Semua orang diam setelah mendengar informasi itu. Meski tidak tau persis siapa menteri yang terlibat, dari sikap An Na pun mereka paham kalau yang di takutkan perempuan itu bukanlah pihak pemerintah.
"Yoo Shin," Dae Han menoleh ke sahabatnya itu. "Gimana menurutmu?"
Yoo Shin mengangguk singkat, menunjukkan ekspresi yakin tanpa menyahut secara langsung.
"Bahkan setelah An mengaku seperti itu?" Lanjut Dae Han, hati-hati.
Yoo Shin melirik ke arah An Na sebelum menjelaskan.
"An memang sering nggak percaya diri sama kemampuannya sendiri," katanya."Aku begitu?" An Na melotot jengkel pada Yoo Shin.
"Dari semua hal yang aku tau soal kamu, di sebelah mana kamu nggak mampu?" Sahut Yoo Shin, menatap An Na dalam-dalam hingga perempuan itu mendengus kesal dan mengalihkan pandangan. "Dan Ae Rae benar. Kalau masalah ini dibiarin, nggak cuma satu-dua orang yang bakal dirugikan."
"Kita semua bisa mati!" An Na menyahut tajam, menatap Yoo Shin dengan sorot marah. "Kamu nggak bisa mengarapkan kita di bantu pihak lain!"
"Aku nggak berharap di bantu siapa-siapa!" Bantah Yoo Shin. An Na tertawa meledek, tapi jelas ekspresi wajahnya masih kesal.
"Kamu mau apa kalau berhadapan sama pihak lawan? Ini kita baru menemukan seorang menteri yang terlibat! Kamu pikir tidak ada yang di atas menteri? Kamu pikir, pemimpin negara kita nggak tau soal permainan kotor ini?" An Na berdiri dan menghadap Yoo Shin. "Kamu tau banyak soal aku, tapi kamu nggak tau hal yang aku tau, Shin!"
"Kalau gitu, kenapa kamu nggak kasih tau kita aja?" Potong Jae Min.
An Na kembali menatap mereka, kini ekspresinya berubah sedih. Perempuan itu tampak berpikir sebentar, sebelum kemudian berbicara.
"Semua hal, bisnis gelap terutama, akan di laporkan kepada pemimpin negara. Entah suka atau tidak suka, kelompok 'dunia gelap' juga menyumbang untuk negara, makanya mereka di lindungi. Kalau kita berhenti disini, kita mungkin nggak akan terlibat dan hanya sebatas tau. Tapi, kalau kita lanjutkan, dan mereka merasa terusik, apa menurut kalian, mereka bakal diam saja?" Ucap An Na menjelaskan dengan nada lesu.
"Kamu takut karena pengaruh keluargamu nggak bisa ngekang mereka?" Tanya Dae Han.
An Na tampak berpikir dalam sebelum menggelengkan kepala pelan.
"Agak rumit menjelaskannya pada kalian. Tapi, yang jelas kita akan dalam bahaya. Terutama Yoo Shin," katanya."Sudah aku bilang, kita nggak akan kenapa-kenapa," sahut Yoo Shin, mencoba meyakinkan.
"Kamu bisa bilang begitu karena belum pernah ketemu mereka, kan?" Tukas An Na galak.
"Mereka ini siapa? Dan apa hubungannya sama Yoo Shin?" Tanya Ae Rae.
"Bisa kamu ngomong yang lebih jelas? Jangan berputar-putar atau bahkan penuh teka-teki?" Tambah Jae Min.
"Apa ini ada hubungannya sama tato Yoo Shin?" Celetuk Rae Hyun.
An Na mengusap wajahnya frustasi, dan Yoo Shin pun tampak enggan menjelaskan. Namun begitu, Dae Han menarik napas dalam untuk menjadi penengah.
"An, tolong jelaskan pada kami, kenapa kamu takut? Dan kenapa ini berbahaya untuk Yoo Shin? Kalau ternyata alasanmu sangat kuat, kita hentikan saja semua ini," bujuk Dae Han, yang kemudian mendapat protes dari ketiga orang yang lain.
"Oke!" An Na menyahut, menghela napas berat sebelum menjawab. "Yoo Shin masuk anggota Yakuza, dan musuh besar kita kalau ini berlanjut, adalah para Mafia!"
###
"YOO SHIN!" Dae Han langsung berteriak marah setelah mendengar pengakuan An Na. Begitu pula yang lain, tampak tidak percaya.
"Kok bisa? Gimana mungkin?" Sahut Rae Hyun, bingung.
"KAMU UDAH GILA, YA?" Seru Jae Min, tidak kalah kesal dibanding Dae Han, sementara Ae Rae menutup mulutnya kaget.
"'Demon' itu, ya?" Gumam Ae Rae, menatap Yoo Shin dengan mata membelalak.
"Nggak cuma soal culture Jepang, tapi Yakuza?" Rae Hyun menatap Yoo Shin seolah-olah lelaki itu sudah gila.
"Kita bisa lanjutin misi ini dan bikin Yoo Shin mati kalau kalian sebenci itu sama dia," ucap An Na dengan nada yang lebih keras, menembus keributan yang dia mulai dan menghentikannya.
Semua orang kini menatap An Na dengan mulut terdiam.
"Kenapa? Aku kan nggak menghakimi kalian yang benci soal apapun yang berbau Jepang?" Katanya, namun kini ekspresinya berubah datar."Sudah, nggak apa-apa," ucap Yoo Shin, menepuk pundak An Na pelan. "Dan kalian, aku ngelakuin itu karena punya alasan sendiri."
"Alasan apa?" Tanya Jae Min ingin tau. Yoo Shin hanya membalas dengan senyuman tipis dan Jae Min benci menyadari kalau terlalu banyak rahasia yang Yoo Shin bagi dengan An Na.
"Kalau begitu, kalian diskusikan saja dulu. Mau bagaimana? Lanjut atau tidak? Kalian sudah dengar pendapatku dan Yoo Shin. Kalian juga harus berpikir ulang setelah dengar fakta baru tadi. Aku mau ke minimarket untuk beli camilan!" Ucap An Na, beranjak pergi.
Rae Hyun mengikuti An Na keluar, karena perempuan itu biasanya tidak membawa uang. Sudah jadi kebiasaan baru Rae Hyun, menjadi dompet berjalan An Na.
Dae Han berusaha menenangkan diri, begitu juga Jae Min. Ae Rae yang sebelumnya berdiri di belakang Dae Han, kini beringsut mendekat.
"Boleh tanya?" Ucap Ae Rae, meletakkan satu tangannya ke bahu Dae Han sementara perempuan itu berbicara pada Yoo Shin dengan nada pelan. "Dari kapan kamu jadi anggota Yakuza?"
Yoo Shin awalnya bersikap hati-hati, tapi kemudian memutuskan untuk tidak menjawab.
"Apa karena orangtua mu?" Tanya Dae Han. Lelaki itu cukup tau sejarah kehidupan Yoo Shin yang tidak bisa dikatakan bahagia.
"Bukan," jawab Yoo Shin pendek. Terlihat dari bahasa tubuhnya kalau lelaki itu tidak mau membahas mengenai masalah keluarganya lebih jauh.
"Apa kamu tau kalau -- kami khawatir sama kamu?" Tuntut Jae Min. "Kemana kamu pergi setelah sidang hari itu? Apa saja yang sudah terjadi? Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu pikir kami nggak peduli soal itu?"
"Jae Min!" Tegur Dae Han. "Ini bukan waktunya buat itu."
"Terus kapan?" Balas Jae Min. "Sekarang saja, dia sudah jadi anggota Yakuza, Dae Han! Oke! Kita lupain soal sentimen ke Jepang! Gimana kalau pihak keamanan tau? Yoo Shin bisa di kejar atau di bunuh!"
"Makanya, An memberitahu kita. Dia ingin kita tutup mulut supaya Yoo Shin selamat," tukas Dae Han.
"Guys, beneran deh, aku nggak apa-apa. Aku nggak bakal nunjukin tatoku lagi," ucap Yoo Shin, bersamaan dengan An Na dan Rae Hyun yang kembali masuk ke studio.
"Sorry, lupa bawa dompet," ucap Rae Hyun. Lelaki itu buru-buru mencari dompetnya di dalam tas.
"Dan aku juga percaya sama An. Karena itu, aku kenalin dia ke kalian untuk bantu masalah ini," lanjut Yoo Shin.
"Hhhmmmm..." Gumam An Na, tersenyum ke arah Yoo Shin. Perempuan itu kemudian menyeret paksa Yoo Shin untuk keluar ruangan setelah memberi isyarat pada yang lain untuk menunggu setidaknya lima menit.
"Ada apa lagi, sih?" Keluh Jae Min frustasi.
"Kayaknya mereka mau berantem. Mau lihat bareng?" Tawar Rae Hyun, mengerutkan kening pada sikap kasar An Na yang baru kali ini dia lihat.
###
Haii... :)