Episode 18

151 33 18
                                    

Irene tampak tidak bersemangat dengan sarapannya.

" Ada apa ? Apa kau sakit ? "

" Tidak apa, Seulgi. "

Seulgi tetap melanjutkan menyantap sarapan, sementara Irene diam-diam memperhatikan Seulgi.

" Apa kau tidak bahagia dengan Seulgi ?

- - - - -

" Bukankah hanya dia yang bisa mengerti keinginan, ambisi dan sifatmu ? "

" Wendy. "

" Bukankah kau begitu peduli padanya ? Pagi, siang, dan malam. Kau peduli padanya. "

" Hentikan. "

" Bukankah kau yang menuntut perceraian ini agar bisa hidup bersamanya ? "

" Wendy, hentikan! "

- - - - -

" Wendy, maafkan aku. "

" Kau tidak bersalah, Irene. Maaf jika aku sudah berbicara dengan nada tinggi tadi. "

" . . . . "

" Tidak apa, jangan pikirkan aku. Kejarlah sesuatu yang membuatmu bahagia, jika itu bukan aku, tidak apa, Irene. Lanjutkanlah. "

Sekuat tenaga Irene menahan air matanya. Ia memang tidak mencintai Wendy, namun hatinya terasa sakit mendengar semua ucapan Wendy.

Mansion

Wendy berhenti mengetik laptopnya, ia menatap keluar jendela dan isi kepalanya memutarkan kembali kecelakaan yang menimpanya.

" Wendy. "

Ia menoleh ke asal suara itu.

" Kau belum tidur ? "

" Aku belum mengantuk. "

" Masih memikirkan anak-anak ? "

" Iya, Renjun sudah mau lulus, dia meminta padaku untuk tidak ditempatkan di sekolah khusus lagi. "

" Memangnya boleh ? "

" Aku selalu ingin seperti itu, agar anak-anak bisa berbaur. "

" Mau aku bantu pilihkan sekolah yang bagus ? "

Wendy hanya mengangguk dan mempersilahkan Rose duduk di sampingnya.

" Di sekolahku dulu lingkungannya juga bagus, jadi tidak mengganggu untuk masalah pergaulannya. "

" Menarik. "

Semakin Rose menjelaskan, semakin Wendy memperhatikan Rose dari samping.

Kau manis sekali, Rose.

" Mungkin tiga itu dulu saja, aku khawatir jika terlalu banyak, kau malah bingung. "

Wendy masih menatap Rose sambil tersenyum kecil.

" Wen ? "

" Uh, iya. "

" Apa ada yang salah dengan wajah ku ? "

" Ah, tidak ada, semuanya baik-baik saja. "

Tanpa aba-aba, Rose menyandarkan kepalanya di bahu Wendy.

" Thank you for saving my life, Wendy. "

" You save my kids, too. "

" Aku sangat khawatir hari itu anak-anak dalam bahaya, tidak ada hal lain dalam pikiranku selain melindungi mereka. "

The QueendomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang