepal.

Si wanita tersenyum tipis, melepaskan dekapan tangannya di dada sembari berjalan mendekat ke arah putra satu-satunya. "Welcome, sweetheart. Mama papa sudah menunggu kamu—"

Hao menapik tangan si wanita yang ingin menyentuh pipinya. "Jangan basa-basi," peringat Hao muak, matanya masih melirik ke arah bingkai besar di pilar center itu. Bukan poto yang itu yang seharusnya terpajang. Seharusnya poto yang ada Yujin disana.

Dan si wanita menyadarinya, hanya tersenyum kecil. "Semuanya sudah selesai, sayang."

Hao mengerutkan dahi, menatap si wanita tidak mengerti namun kesal. "Selesai? Apa yang selesai?" tanyanya sangsi.

Si wanita mendengkus pelan, "Anak itu..." dia menggantung ucapannya, seiring tangan Hao yang mengerat. "Urusan kita sudah selesai dengan anak itu— Yujin." tawanya keluar tenang, menatap anaknya bahagia. "Akhirnya kan? Kita kembali menjadi keluarga sayang, sama seperti dul—"

"Bullshit."

Satu kasar itu membungkam si wanita, tertegun sejenak. Bukan seperti ini putranya. Putra yang dia didik dengan sangat baik bahkan menjadi yang terbaik dari yang terbaik. "Apa maksudmu sayang? B-bull—"

"Bullshit." ulang Hao menekan, melangkah satu kaki ke dekat mamanya, membuat si wanita tanpa sadar mundur menyadari dia seperti bukan berhadapan dengan putranya. "Semua omongan mama itu bullshit tau? Sejak kapan keluarga kita baik-baik aja walaupun nggak ada anak itu ha?"

Si wanita menggeram dalam dirinya, tidak mampu membalas ucapan putranya sendiri. Sedangkan Hao menggertakkan gigi amarah, menyadari memang keluarganya tidak pernah baik-baik saja.

"Ada atau nggak adanya Yujin disini, keluarga kita tetap berantakan. Emang udah hancur, ma. Jadi nggak akan berubah apapun walaupun nggak ada lagi orang asing disini. Tapi—" Hao mengatur napasnya, mencoba tetap netral dan tenang. "Hao setuju kalau kita memang harus keluarin Yujin dari keluarga hancur ini."

"Zhang Hao!"

plak!

Hancur. Ada yang remuk dalam hati si wanita. Kepingan bahagia itu hancur. Bingkai foto yang selalu ada dalam ingatannya, yang selalu menahannya untuk bercerai dari suaminya— adalah senyum Zhang Hao kecil.

"Lebih sayang Hao atau papa, ma?"

Sore itu, satu pasangan pasutri enam tahun itu tengah duduk di atas karpet yang digelar di atas rerumputan hijau. Bersamaan dengan angin yang menerbangkan anak rambut mereka, putra satu-satu mereka dengan bibir belepotan bertanya hal lucu yang berhasil membuat si wanita tertawa dan si pria mengangguk sedikit— tau jawabannya.

BROTHER | KIM GYUVIN & HAN YUJINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang