Bagian 4

33 3 0
                                    

Seorang gadis, dengan memakai pakaian panjang, tak lupa cadar yang setia menutup sebagian wajahnya, tampak terlihat sangat anggun.

"Tunggu aku, Aku akan datang menikahimu setelah lulus kuliah nanti."

Mariyam tersenyum, Ia ingat betul. Pada hari itu Abizar mendatanginya ke rumah orang tua Mariyam.

"Aku akan terus menunggu kamu..." Batin Mariyam.

Mariyam Khairunnisa, Putri kedua dari Kiyai Abdul Aziz, Ibunya sudah lama meninggal, Dan ia memiliki seorang kakak laki laki. Namanya Shaka Abdullah.

"Assalamualaikum" sapa seorang santriwati.

"Waalaikumssalam warahmatullah waabarokatuh, Iya kenapa?" Tanya Mariyam.

"Kiyai, manggil Ning untuk segera ke ruangannya sekarang." Lanjut santriwati tersebut.

Mariyam mengangguk, "baiklah, terimakasih yah.." Mariyam berterimakasih.

"Baik Ning, sama sama. Kalau gitu saya permisi, assalamualaikum." Pamitnya.

"Waalaikumssalam warahmatullah."

Merasa penasaran, Mariyam pun segera bergegas dari ruangannya, untuk segera menemui kiyai Hamzah.

Tok tok tok

"Assalamualaikum..?"

"Waalaikumssalam." Abi Hamzah menjawab salam sambil tersenyum ramah. "Ah nak, mari masuk." Hamzah mempersilahkan.

"Baik abi."

"Maaf Abi, Abang telat." Ucap seseorang dari arah pintu. Tanpa mengucapkan salam pula.

Deg

Rasanya jantung Mariam berdetak lebih kencang dari biasanya. "Oh Allah, tolonglah Mariyam saat ini."batin Mariyam.

"Mariyam.." panggil Abizar lembut.

"Assalamualaikum. Abang." Mariyam memberi salam, sambil menundukkan kepala, ia tak berani melihat Abizar.

"Ah, wa_ Waalaikumssalam." Jawab Abizar  dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Sudah, Abang duduk dulu. Abi mau bicara sama kalian berdua." Ucap Hamzah memecah kebekuan antara kedua remaja ini.

"Ada apa Abi, kenapa Abi memanggil kita berdua." Ucap Abizar.

"Mengenai hubungan kalian kedepannya." Ucap Abi Hamzah dengan melihat selembar kertas di atas mejanya.

"Tapi Abi..." Abizar memotong perkataan Hamzah secara tiba tiba.

"Abi memanggil kalian berdua untuk berdiskusi." Peringat hamzah.

"Kalau menurut nak mariyam bagaimana.? Tanya Hamzah.

"Kalau Mariyam, Ikut saja Abi, bagaimana baiknya." Jawab Mariyam lembut.

Hamzah mengangguk, lalu tersenyum. "Baiklah, jika begitu nanti malam, Abi sama Abang akan berkunjung ke rumah kiyai Abdul, Dan sebaiknya nak Mariyam juga pulang terlebih dahulu."

Mariyam mengangguk. "Baik abi." Jawab Mariyam.

Sedangkan Abizar tidak berkata sedikitpun, ia sangat tak mengerti dengan rencana abi Hamzah.

"Kalau begitu, saya permisi Abi, Abang..." Pamit Mariyam kepada Hamzah dan Abizar.

Keduanya pun mengangguk, "assalamualaikum." Pamit Mariyam.

"Waalaikumssalam."

Setelah kepergian Mariyam. Abizar menatap nanar Hamzah, Kenapa Hamzah membuat rencana seperti ini tanpa sepengetahuan nya.

"Abi..." Panggil Abizar.

"Kenapa Abi membuat rencana tanpa sepengetahuan Abang?"

Hamzah tersenyum, "Semuanya harus segera diselesaikan Abang, Abi tidak mau melukai beberapa pihak."

"Tapi Abi, maksud Abi apa? Dan nanti malam, apa yang harus abizar lakukan?" Abizar merasa gelisah sendiri.

"Jujur." Hamzah kembali bersuara. "Sebaiknya kamu jujur, jangan membuat kebohongan besar, yang akhirnya akan merugikan beberapa pihak, termasuk dirimu dan Mariyam nantinya."

Abizar menghela nafasnya panjang, ia paham betul apa maksud abinya ini.

"Tapi, Abang belum siap, untuk mengatakan kepada Kiyai Abdul dan Mariyam."

"Kamu harus siap, Abi hanya ingin tau, seberapa hebatnya anak Abi ini." Ucap Hamzah dengan menepuk pundak Abizar.

"Pulanglah, istrimu sedang menunggumu." Ucap Hamzah secara tiba tiba.

Mendengar itu, Abizar terkekeh sendiri, Istri. Ah benar dia sudah mempunyai seorang istri.

Abizar mengangguk. "Baik Abi, Abang kembali dulu ke rumah." Ucapnya.

Hamzah tersenyum, "pergilah."

Abizar mencium tangan abinya, lalu mengucap salam.

....

Sedangkan di lain tempat, Seorang ibu paruh baya dengan memakai gamis tak lupa kerudung panjang tengah menunggu seseorang di dalam kamar. Ia melihat beberapa baju yang ia bawa tadi, kini sudah berjajar rapi di atas kasur.

"Wahhh, cantik." Ucap Aisyah memuji Kanaya.

Bagaimana tidak cantik, kini tampilan Kanaya begitu anggun, dengan memakai setelan baju muslim tak lupa khimar yang indah menutup rambutnya.

"Bagus, sebaiknya kamu pakai ini ya." Saran Aisyah.

Kanaya hanya diam saja, ia menurut saja apa yang telah di katakan oleh Aisyah.

"Baju ini." Tunjuk Aisyah kepada baju Kanaya yang tadi ia pakai waktu datang ke tempat ini.

"Jangan di pakai lagi ya.." pinta Aisyah kepada kanaya.

Sontak kanaya membulatkan matanya Sempurna. "Kenapa umi?" Tanya kanaya.

Aisyah tersenyum, kemudian membawa kanaya untuk duduk di atas kursi, dan melihat ke arah luar jendela, Di bawah sana banyak santriwati. Yang tengah melakukan kegiatan. Meskipun rumahnya ini tidak satu lingkungan dengan pondok, tapi dari lantai dua akan terlihat santri santri disana.

"Kamu liat mereka?" Tanya Aisyah.

Kanaya mengangguk. "Nah, lingkungan ini itu, banyak santri santri, Jika kamu berpakaian seperti ini, maka orang orang diluaran sana akan menganggap kamu aneh."

"Tapi kamu jangan salah paham, aneh disini itu maksudnya, kenapa ada seorang wanita yang memakai baju pendek dengan lutut yang terlihat, padahal ini area pesantren. Jadi alangkah baiknya kita saling menjaga." Ucap Aisyah mencoba memberi pengertian.

Kanaya mengangguk mengerti, "baik umi, Naya paham." Ucap kanaya dengan menundukkan kepalanya. Ia masih sedikit takut kepada Aisyah, meskipun sepertinya Aisyah begitu baik kepadanya.

"Syukurlah jika kamu paham, Kalau begitu pergilah mandi, lalu ganti pakaianmu dengan ini, ini tidak terlalu tertutup dan tidak terlalu terbuka, jadi pas untuk dirumah, dan jangan lupa pakai krudung ini ya."

Kanaya mengangguk Mengerti. "Baik umi, terimakasih, kalau gitu Naya mandi dulu." Ucap kanaya.

Aisyah mengangguk, ia mengusap tangan Kanaya lembut, "melihat kamu, umi jadi teringat seseorang."

Kanaya tersenyum, melihat tatapan Aisyah membuat hatinya luluh. "siapa umi?" Tanya kanaya.

"Ah tidak, sudahlah. sebaiknya kamu mandi dulu ya, nanti kamu turun untuk makan." Kanaya mengangguk, kemudian Aisyah tersenyum, lalu meninggalkan Kanaya seorang diri.

Entah kenapa, berbicara dengan Umi Aisyah,.membuat Kanaya sedikit merasa tenang, mungkin karena Kanaya merasa jika orang tua Abizar tidak membencinya.

"Tuhan, rencana seperti apa Yang sedang engkau susun untukku." Batin Kanaya.

.....

Mau bilang apa sama Kanaya?

Jangan lupa Vote+komen+share ya temen temen.

Takdir Sang Arsy (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang