17

247 38 15
                                    

"An," suara Dae Han langsung terdengar saat An Na dan Yoo Shin kembali ke dalam studio. Si pemilik nama pun menoleh ingin tau, sementara Yoo Shin lebih dulu menyadari kalau ada yang tidak beres.

"Ada yang nggak beres?" Mata Yoo Shin beralih dari Dae Han ke Rae Hyu dan Ae Rae, sementara Jae Min belum juga kembali.

"An, kamu punya orang lain yang mau beli lukisan?" Dae Han tidak mempedulikan Yoo Shin, dan bicara pada An Na yang sekarang sepertinya sudah menyadari sesuatu hanya dari ekspresi wajah Dae Han.

"Punya," jawab An Na tenang. Perempuan itu duduk di sofa di depan Dae Han. "Mau jual lukisan apa?"

"Rae Hyun? Ae Rae?" Yoo Shin mendesak kedua orang lain karena tampaknya Dae Han tidak berniat menjelaskan.

Ae Rae menghela napas panjang sebelum melirik Dae Han yang tampak tidak peduli dan justru membahas lukisan dengan An Na.

"Kalau tebakkan ku benar, orangtuanya terjerat hutang judi lagi," kata Ae Rae pelan. "Dan uang untuk bayar sekolah, nggak dibayarkan sama Min Gi."

"Laporin orangtua mu ke polisi!" Ucap Yoo Shin, menatap Dae Han dengan bersungguh-sungguh.

"Kamu pikir itu bakal mengubah apa?" Sahut Dae Han, berteriak marah. "Kalau orangtuaku masuk penjara, Min Gi bagaimana?"

An Na menahan dada Dae Han karena lelaki itu berdiri seperti hendak menantang Yoo Shin berkelahi. Di lain sisi, Ae Rae juga mencengkram lengan Dae Han. Yoo Shin sendiri tidak punya jawaban atas hal itu.

"Tenang teman-teman," Ae Rae berbicara, melirik Dae Han tajam. "Dae Han, Yoo Shin hanya khawatir padamu."

"Bukannya kamu sudah cukup umur untuk jadi wali adikmu?" Sahut An Na.

"An, menjadi wali seseorang nggak semudah itu. Apalagi ini seorang Min Gi! Kan kamu sudah tau bagaimana dia?" Sahut Yoo Shin, mengingatkan.

Dae Han menghela napas panjang, akhirnya berhenti memelototi Yoo Shin, sementara itu kening An Na berkerut.

"Menurutku, masalah lain lebih mudah di atasi. Hanya tinggal Dae Han mau memenjarakan orangtuanya atau tidak," ucap Rae Hyun yang sejak tadi tampak tenang-tenang saja.

"Oh? Begitu, ya?" Sahut Dae Han menggerutu, kembali duduk di sofanya setelah merasa sedikit tenang.

"Tetap nggak semudah itu, Rae Hyun," Yoo Shin membela Dae Han. "Min Gi itu nakal sekali. Kamu bahkan tau kalau dia nggak bayar uang sekolah, padahal sudah di beri. Dan kondisi Dae Han sendiri masih pas-pasan untuk hidup seorang diri."

"Hei, aku ada ide!" Ujar An Na, mengangkat tangan seperti murid teladan. "Bagaimana kalau Min Gi di titipkan di rumahku? Sebastian pasti akan bantu!"

"Sebastian?" Tanya Ae Rae bingung.

"Salah satu orang kepercayaan di rumahku," jawab An Na. "Kamu bisa berkunjung kapanpun kamu mau untuk mengecek keadaan Min Gi. Dan Min Gi bisa belajar dan di jaga oleh Sebastian!"

"Wah! Ide bagus!" Sahut Rae Hyun, menyeringai ke arah An Na.

"Dae Han! Itu jalan keluar terbaik!" Ucap Ae Rae setuju.

"Lalu, bagaimana dengan orangtuamu? Apa mama mu akan setuju?" Dae Han bertanya pada An Na, wajahnya yang tampak berpikir membuat An Na tertawa geli.

"Tenang saja! Mama ku jarang berada di rumah! Kalau pun iya, dia nggak mungkin sadar ada satu karyawan tambahan!" Jawab An Na.

"Karyawan tambahan?" Ae Rae melotot kaget. Dia kira, An Na akan memperlakukan Min Gi dengan istimewa!

"Itu kalau Dae Han mau," sahut An Na, mengangkat bahu. "Untuk seseorang diusia remaja seperti Min Gi, pelajaran disiplin itu harus secara keras dan terus menerus. Kita lihat saja, adikmu pasti akan berubah walaupun mungkin hanya sedikit?"

"Keluargamu akan kena pasal ekploitasi anak di bawah umur kalau begitu!" Tegur Yoo Shin.

"Lo? Apa salahnya? Kan cuma secuil dari apa yang sudah keluargaku lakuin? Nggak akan kenapa-napa!" Jawab An Na, mengibaskan tangan meremehkan.

"Ngomong-ngomong, dimana Jae Min? Kalian berdua nggak ketemu dia di luar?" Rae Hyun tiba-tiba mengubah arah pembicaraan, baru sadar kalau kelompok mereka kurang satu orang.

###

Apanya yang cuma teman? Tidak perasaan sama sekali? Bullshit! Jae Min berjalan cepat tak tau arah keluar dari bengkel setelah melihat kemesraan Yoo Shin dan An Na di ruang penyimpanan SST.

Hatinya terasa luar biasa sakit, hingga matanya berair dan berlari beberapa kilometer pun belum bisa meredakan kecewanya.

Kalau memang mereka punya hubungan special, kenapa tidak katakan saja? Dengan begitu, Jae Min bisa lebih mudah menerimanya. Kenapa harus ditutupi segala?

Apa alasan mereka melakukan ini?

"Jae Min? Kenapa kamu menangis?" Suara lembut seorang wanita membuat Jae Min mendongak. Perempuan itu mengenali wajah ibu Rae Hyun yang sedang menatapnya khawatir.

Dia menangis?

"Apa Rae Hyun melakukan sesuatu padamu?"

Jae Min ingin menyangkal, tapi tangannya lebih dulu memeluk tubuh wanita yang diakuinya sebagai ibu kedua itu.

"Bibi!!" Ucapnya, hendak mengadu, tapi tidak tau apa yang harus diucapkan. Bukankah memalukan menceritakan patah hatimu pada seseorang? Apalagi, ibu Rae Hyun juga mengenal Yoo Shin.

"Astaga! Ada apa? Dimana Rae Hyun? Biar bibi marahi dia untukmu!" Ibu Rae Hyun mulai mengomel sendiri.

"Dia di studio, bersama yang lain," jawab Jae Min, memberi jawaban setelah merasa sedikit lebih baik.

"Jae Min?" Kedua perempuan itu menoleh saat mendengar suara Yoo Shin memanggil. Lelaki itu tampak bingung melihat ibu Rae Hyun ada di sana, kemudian ekspresinya berubah khawatir saat melihat Jae Min menangis.

"Kamu kenapa?" Rae Hyun yang bersama Yoo Shin tampak heran melihat Jae Min di peluk ibunya dalam keadaan sedang menangis.

"Dasar anak nakal!" Tiba-tiba ibu Rae Hyun menghardik, memukul punggung Yoo Shin dan Rae Hyun berulang kali karena kesal. "Apa kalian berdua nggak bisa berhenti berbuat jahat pada Jae Min? Jae Min itu perempuan, tau?"

"Aduh! Bu! Apa salahku?" Protes Rae Hyun, sementara Yoo Shin berjengit kesakitan tiap kali tangan ibu Rae Hyun mengenai tubuhnya.

"Bersikap baiklah pada Jae Min, Anak Bodoh!"

Jae Min tau, Rae Hyun sama sekali tidak bersalah dalam hal ini, namun, melihat kedua lelaki itu kena pukul dan omelan dari ibu Rae Hyun membuat perasaan Jae Min menjadi jauh lebih baik. Terutama saat melihat Yoo Shin sama sekali tidak berkutik. Bukankah itu sesuatu yang bagus?

"Ibu! Aku bahkan nggak tau kenapa Jae Min menangis! Kami ini sedang cari dia yang tiba-tiba hilang!" Rae Hyun mencoba membela diri.

"Kamu terlalu banyak alasan!" Ibu Rae Hyun tidak mau mendengar. "Jae Min, bawa makanan ini dan bagi dengan yang lain. Kecuali dua anak bodoh ini!"

Jae Min menahan tawa melihat ekspresi kedua temannya itu, kemudian mengambil bungkusan makanan yang di bawa ibu Rae Hyun.

"Terimakasih, Bibi. Tolong marahi mereka untukku!" Ucap Jae Min dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin.

Rae Hyun dan Yoo Shin tampak syok, agak memprotes, namun Jae Min berlalu sambil menjulurkan lidah pada mereka ketika ibu Rae Hyun tidak melihat.

###

Haiii...
Lama tidak berjumpaaa...
Ada yang nungguin? Maaf ya lama...

ACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang