8

235 48 8
                                    

Sebuah mobil limosin hitam muncul beberapa saat kemudian. Semua orang yang menunggu di depan rumah berkasak-kusuk antusias. Dae Han dan Ae Rae yang juga ada di antara kerumunan itu hanya saling melirik. Mereka tidak tau apa yang harus mereka lakukan pada tamu besar yang baru saja datang ini. Mereka harus mendiskusikannya dengan anggota tim yang lain.

"What the--" umpatan Dae Han membuat perhatian Ae Rae kembali teralih. Perempuan itu mengikuti kemana mata Dae Han mengarah kemudian terkesiap.

Yoo Shin keluar dari pintu depan, memakai jas hitam rapi dengan rambut disisir ke belakang. Lelaki itu dengan sigap membukakan pintu penumpang dan keluarlah An Na yang memakai baju terusan berwarna hitam dengan renda putih di bagian leher dan lengan. Rambut pendek perempuan itu berubah panjang sepinggang.

Kemudian, sesosok lelaki paruh baya mendekati mereka, yang Ae Rae yakini sebagai tuan rumah, atau sasaran mereka malam ini. Lelaki itu mendekati An Na dengan senyum cerah yang dibalas An Na dengan senyum sopan.

"Maaf, ibu tidak bisa datang karena ada acara lain. Tapi, beliau dengan tulus mengucapkan selamat atas hari pernikahan anda," Ae Rae mendengar suara An Na yang di atur sedemikian rupa hingga terdengar lembut dan sopan. "Ibu juga menitipkan kado yang nilainya tidak seberapa. Mohon diterima dengan rendah hati."

"Oh astaga, Nona Yun! Terimakasih banyak! Kehadiran anda sendiri sudah menjadi kado terhebat untuk keluarga kami. Suatu kehormatan untuk bertemu dengan anda!" Ucap lelaki yang mungkin bernama Rui tersebut.

Sementara Tuan Rui menghujani An Na dengan berbagai pujian tingkat tinggi, perempuan itu justru mendongak, menatap lurus ke arah Ae Rae dan mengerjabkan mata. Awalnya Ae Rae tidak begitu mengerti, tapi kemudian mata perempuan itu membulat. An Na mengingatkannya pada rencana mereka.

Ae Rae segera menepuk-nepuk lengan Dae Han dan menarik tangan lelaki itu keluar dari kerumunan. Ada hal lain yang mesti mereka lakukan. Keduanya menuju lantai dua rumah Tuan Rui dengan kehati-hatian yang tidak perlu. An Na dan Yoo Shin sudah sangat sukses menarik perhatian semua orang.

"Hyun, kamu dimana?" Dae Han bertanya melalui earpodnya yang tersambung ke semua anggota tim.

"Lantai dua, kamar paling ujung!" Jawab Rae Hyun. Dae Han memimpin jalan, beberapa kali memastikan tidak ada orang hingga mereka sampai di ruangan yang Rae Hyun bilang. Dae Han segera masuk diikuti Ae Rae.

"Dimana lukisannya?" Tanya Dae Han.

Rae Hyun menunjuk sebuah bingkai yang ditutup dengan kain. Dae Han mendekat untuk memastikannya. Suara terkesiap lelaki itu tiba-tiba terdengar.

"Dae Han, ada apa?" Ae Rae bertanya, mendekati lelaki itu untuk mencari tau.

"I-ini--!" Dae Han terbata-bata, lalu menoleh ke arah Ae Rae dengan mata membelalak. "Ini lukisan Gunung Geumgang yang asli!"

"Apa?" Rae Hyun yang terkejut juga bergegas mendekat. "Kamu yakin itu bukan lukisanmu?" Tanyanya dengan mata memicing.

"Sangat yakin!" Jawab Dae Han.

"Kita pikirkan itu nanti," tukas Ae Rae. "Yang penting, amankan dulu lukisan itu! Rae Hyun, kamu sudah mengamankan uangnya?"

"Oh, bahkan lebih baik daripada uang!" Sahut Rae Hyun, menyeringai lebar. Ae Rae ingin tanya apa maksudnya, tapi Jae Min lebih dulu menginterupsi. Jae Min yang bertugas meninjau keadaan dari mobil pun memberi info bahwa antusiasme kedatangan An Na mulai memudar. Beberapa orang mulai kembali pada kegiatan mereka masing-masing, termasuk petugas keamanan.

###

"Kami sudah berhasil keluar dari rumah itu!" Rae Hyun memberi laporan.

"Aku sudah siap! Belum ada petugas keamanan yang menjaga pintu belakang. Cepatlah!" Sahut Jae Min yang memeriksa rekaman cctv dari laptop Yoo Shin.

Dae Han dan Rae Hyun membawa lukisan itu, sementara Ae Rae memastikan jalan mereka aman. Jae Min membuka pintu belakang mobil yang sudah di siapkan untuk menampung lukisan nasional Korea Selatan itu.

Begitu lukisan dan ketiga temannya sudah aman, Jae Min kembali memangku laptop dan memencet tombol enter. Seketika, terdengar suara sirine kebakaran dari dalam rumah Tuan Rui, diikuti teriakan-teriakan panik.

"Yoo Shin, kalian sudah keluar?" Jae Min bertanya lewat earpod.

"Ya," jawab Yoo Shin, pendek.

"Oke!" Sahut Rae Hyun yang sudah duduk di kursi pengemudi. Lelaki itu melajukan mobil hingga sepuluh meter sebelum Ae Rae menekan tombol enter untuk yang kedua kalinya. Sebuah ledakan yang cukup besar telah menghancurkan sebagian besar rumah Tuan Rui.

"Rasakan! Dasar Bangkot Brengsek!" Maki Rae Hyun, membuat semua orang tertawa geli.

"Yoo Shin, semua aman?" Jae Min kembali bertanya untuk memastikan.

"Ya," Jae Min bisa merasakan senyum Yoo Shin dari satu kata itu. "Kami akan menemui kalian di studio beberapa saat lagi."

Rae Hyun segera mengendarai mobil pinjaman itu menuju studio mereka, sementara Dae Han membuka kain yang menutupi lukisan Gunung Geumgang. Jae Min jadi teringat kata-kata Dae Han setelah pertemuan mereka dengan Rae Hyun.

"Jadi, itu lukisan Gunung Geumgang yang asli? Bagaimana bisa ada di rumah itu?" Tanya Jae Min, langsung bertanya pada Dae Han karena dia tidak terlalu mengerti tentang lukisan.

"Nggak ada jawaban yang lebih masuk akal daripada, mereka menukar lukisan ini dengan lukisan palsu milikku," jawab Dae Han. "Wow, nggak kusangka bakal ada hari dimana aku bisa megang lukisan ini!"

Dae Han yang terlalu terpesona dengan lukisan itu pun tidak menarik lagi bagi Jae Min. Perempuan itu beralih pada Rae Hyun yang mengemudi dengan senyum lebar.

"Apa yang lebih bagus daripada uang?" Jae Min bertanya.

"Oh, kamu tau? Nggak ada uang di brangkas penipu itu! Jadi, aku mengambil barang-barang berharga yang lain!" Rae Hyun melepas tas kecil yang sejak tadi dikaitkan ke pinggangnya kemudian melemparkan tas itu kepada Jae Min. "Buka saja!"

Jae Min sudah mendengar suara kerincing samar dari dalam tas sebelum membukanya. Begitu dibuka, kepingan emas dan permata warna-warni memenuhi tas. Jae Min terkesiap kaget.

"I-ini asli?" Tanyanya takjub.

"Sudah di pastikan oleh ahlinya," sahut Rae Hyun bangga.

"Nilai dari semua benda itu, dan lukisan asli Geumgang..." Ae Rae bergumam.

"Masing-masing dari kita bisa jadi miliarder!" Pekik Jae Min ternganga.

"Kalian berpikir untuk menjual lukisan ini? Bukannya lebih baik kalau kita kembalikan ke pemerintah?" Tanya Dae Han ragu. "lagipula, jumlah uang yang harus dibayarkan oleh penipu itu sekitar seratus delapan puluh juga Won, kan? Kupikir emas dan permata itu terlalu berlebihan."

"Hei!" Protes Jae Min. "Kamu nggak menghitung usaha kami dalam hal ini, ya? Lagian, orang itu nggak cuma menipu kita!"

"Aku yakin, ini cuma sebagian kecil dari harta mereka," sahut Rae Hyun.

"Tujuan dari rencana awal kita masih jauh di depan. Kita butuh banyak uang untuk operasionalnya," timpal Ae Rae mengingatkan. "Lagipula, An pasti akan memikirkan hal yang sama."

###

###

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang