Bagian 16

15 0 0
                                    

Kanaya menatap dirinya dalam pantulan cermin di depannya. Terlihat indah, saat melihat pakaian yang ia pakai sekarang ini.

"Gak pa-pa kan, kalau belum siap gamis_san setiap hari. Ini juga sudah ketutup kok." Monolog-nya, sembari mengarah kanan kiri, untuk memastikan semuanya pas.

"Hari baru, semangat baru." Monolog tersebut sudah seperti jargon untuk Kanaya setiap harinya. Dimana ia akan memulai segala aktivitas .

"Bismillahirrahmanirrahim." Kanaya keluar dari dalam kamarnya. Namun, baru juga beberapa langkah. Seseorang sudah mengoceh di dapur sana.

"PUNYA PONAKAN, GAK ADA BANTU BANTUNYA. SAYA CAPE HARUS KERJA SENDIRI." Ucap Novi dengan meninggikan suaranya. Kanaya yang mendengar sekaligus melihat, hanya menghembuskan nafasnya lelah. Padahal ini masih pagi, tapi mood nya sudah sedikit berantakan.

"Masak nasi.  lauk pauknya. pel. nyapu. Cuci piring. Bahkan cuci baju. Aya udah selesaikan semuanya Tante. Tapi, kenapa Tante berkata seolah Aya gak ngelakuin apapun." Ucap Kanaya, mencoba mencari keadilan. Karena setiap yang dikatakan oleh Novi selalu berlebihan. Seakan Kanaya tidak melakukan apapun.

"Alah, Ngerjain hal remeh aja kamu sombong, gak lihat tuh di halaman." Novi menunjuk ke arah depan rumah. Terlihat dedaunan sudah berguguran. "Tante cape! Kalau harus Tante yang ngerjain."

"Tapi--"

"Alah, emang dasarnya kamu itu perhitungan. Ngerjain pekerjaan rumah aja di bagi bagi."

"Astagfirullah.."

"Pake istighfar segala, kamu mau bersihin gak? Kalau enggak, pergi Sanah! Dasar anak yang gak tau di untung. Tinggal numpang aja, ngerepotin." Celoteh Novi. Kanaya yang merasa geram sendiri, akhirnya merebut sapu lidi tersebut dari tangan Novi.

"Biar, saya aja Tante. Untuk besok. Saya akan bangun lebih awal sekali, supaya pekerjaan rumah bisa selesai tanpa menyisakan satu pekerjaan pun." Ucap Kanaya. Dengan langsung pergi ke halaman. Dan menyapu.

"Kuat, Aya. Kuat." Monolog Kanaya dengan mengelus dadanya sabar.

Namun, baru saja pertengahan. Seseorang datang dengan memakai mobil hitam, memasuki pekarangan rumah Kanaya, dan kedatangannya itu membuat Kanaya tersenyum lebar. Ia segera menaruh sapunya  dan langsung menghampiri mobil tersebut.

Kemudian, seorang lelaki keluar dengan memakai setelan jas hitamnya. Ia tersenyum, dan langsung memeluk Kanaya dengan erat.

"Assalamualaikum.. anak perempuan kesayangan."

"Waalaikumssalam.."

"Aya, kangen banget sama om." Kanaya berucap sembari mengeratkan pelukannya. "Om apa kabar?" Tanya Kanaya.

"Alhamdulillah. Om baik." Kemudian Lelaki tersebut meneliti seluruh perawakan Kanaya dari atas sampai bawah. "Kamu, bagaimana?"

"Alhamdulillah, Aya sehat kok."

"Tante kamu mana?" Tanya Sultan --Paman Kanaya--

"Ada. Lagi di dalam." Jawab Kanaya sekenanya.

"Yuk." Ajak sultan.

"Naya mau selesain nyapu dulu, baru nanti masuk."

Sultan hanya mengangguk. "Maaf ya, karena tinggal sama om, kamu jadi harus repot." Lirih sultan. Merasa tidak enak kepada anak dari adiknya tersebut.

Kanaya menggelengkan kepalanya. "No. Sama sekali gak repot. Sebaiknya om segera masuk deh. Istrinya sudah nungguin." Goda Kanaya.

Dan hal tersebut membuat sultan terkekeh geli. "Bisa saja kamu ini. Kalau gitu om masuk duluan ya."

Takdir Sang Arsy (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang