...
Tangannya menggenggam lembut tangan mungil Arga, sedih melihat kondisi adiknya yang kembali menurun setelah kemarin mengamuk.
Ayah bilang, Arga harus segera berkonsultasi kembali dengan psikolog namun dengan tegas Raka menolaknya, dia tahu adiknya memang sedang sakit tapi bukan berarti gila bukan. Adiknya baik baik saja. Iya Arga hanya butuh sedikit dukungan kembali bukan paksaan yang nantinya membuat dirinya tak nyaman dan makin buruk kondisinya.
Matanya memejam kala mendengar suara risik dari luar kamar.
Ayah, bunda juga kakak
Mereka berdebat disana.
Tanpa tahu Raka yang dengan susah payah membuat Arga untuk terus tenang.
...
"Ngga yahh aku setuju sama Raka, Arga itu cuma sakit sedikit jadi ga usah dibawa konsultasi kesana"
"Dengerin ayah kak, ayah cuma mau yang terbaik buat adek"
"Tapi ga gini yahh apa ayah ga mikirin perasaan Arga haha! Kenapa ayah egois sekali"
"Egoiss? Egois bagaimana maksudnya kak? Ayah cuma mau adik kembali kaya dulu"
"Tapi ga gini yah! Nanti kita bakal bawa Arga berobat kalau dia sendiri yang mau bukan dengan mekasa kayak gini"
Ayah coba menetralkan emosinya dia tidak boleh kelepasan, begitu juga dengan Taka yang berusaha menyakinkan sang ayah dengan nada setenang mungkin.
Taka sedikit kecewa sebenarnya,kenapa ayahnya tidak mengerti maksudnya. Taka takut, nantinya Arga malah tertekan jika mengikuti perintah ayahnya.
Sang bunda menjadi penengah keduanya. Tak membela satu pihak manapun.
Cklekk
Mereka lantas memusatkan pandangan pada Raka yang baru keluar dari kamar Arga.
Mereka hanya diam, apalagi melihat tatapan tak bersahabat dari Raka.
"Sudah?"
Tanyanya dengan nada rendah.
"Selesai berdebatnya? Bagaimana? Ada hasil? Tidak bukan. "
Mereka hanya diam,
Memang benar berdebat sejak tadi tak ada hasil sama sekali yang ada kepala mereka malah makin panas."Aku sendiri yang akan bantu Arga sembuh, kalian cukup memperhatikan saja tak perlu ikut campur" ucapnya lalu pergi meninggalkan mereka yang terdiam meresapi setiap kata yang keluar dari mulutnya.
...
Kakinya berjalan menuju arah taman komplek, kepalanya pusing dadanya juga sesak . Rasanya ingin berteriak kencang meluapkan segala amarahnya.
Arah pandangnya menyapu area taman, ada yang tengah berkencan, piknik, cuma para bocah berlarian.
Senyum kecil terbit di bibir tebalnya.
Ahh jadi ingat Arga.
Haruskah besok dia mengajak Arga kemari? Pasti dia akan senang bukan.
Tak sengaja matanya menangkap seseorang yang terduduk di kursi panjang tak jauh darinya. Mata yang tadinya sedikit melembut kembali menajam.
Dia terus memperhatikan sosok yang duduk disana . Tak lepas seperkian detik pun.
Sampai sosok itu berjalan keluar. Kakinya berjalan mengikuti dari belakang.
Jarak keduanya cukup jauh namun bisa ia imbangi tanpa ketahuan.
Dia mengenyit, ketika sosok itu berhenti di area panti asuhan disana.
Sebelum dirinya berjalan masuk, matanya lagi lagi menatap sosok itu tengah memeluk seorang wanita paruh baya, nampak itu seorang pengurus disana.
Apa dia salah satu anak panti ini begitu batinya.
Ntahlah otaknya mendadak buntu.
Ia semakin heran lagi melihat bagaimana dia berbicara lembut dan sopan pada wanita disana juga sedikit bergurau kecil dengan para bocah disana.
Tunggu,
Bukankah Rian masih memiliki orang tua? Lalu untuk apa dia datang kemari?
....
Pranggggg
Taka terkejut mendengar suara pecahan dari kamar adiknya, segera dia berlari masuk mengecek adiknya.
Disana, Arga nampak duduk diatas kasur.
Menatapnya, sedetik kemudian dia memiringkan kepalanya menatapnya polos.
Taka menggigit bibir bawahnya gemas .
"Kakak?"
Sungguh, air mata Taka lolos begitu saja mendengar itu. Suara yang sedari kamarin hanya terdengar dengan bentuk teriakan histeris saja kini kembali bersuara dengan lembut kembali.
Hatinya tenang melihat Arga seperti ini.
...
Raka masuk kedalam rumah dengan sedikit tergesa, astaga bagaimana dia bisa lupa.
Sibuk tadi menguntit Rian kakak kelasnya sampai dirinya lupa kalau Arga pasti sudah bangun sekarang, bagaimana jika Arga kembali histeris bagaimana jika Arga mencarinya.
Dia melangkah dengan cepat sampai tidak menyadari beberapa pasang mata menatapnya heran di ruang tengah.
Cklekkkk
Matanya membola ketika tak mendapati presensi adiknya di kamar. Sedikit panik, dia melangkah keluar mencari sang adik.
"BABANG GRAA~"
Tubuhnya terdiam kaku mendengar panggilan itu. Rasanya untuk bergerak saja susah.
Dengan pelan dia membalikkan badannya dan melihat disana, adiknya duduk di kursi makan dengan ada Taka di sebelahnya, jangan lupakan juga Arga yang memamerkan senyum lebarnya yang sangat dia rindukan.
Tanpa berkata apa apa lagi dia menghampiri keduanya lalu memeluk erat tubuh sang adik .
Menghiraukan rengekan adiknya .
"Ihhh babang bau uuuiiee bau sekali ... Huhh Abang belum mandii yaaa"
Raka terkekeh, yang mana membuat kadar ketampanannya meningkat, lucu s kali adiknya ini.
Cup
Cup
Cup
Cup
Dia mengecup seluruh wajah adiknya , huhh dirinya rindu sekali .
Sampai lupa dengan apa yang dia pikirkan tadi mengenai kejanggalan kakak kelasnya, Rian.
...
Sedang di sisi lain
"Bagaimana kabarmu nak"
Rian tersenyum menanggapi pertanyaan yang keluar dari mulut wanita itu.
Perempuan yang ia anggap sebagai satu satunya keluarga.
"Aku baik ..... mungkin"
Wanita itu tersenyum, mengusap pelan pundak Rian.
"Jangan selalu memendamnya nak, ada bibi disini kalau kamu mau pulang.... Mengerti"
Rian mengangguk dengan senyum di bibirnya.
....
Sumpah ya ini otakku kenapa mendadak buntu sih:)
Mau up juga selalu lupa dan ga ada waktu
Sorry banget 😭
Ini keknya ga kubuat panjang deh part-nya huhu pusing sendiri mikirnya.
Oh iyaa gais kalian tau gaa aku mulai oleng ke enhyphen anjayyy
Terpikat pesona papi Jay trus kejerumus ketampanannya bang heesung awlajsjak ganteng bangettt
KAMU SEDANG MEMBACA
The other side of AGRAKA (End)
Разноеtentang sosok lemah lembutnya seorang Defrasya Agraka Tamana yang memiliki sisi lain dalam kehidupannya. sesuatu, yang bahkan mana keluarganya sendiri tak ada yang tahu . tentang bagaimana dia mengendalikan bagaimana sisi lain itu ketika keluar tan...