Bagian 14

11 0 0
                                    

Kini, kakak beradik itu tengah menikmati sebotol minuman dengan beberapa jajanan di atas meja tua. Keduanya begitu menikmati udara malam sembari melihat kapal kapal yang mulai menepi di dermaga.

"Tadi, itu--" Syarifah mulai membuka suara terlebih dahulu.

"Maaf. Tadi Abang sempat panik, oleh karena itu, Abang segera menolongnya."

Syarifah mengangguk mengerti. "Iya, tapi lain kali, Abang juga harus lihat situasinya. Untung cuman keserempet. Gimana kalo sampai ketabrak beneran." Syarifah berucap dengan begitu khawatir.

"Tapi, apakah Abang mengenal wanita itu?" Tanya Syarifah dengan sedikit hati hati.

"Tidak. Abang tidak mengenalnya."

Lagi lagi Syarifah mengangguk. Namun, seperti ada yang mengganjal. "Tapi, kenapa Ifah. seperti pernah melihat wanita itu ya." Syarifah mencoba berfikir.

"Sudahlah! Sudah juga, sebaiknya kita pulang sekarang." Sarkas Abizar. Ia tidak ingin meladeni adiknya terlalu lama.

Syarifah menuruti perintah Abizar. Tanpa memikirkan hal tadi, meskipun dalam hati dan pikiran masih mengganjal. Mungkin jika benar benar ia pernah bertemu dengan wanita itu. Nanti juga akan ingat sendiri.

Sudah cukup untuk malam ini, dan untuk kejadian tadi, semoga tidak terulang kembali. Pasalnya hampir saja Abizar tertabrak oleh sebuah mobil yang melaju dengan cepat tanpa Abizar sadari. Karena Abizar terlalu fokus kepada wanita yang tengah berdiri di jembatan seperti yang sedang akan melakukan aksi bunuh diri. Untungnya, Abizar tidak tertabrak. Hanya saja terdapat luka kecil di bagian sikut nya, akibat terserempet hingga menyebabkan ia terjatuh.

********

"Astagfirullah! Aku gak pa-pa gala." Kanaya merasa geram sendiri. Karena sedari tadi, galaksi terus memaksanya untuk terus di rawat di rumah sakit.

"Aku tahu, tapi untuk malam ini saja. Yah." Mohon galaksi.

"Gak. Aku gak pa-pa. Aku mau pulang!" Kekeh Kanaya.

Seorang suster yang sedari tadi mendengar dan menyaksikan perdebatan keduanya, membuat kepalanya pusing.

"Maaf sebelumnya. Mas, Mbak ini tidak perlu di rawat juga tidak apa-apa. Cukup istirahat saja di rumah." Suster tersebut mencoba membuka suara.

"Tuh kan!"

Namun, galaksi tetap menggelengkan kepalanya. "Gak. Harus dirawat. Untuk ruangannya, kita pindah lagi ke VVIP kalo kamu gak nyaman di ruangan VIP ini."

Kanaya memijat kepalanya yang sedikit pusing. Melihat hal itu, seketika membuat galaksi panik.

"Tuh, kan! Makannya jangan degil. Kepala kamu masih pusing kan." Celoteh galaksi. "Sus. Kita pindah ruangannya ya, VVIP berapapun itu. Saya bayar cash."

Suster tersebut hanya dibuat melongo sendiri. Sedangkan Kanaya semakin di buat geram.

"Gala! Stop deh. Aku mau pulang, aku cukup istirahat yang cukup dirumah. Kamu ngerti gak sih." Kanaya menaikan nadanya satu oktav. Dan hal itu membuat Galaksi terdiam.

"Suster, saya gak perlu di rawat. Saya mau pulang. Saya perlu meminta resep obat yang harus di tebus." Pinta Kanaya kepada perawat tersebut.

"Baiklah, mari." Ajaknya. Kanaya beserta perawat tersebut menerobos, melewati galaksi yang kini tengah tertunduk.

Tak lama kemudian, galaksi pun menyusul dari arah belakang. Tanpa membuka suara sedikitpun.

Takdir Sang Arsy (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang