Part 6

18.1K 863 7
                                    


Saat Salmiera sedang berbincang dan bercengkerama bersama teman-temannya, tiba-tiba ponselnya berbunyi dan tampak nomor yang tak dikenali. Salmiera sungguh heran. Ini nomor siapa dan mengapa bisa mendapatkan nomor pribadi Salmiera?

"Angkat telepon dulu ya, guys," pamit Salmiera kepada teman-temannya.

Salmiera keluar dari ruangan Navila, lalu mengangkat telepon tersebut. Dia juga penasaran siapa yang menelepon.

"Halo, ini dengan siapa ya?" tanya Salmiera to the point.

"Halo Sal, ini gue, Salhiera." Suara orang di seberang sana membuat mata Salmiera melotot. Akhirnya manusia yang membuat semua orang khawatir ini ada kabarnya.

"Salhiera! Lo pulang cepetan, jangan buat semua orang khawatir. Pernikahan lo udah di depan mata!" Suara Salmiera naik satu oktaf, untung saja di koridor rumah sakit tidak ada orang.

"Sal, gue baik-baik aja, jangan khawatir, jangan cari gue ya. Nanti gue bakal kembali sendiri." Belum sempat Salmiera berbicara, tiba-tiba sambungan telepon terputus.

"Halo! Salhiera! Astaga, mati." Salmiera tampak frustrasi karena Salhiera sudah mematikan telepon. Tambah kesal lagi ketika dia mencoba menelepon ulang nomor tersebut, ternyata tidak aktif.

Dari kejauhan, Ronald berjalan melewati koridor tersebut untuk kembali ke ruangannya. Namun, dia melihat kembaran calon istrinya tampak kesal.

Saat Salmiera ingin kembali ke ruangan Navila, dia melihat Ronald berjalan mendekat dengan datar. Saat mereka berhadapan, tiba-tiba Salmiera memanggil Ronald.

"Tunggu! Tadi Salhiera menelepon gue." Kalimat yang keluar dari mulut Salmiera berhasil menarik perhatian Ronald.

"Kapan? Terus gimana? Dia di mana sekarang?" tanya Ronald tak sabar.

"Barusan, dia pakai nomor lain. Dia hanya bilang jangan khawatir dan jangan dicari, dia bakal balik sendiri. Itu doang. Terus belum sempat gue bicara dia langsung matiin." Salmiera tampak benar-benar frustrasi dengan semua ini.

"Mana nomornya? Coba sini!" Salmiera langsung memperlihatkan nomor tersebut ke Ronald, dan Ronald mencoba untuk menelepon nomor tersebut.

"Gimana? Nggak aktif ya? Gue udah coba telepon ulang tapi nggak aktif tadi." Ronald menggeleng lalu terduduk di kursi sebelah Salmiera, memijat batang hidungnya. Masalah ini benar-benar menguras emosinya.

Salmiera dan Ronald saling diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing, tapi tentu saja dengan topik yang sama, perihal Salhiera.

Tiba-tiba ruangan Navila terbuka, membuat Salmiera dan Ronald menoleh ke arah pintu. Dilihat Nabina di sana.

"Kak Sal, aku kira ke mana, eh ada dokter yang tadi pagi." Nabina tampak heran kenapa di sebelah sahabatnya tersebut ada dokter yang tadi pagi mereka temui. Apakah Salmiera dan Ronald saling kenal, pikir Nabina.

"Iya kenapa, Bin?" tanya Salmiera seperti gelagapan. Ronald sendiri langsung berdiri dan melanjutkan jalannya.

"Tadi kenapa sama Pak Dokter? Kak Salmiera udah kenal?" tanya Nabina.

"Tadi udah pengen masuk kok, nggak tahu tuh dokter tadi duduk di situ," kilah Salmiera. Nabina hanya menganggukkan kepalanya.

Setelah jam besuk habis dan semua berpamitan, Salmiera juga ikut berpamitan untuk menyusul Bunda dan harus memberitahu Bunda tentang Salhiera yang menghubunginya.

Salmiera pergi ke ruangan Bunda, namun nihil, tak ada sang Bunda di sana. Salmiera berpikir apakah sang Bunda sedang ada pasien, tapi tak ada jadwal praktik Bundannya hari ini.

Saat ingin menghubungi sang Bunda, tiba-tiba seorang perawat menghampirinya.

"Eh Mbak Salmiera, kan ini bukan Dokter Salhiera? Cari Dokter Shafiyyah ya?" Salmiera menoleh lalu mengangguk kepala.

"Dokter Shafiyyah tadi menitipkan pesan. Katanya kalau Mbak Salmiera datang, suruh susul beliau ke kantin khusus petinggi rumah sakit, Mbak. Ada di lantai 3 gedung sebelah," jelas perawat tersebut.

"Oh gitu ya, Suster. Baik, terima kasih ya." Salmiera bergegas untuk menyusul sang Bunda sesuai instruksi dari perawat tadi.

Saat sudah sampai di sana, sudah terlihat sang Bunda dan dua orang lainnya yang Salmiera kenal, Ronald dan juga ibunya, sahabat Bunda.

"Salmiera! Sini sayang," panggil Bunda dari kejauhan.

"Belum makan siang, kan? Kita makan siang bareng di sini ya." Salmiera menggeleng membuat Bundanya bingung.

"Sudah makan tadi, Bun, bareng anak-anak di kamar Navila. Dia nggak makan makanannya, ya sudah Salmiera sama Aghisya yang makan." Salmiera langsung mendapatkan tatapan dari sang Bunda.

"Dek! Astaga." Salmiera hanya tertawa. Tante Rani yang ada di situ juga ikut tersenyum, kecuali Ronald, dia tetap datar tanpa ekspresi.

"Ususnya buntu, Bun, mana bisa makan. Ya sudah, Salmiera makan aja," celetuk Salmiera membuat sang Bunda melotot dan Tante Rani tertawa lepas.

"Mana ada usus buntu nggak bisa makan! Jangan sembarangan kamu." Bunda tampak bersikeras setelah mendengar ucapan anaknya.

"Eh, dia mah selain ususnya buntu, otaknya udah buntu duluan, sih, Bund. Hahaha." Salmiera tertawa kencang, puas sekali dirinya meledek Navila. Bunda makin memelototi Salmiera, untung saja tidak ada dokter atau petinggi rumah sakit lain di sini.

"Hahaha, Salmiera ini kamu banget, Shaf. Celetuknya bener-bener kamu," kata Tante Rani masih tertawa. Begitu Salmiera membuat keadaan sementara lebih menyenangkan, sebelum mereka kembali berpikir keras mengenai Salhiera.

Jangan tanya Ronald, dia hanya menatap kembaran calon istrinya dengan ekspresi datar, namun bermonolog dalam hati, "Ini orang kalau ngomong random banget, Tuhan. Wajah mereka sama persis tapi kelakuannya luar biasa berbeda."

"Jangan gitu loh, Dek! Kasihan Navila tuh." Bunda menegur Salmiera.

"Bercanda, Dokter Shafiyyah. Tegang amat elah." Salmiera masih menggoda sang Bunda yang makin membuat Tante Rani kegirangan.

"Ekhm, nggak mau memberitahu kejadian tadi saat Salhiera menelepon kamu?" Ronald membuka suara, seketika suasana menjadi tegang kembali.

"Salhiera menelepon kamu, Salmiera? Terus gimana?" tanya Bunda menatap dalam Salmiera.

Salmiera mengembuskan napas panjang, lalu mulai bercerita tentang kejadian tadi saat Salhiera menelepon.

---

[Telah direvisi, 16 Juni 2024]

Hallo! Terima kasih karena sudah membaca cerita ini.

Semoga suka part ini yaaa!!
Komen-komen yaaa kalau ada saran scene gemas hehehe.

Segala hal dalam cerita ini hanya fiktif belaka yang dibuat untuk menyalurkan ide buah pikiran. Dimohon untuk tidak membawa ke luar dan dianggap serius!

Kritik dan saran yang membangun sangat terbuka di kolom komentar.

Mohon maaf atas segala kekurangannya.

Salam hangat dari Penulis

Jakarta, 2024.



Pengganti  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang