EPS 29

304 38 6
                                    

"karena kita keluarga."

8 tahun lalu.

"Hyung!"

Yujin berlari dengan kaki kecilnya memasuki ruangan dan matanya langsung memerah kemudian air matanya mengalir. Dia menghampiri bangsal dan menaiki anak tangga di dekat bangsal. Tangan kecil Yujin memegang hati hati tangan Gyuvin yang diinfus.

Mama menghampiri si bungsu dan mengusap rambutnya, "Kakak pasti bangun sebentar lagi."

Yujin mengangguk cepat sekaligus mengusap air matanya. "Iya, ma. Soalnya hyung janji mau main sama Yujin besok di taman!" senyumnya terbit lebar, dan mama tau si sulung pun tidak akan tega membiarkan senyum adiknya ini luntur karena dikecewakan janji.

Jadi, mama selalu percaya dan selamanya percaya. Bahwa putra sulungnya akan selalu ada di sisi mereka, di sisi adiknya.

Meski dokter mengatakan tidak ada keajaiban jika tidak ada pendonor secepatnya, mama tidak pernah mengatakan hal apapun yang bersifat patah semangat. Si sulung berani mengikuti cuci darah dengan rajin di usia dini, maka sebagai seorang ibu, ia juga berani mendonorkan ginjalnya jika saja....

Bukan sang Ibu yang menurunkan genetik gagal ginjalnya, juga sang ayah tidak menderita diabetes saat Gyuvin lahir.

"Mama...."

Mama berkedip, air matanya menetes langsung. Wanita itu membalas jari Gyuvin yang mencoba menggapai tangannya. Mama tersenyum kecil, berusaha menahan air matanya. "Kenapa kak? Butuh sesuatu?"

Gyuvin kecil menggeleng, "Gyuvin ngga butuh apa-apa... lagi," dia menarik napasnya yang terasa sulit, matanya sedikit terpejam karena kesusahan membuka matanya tetap terjaga. "Gyuvin udah banyak nyusahin mama... Gyuvin—"

Jari telunjuk mama dengan hati-hati menekan bibir si sulung, ia menggeleng dan meski tersenyum, air matanya menetes. Matanya makin memerah, begitu juga seluruh wajahnya. "Gyuvin anak mama yang paling hebat ngga pernah nyusahin mama, sayang...." kalimatnya benar benar bergetar saat ia ucapkan, sambil mama mati-matian menahan desakan tangisnya.

"Mama ngga pernah kesulitan, mama ngga pernah merasa kesusahan karena Gyuvin anak mama yang selalu mama sayangi. Jadi," mama menarik napasnya sembari mengelap matanya yang sudah basah dan bengkak. "Gyuvin jangan pernah merasa begitu, ya? Kita keluarga, mama papa dan adik pasti akan selalu bantu kakak apapun kondisinya."

Gyuvin tersenyum tipis dengan bibirnya yang kering dan memutih. Warna yang pucat sekali. "Kita... keluarga...."

Mama mengangguk, kemudian pelan pelan mengangkat tangan anaknya dan mencium punggung tangan si sulung. "Kita keluarga sayang, selamanya pun begitu." tangan mama yang lain mengelus rambut Gyuvin penuh kasih.

Yujin yang sudah mundur sejak mama bengong tadi menatap kakaknya yang tersenyum ikut tersenyum. Lalu papa datang masuk ke dalam ruangan setelah membayar perawatan. Papa berdiri di sebelah si bungsu sembari mengelus rambutnya.

"Papa."

Pria itu menunduk, menatap si bungsu.

"Aku nanti pengen bilang juga ke hyung, kalau aku juga ngga pernah merasa hyung menyusahkan. Justru hyung itu hebat karena kuat disuntik, itukan tajam dan sakit."

Papa tertawa pelan, dan Yujin mendongakkan kepalanya. "Hyung suatu hari nanti pasti akan lepas dari sakit kan, pa?"

Meski papa tau kebenarannya, pria itu mengangguk dengan senyumnya yang terlihat jujur. "Iya, dan saat itu terjadi kita ajak kakak main ke pantai terus ceburin ke laut kaya kamu saat itu." ucap papa bermimpi pada dirinya sendiri.

BROTHER | KIM GYUVIN & HAN YUJINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang