14

266 48 18
                                    

An Na tertawa melihat Rae Hyun yang memerkan jaket Gucci barunya dengan penuh gaya saat An Na kembali bergabung dengan mereka. An Na juga sempat bertanya apakah mereka sudah makan atau belum, kemudian memesankan makanan untuk mereka semua.

"Nggak mungkin kalau kamu cuma beli satu," An Na menggoda Rae Hyun yang bersikap penuh gaya dengan barang mahal barunya.

"Aku mau ambil lagi, tapi di marahin Jae Min," adu Rae Hyun cemberut. An Na tertawa geli, menyukai interaksinya dengan Rae Hyun yang terkadang bersikap seperti anak kecil.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu dipanggil Hime?" Dae Han tiba-tiba menyeletuk, teringat salah satu teman kampus An Na saat memanggil perempuan itu.

"Katakan saja, kalau aku yang paling diunggulin dalam hal Jepang? Aku beberapa kali diminta buat nemenin orang-orang Jepang yang ke sini," jawab An Na.

"Dan kamu terima gitu aja?" Sahut Ae Rae tidak percaya. "Atau disini memang punya penilaian berbeda terhadap Jepang? Maksudku, walaupun kata Hime itu sebutan buat seorang putri, tapi tetap saja itu budaya Jepang!"

"Nggak juga. Sentimennya sama aja," jawab An Na, tersenyum tipis yang tampak sedih.

"Maksudmu, kamu dibully?" Jae Min menyahut, tampak syok. Semua orang menatap An Na dengan pandangan tidak percaya.

"Nggak apa-apa, aku pernah ngalamin yang lebih buruk," sahut An Na, meringis. Tidak ada yang menangkap perasaan baik-baik saja yang coba An Na sampaikan. Bahkan Jae Min pun mengerutkan kening kesal.

"Gimana bisa mereka bully kamu? Padahal kamu dari keluarga Yun, lo?" Rae Hyun bersuara, tampak tidak terima. "Aku paham waktu mereka memandang kami rendah, tapi kamu? Harusnya kamu lapor ke mamamu supaya keluarga mereka di hancurkan satu per satu! Atau kamu mau aku saja yang maju?"

An Na tertawa mendengar kecemasan Rae Hyun yang begitu blak-blakkan.
"Sepertinya kalian salah kira. Mereka bukan mandang rendah kalian, tapi justru iri!" An Na mengkonfirmasi, mencoba mengalihkan perhatian semua orang dari dirinya.

"Iri?"

"Karena kalian nggak pakai seragam! Jadi, mereka iri dan berpikir kalau penampilan kalian keren!" An Na tertawa lagi.

"Dengan penampilan kami?" Ulang Ae Rae, terdengar tidak yakin.

"Menurut kalian aneh, ya?" Sahut An Na, masih geli. "Tapi bagi orang-orang yang seumur hidup selalu diatur dan harus taat pada aturan, sebuah kebebasan berpakaian saja udah kayak hal yang mustahil!"

"Ah, orang kaya ternyata punya kesulitan mereka sendiri," Dae Han bergumam prihatin.

"Jangan kasihan pada mereka!" Tegur Jae Min galak. "Hidup kita berkali-kali lipat lebih susah!"

Ae Rae tertawa dan mengangguk menyetujui ucapan Jae Min.

"Tapi, tetap saja. Kenapa kamu biasa aja dipanggil Hime, padahal kamu tau itu hinaan?" Tanya Yoo Shin yang sejak tadi diam mendengarkan.

An Na menoleh ke arahnya, tidak mengatakan apa-apa, seolah menjawab pertanyaan itu lewat sorot matanya.

"Jangan lakukan apapun disini," gumam An Na kemudian, menundukkan kepalanya. "Mama ku akan langsung tau," katanya pelan dan sedih.

###

Mereka kembali berkumpul di studio sewaan Dae Han setelah dua minggu sibuk dengan urusan masing-masing. Ae Rae tersenyum melihat An Na sudah kembali cerita setelah di traktir es krim oleh Rae Hyun. Perempuan itu tampaknya benar-benar tidak peduli dengan nasib sedih yang tidak pernah diceritakannya pada orang lain.

"Selama kalian sibuk ujian, aku sudah mencoba menganalisa data yang kita dapatkan dari club itu," ucap Ae Rae untuk meredam hiruk pikuk teman-temannya.

"Sungguh?" An Na menyahut ceria, duduk di sofa panjang sambil memakan es krimnya. "Apa yang kamu dapat?"

ACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang