13

252 53 21
                                    

"Hei, Jae Min! Apa mobil Fordnya sudah di pasang laker roda?" Suara ayahnya membuat perempuan itu berteriak dari bawah kolong mobil tua.

"Sudah!"

"Bagaimana dengan sensor CMPnya?" Ayah Jae Min kembali bertanya.

"Mobil itu sudah selesai dikerjain, ayah! Rae Hyun sudah test drive juga!" Seru Jae Min jengkel.

"Kalau begitu, cover mobil yang baru datang itu. Hanya ganti oli saja," perintah ayahnya yang terus berdatangan tanpa henti membuat Jae Min muncul dari kolong mobil.

"Apa ayah nggak bisa liat aku sedang kerja, disini?" Jae Min melotot.

"Lakukan!" Perintah ayahnya, tidak mau tau.

Sambil bersungut, akhirnya Jae Min menghampiri sebuah mobil merah yang baru saja terparkir di pintu masuk bengkel. Andai semua orang sedang tidak sibuk dengan kegiatan perkuliahan masing-masing, pasti hidup Jae Min akan terasa sedikit lebih menyenangkan. Kenapa dulu dia mengambil jurusan teknik mesin, sih? Dia jadi tidak bisa keluar dari bengkel sekarang!

Di sisi lain, Rae Hyun telah di perintah untuk mengambil alih pekerjaan Jae Min sebelumnya. Melihat raut wajah temannya itu membuat Jae Min kembali teringat pertemuan terakhir tim mereka dua minggu yang lalu.

Setelah mendengar cerita Rae Hyun mengenai keadaan di ruang kepala keamanan, semua orang mencemaskan An Na. Namun, Yoo Shin yang tampaknya tau tentang hal itu memilih tutup mulut.

"Bukan hak ku untuk bicara masalah An. Kalian harus tanya sendiri padanya," kata Yoo Shin saat itu.

Jae Min baru saja membuka kap mobil saat dia mendesah panjang. Meski di katakan mereka akan bertemu lagi setelah dua minggu, toh sampai hari ini tidak ada kejelasan atau info terbaru. Padahal, banyak sekali yang harus di selesaikan. Misalnya, membuka dan menganalisis informasi yang sudah Ae Rae dapatkan.

Memikirkan hal itu membuat Jae Min kembali lesu. Perempuan itu memutuskan untuk menutup kembali kap mobil dan mendekati Rae Hyun.

"Hei, Rae Hyun, kamu tau dimana kampus An?" Tanya Jae Min.

Rae Hyun buru-buru keluar kolong mobil untuk menatap Jae Min bingung.

"Tentu saja, enggak! Kenapa kamu tanya?" Sahutnya.

"Kamu pikir semua orang bakal kumpul kalau An nggak muncul?" Jae Min menaikkan satu alis dan Rae Hyun menghela napas berat.

"Nggak tau. Coba tanya Dae Han atau Yoo Shin," jawab Rae Hyun lagi.

"Dae Han bahkan nggak ke studi dua minggu ini," gumam Jae Min. "Kayaknya percuma kalau tanya ke Dae Han walaupun sebenarnya ini masalah dia."

"Jadi, kamu mau ketemu dan tanya ke An?" Raut wajah Rae Hyun tampak skiptis saat menebak isi pikiran Jae Min.

"Kayaknya, lebih baik gitu," ucap Jae Min mengedikkan bahu.

"Biar aku tanya Yoo Shin dulu!" Rae Hyun bergegas mencari ponselnya dan menghubungi Yoo Shin.

Butuh beberapa menit sampai akhirnya sambingan telepon itu terhubung.

"Kenapa?" Tanya Yoo Shin.

"Yoo Shin, dimana kampus An?" Tanya Rae Hyun saat Jae Min berdiri di belakangnya. Tidak ada jawaban selama beberapa saat hingga Jae Min pikir sambungan sudah terputus. "Halo?"

"Kamu tanya, dimana kampus An?" Sahut Yoo Shin, terdengar heran.

"Iya! Aku dan Jae Min mau main ke sana!" Jawab Rae Hyun.

"Kenapa nggak tanya langsung ke An?"

"Uh-- aku takut ganggu dia," Rae Hyun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Yoo Shin kembali terdiam selama beberapa saat, tapi menjawab dengan alamat lengkap.

###

Universitas Delmore, adalah universitas elit dimana tidak semua orang bisa masuk ke sana. Hanya orang kaya diantara orang kaya yang mampu bersekolah di kampus berstandar internasional tersebut.

Dan tentu saja, segala hal yang ada disana membuat orang-orang biasa macam Jae Min dan Rae Hyun ternganga. Berbeda dengan universitas lain, Dalmore mewajibkan seluruh mahasiswa untuk memakai seragam yang didominasi warna putih bersih. Hanya sedikit warna hitam dan merah yang dibordir pada lambang universitas itu.

"Kamu berani masuk? Yakin?" Rae Hyun bertanya pada Jae Min yang berdiri di sampingnya, menggigit bibir bawah resah. Perempuan itu melirik sekilas sambil menelan ludah gugup, karena beberapa mahasiswa yang melihat mereka berdua tampak heran dan saling berbisik satu sama lain.

"Siapa sih yang punya ide datang ke sini?" Jae Min bergumam, menyalahkan dirinya sendiri. Beruntung karena dia berhasil menyeret Rae Hyun dalam keadaan tidak mengenakkan ini.

"Ayo kita pulang saja. Biar yang lain yang cari tau soal An?" Bisikan Rae Hyun terdengar menggoda bagi Jae Min yang jarang merasa takut.

"Karena security di depan sudah memberi kita ijin, harusnya nggak apa-apa kalau kita masuk, kan?" Balas Jae Min meski jantungnya berdegup kencang karena takut.

"Yoo Shin bilang, An akan menemui kita disini?" Tanya Rae Hyun lagi.

"Dia hanya bilang, kita bisa datang!" Jawab Jae Min. Rae Hyun berdecak lalu menjitak kepala Jae Min.

"Aku selalu merasa menyesal tiap ikut pergi denganmu," katanya, memprotes.

"Terus, kenapa tadi kamu ikut?" Balas Jae Min setelah mengaduh kesakitan.

"Kan kamu yang maksa!" Balas Rae Hyun sengit.

"Kenapa kalian masih disini?" Yoo Shin bertanya, setelah melewati kedua orang itu dengan motornya. Lelaki itu membuka helm begitu motornya sudah terparkir di dekat Jae Min.

"Kamu ke sini juga?" Jae Min melotot kaget. "Kenapa nggak bilang?"

"Dae Han dan Ae Rae sebentar lagi menyusul. Kalian sudah telpon An?" Sahut Yoo Shin tenang.

"Nggak ada respon," sahut Rae Hyun, mengangkat bahu.

"Mungkin masih ada kelas," balas Yoo Shin, mengotak atik ponselnya sendiri hingga Dae Han dan Ae Rae datang.

"Mau masuk?" Yoo Shin kembali bertanya setelah semua temannya berkumpul. "Kita bisa nunggu di restoran dekat laboratorium fisiologi atau semacamnya."

"Kamu pernah ke sini?" Ae Rae bertanya takjub.

"Iya," jawab Yoo Shin pendek. "Ayo!"

Karena Yoo Shin berjalan dengan percaya diri, keempat temannya pun mengikuti. Tidak seorang pun dari keempat orang itu yang bisa mendeskripsikan isi di dalam bangunan. Apakah mereka baru saja masuk ke dalam sebuah universitas atau mall mewah? Selain banyak ruangan-ruangan untuk tempat pembelajaran, toko-toko milik merk terkenal dunia saling berjajar seolah itu adalah sebuah pasar rakyat.

"Yoo Shin," Jae Min memanggil dengan nada tercekat, meraih ujung jaket lelaki yang berjalan dengan tenang di depannya itu. Sekarang, dia mengerti mengapa para mahasiswa di tempat itu saling berbisik setelah melihat mereka. Ini pasti pertama kalinya mereka melihat gembel.

"Shin!" Suara familiar seorang perempuan membuat mereka mendongak. An Na yang memakai seragamnya tampak berbinar-binar sebelum berlari mendekat dan menubruk tubuh Shin dengan keras.

"Sorry, aku lagi sibuk. Kalian tunggu di restoran atau mau jalan-jalan aja nggak apa-apa. Bill on me!" An Na menyeringai lebar setelah melepas pelukannya di tubuh Yoo Shin dan menatap keempat temannya yang lain.

"Channel? Gucci?" Rae Hyun bertanya penuh harap.

"Yep! Ambil saja yang kamu mau! Kalian semua!" Jawab An Na tanpa berpikir. "Aku harus pergi lagi. Masih ada satu kelas yang harus aku ikuti!"

"Kalau begitu kami tunggu di restoran yang biasa," ucap Yoo Shin. An Na mengangguk, tersenyum sedikit.

"Hime?" Salah seorang teman An Na memanggil, berdiri menunggu dengan ekspresi agak angkuh tidak jauh dari mereka. An Na menoleh ke arah temannya itu sebelum pamit kepada Yoo Shin dan kawan-kawan dengan senyum tidak senang.

Tidak seorang pun dari mereka yang menyadari Yoo Shin dan An Na berpegangan tangan kecuali Jae Min. Itu pun, saat An Na berjalan mendekati teman sekampusnya.

Jae Min mengalihkan pandangan dan menghela napas sedih. Kenapa dia yang selalu menyadari hal yang menyakitkan hati?

###

ACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang