Vote dan komen ditunggu...
###
Jae Min membuka pintu studio dan terkejut melihat Yoo Shin sedang memangku An Na di kursinya. Posisi An Na yang juga tengah menyentuh lengan kiri Yoo Shin menyentak api cemburunya.
"Kamu ngapain, sih?" Tegurnya kasar.
An Na menyeringai polos ke arahnya dan turun dari pangkuan Yoo Shin. Demi Tuhan, Jae Min benci sekali pada perempuan ini. Mungkin bukan cuma karena kecemburuannya tentang Yoo Shin, tapi juga hidup An Na itu sempurna sekali! Seolah semua hal yang diinginkan setiap manusia ada padanya.
"Oh, sedang mencari info terbaru tentang rumah judi. Alatnya sudah jadi?" Sahut An Na tenang, seolah tidak ada hal yang terjadi.
"Kayaknya nggak begitu!" Gerutu Jae Min kesal. Jae Min mengulurkan sample alat yang diminta An Na, dalam hati mengutuk perempuan yang dipercaya oleh teman-temannya itu.
"Kamu luar biasa!" Puji An Na menyeringai lebar pada Jae Min sebelum menoleh ke arah Yoo Shin. "Aku harus pergi!" Katanya, menggoyang-goyangkan alat buatan Jae Min dan Rae Hyun.
"Aku anter," Yoo Shin sudah bangkit dari kursinya, tapi An Na lebih dulu menolak.
"Nggak usah," katanya. "Kayaknya Jae Min mau bicara."
Jae Min mengerutkan kening bingung saat Yoo Shin menatapnya. An Na sendiri langsung pergi setelah menepuk pundak Jae Min singkat.
"Kamu ketemu orang macam itu dimana sih?" Jae Min kembali bersuara, tidak berusaha menyembunyikan nada dongkolnya. Perempuan itu menghempaskan pantatnya ke sofa, di belakang kursi kerja Yoo Shin.
"Kamu mau ngomong apa?" Yoo Shin balik bertanya, seolah Jae Min tidak mengatakan apa-apa.
"Aku nggak tau mau ngomong apa!" Balas Jae Min kesal. "Kan dia yang seenaknya mewakiliku!"
"Jae Min, apa kamu nggak lelah marah-marah terus?" Ucap Yoo Shin, terdengar letih.
"Duh, aku kan memang gini?" Balas Jae Min menggerutu.
"Iya, sih," sahut Yoo Shin, mengulum senyum. "Coba aja aku bisa seblak-blakkan kamu."
"Blak-blakkan apa?" Tanya Jae Min defensif.
"Kamu selalu ngomong tentang semua hal di pikiranmu. Aku juga pengin kayak gitu," jawab Yoo Shin, kembali duduk menghadap komputernya.
Jae Min menanggapi hal itu dengan gumaman pelan, agak senang karena Yoo Shin tidak menyadari perasaannya. Jae Min bergerak untuk berbaring di sofa panjang, menatap langit-langit yang di cat merah oleh Dae Han saat pertama kali studio itu di buka.
"Shin," Jae Min memanggil dan Yoo Shin menjawab dengan gumaman. "Kamu yakin, kamu nggak pacaran dengan An?"
"Iya, kenapa?" Jawab Yoo Shin pendek.
"Kayaknya kamu nggak keberatan mangku dia kayak tadi. Setelah ada An, aku ngerasa kalian ada di dunia yang beda, padahal kita sama-sama disini," sahut Jae Min kemudian. Yoo Shin tampaknya butuh waktu untuk menjawab, karena lelaki itu diam selama beberapa saat.
"Kalau kamu ngomong begitu, aku jadi bingung gimana mau jelasinnya," kata Yoo Shin kemudian. "Yang jelas, kami nggak ada hubungan apa-apa."
"Kenapa nggak ada? Kamu suka kan sama An?" Jae Min menggigit bibir bawahnya. Pertanyaan itu melesat keluar dari mulutnya dengan nada tajam yang tidak bisa dia tahan. Meski begitu, kebenaran yang baru saja dia ucapkan melukai hatinya.
"Aku suka," Yoo Shin menjawab sambil membuang napas panjang. "Kamu juga aku suka. Ae Rae pun begitu. Kalau kamu pikir aku suka pada An karena membiarkan dia duduk dipangkuanku, itu cuma semata-mata karena aku malas berdebat. Kamu iuga boleh kalau kamu mau,"
"Mau apa?" Tanya Jae Min terperangah. Mendadak, isi otaknya kalang kabut mendengar ucapan Yoo Shin.
"Duduk di pangkuanku," jawab Yoo Shin dengan wajah tenang. Bagaimana mungkin dia bisa bergitu?
"Dasar orang gila!" Umpat Jae Min, melepari wajah Yoo Shin dengan bantal sofa.
###
Iya, Jae Min benci sekali pada An Na. Sebenarnya, kali ini tidak ada hubungannya dengan Yoo Shin. Setelah memastikan alat komunikasi mereka bekerja dengan baik, rencana selanjutnya pun segera di jalankan.
Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang organisasi perjudian yang menyeret keluarga Dae Han, malam itu juga mereka pergi ke sebuah club. An Na berencana menjadikan para perempuan alat pancing yang akan mencari informasi dari pemegang kekuasaan di rumah judi yang pertama. Sementara itu, para lelaki akan mengawasi mereka dan bertindak jika ada sesuatu yang membahayakan.
Yang membuat Jae Min begitu marah adalah, karena An Na menjadikan dia kail pancing utama. Katanya, Jae Min punya pesona yang luar biasa. Selain itu, Ae Rae yang pernah bekerja di rumah judi akan menarik perhatian yang tidak perlu, begitu pula An Na. Yah, Jae Min sedikit merasa lega setelah Yoo Shin di tugaskan untuk menjaganya.
Dengan memakai gaun merah pendek, tanpa lengan dan kelap-kelip, rambut panjang di gerai setelah mendapat perawatan, stiletto sialan yang nyaris membuatnya patah kaki, Jae Min mendekati seorang pria hidung belang yang sedang dikerumuni tiga wanita penghibur. Yoo Shin mengawasi tidak jauh dari posisi lelaki itu duduk.
"Bisa pesan, kan?" Jae Min bertanya pada satu wanita penghibur yang ada di sana.
"Kamu bisa langsung ke bar," jawabnya, protes.
"Aku terlalu malas," jawab Jae Min, menunjukkan selembar uang dengan nilai tinggi ke perempuan itu. "Tips untukmu?"
Raut wajah wanita penghibur itu pun berubah lebih ramah.
"Mau pesan apa?" Tanyanya."Rekomendasimu saja," balas Jae Min, memberikan kartu kreditnya yang telah diisi uang untuk rencana hari ini. Wanita penghibur itu tersenyum miring dan beranjak dari sofa.
"Hei! Kamu mau kemana?" Pria jelek, pendek dan botak, kerempeng itu memprotes ditengah mabuknya.
"Aku akan kembali sebentar lagi, Sayang!" Suara manis yang dibuat oleh wanita penghibur itu membuat Jae Min nyaris muntah. Kedua teman dari wanita penghibur itu ikut membantu menenangkan pelanggan mereka yang rewel.
"Siapa kamu? Aku baru pertama kali melihatmu disini!" Pria itu memicingkan mata saat melihat Jae Min.
"Seseorang yang sedang bosan," jawab Jae Min, menyula rambut panjangnya dan mengibaskannya ke belakang, menunjukkan leher jenjang, bahu dan kulit putihnya yang terekspos. "Kulihat, kamu sedang bersenang-senang."
"Ha! Duduk lah denganku, akan aku ajari kamu cara bersenang-senang, Nona Manis!" Pria itu mendorong salah satu wanita penghiburnya menjauh, memberi tempat untuk Jae Min menyempil.
Jae Min tersenyum, dalam hati menyumpahi An Na. Tubuhnya terasa kaku oleh perasaan jijik, tapi dia tau dia harus melakukan ini. Jadi, Jae Min pun mendekati orang itu.
"Aku suka mendengar cerita yang mendebarkan! Kamu punya itu, Sayang?"
Yun An Na, kamu akan mati setelah ini! Batin Jae Min geram.
###
Mau double update nggak?