"Yash."
Yash menghentikan langkahnya. Memandang ke arah suara tanpa ekspresi. Tak membuat wanita yang memanggilnya itu takut, wanita itu malah melangkah mendekati Yash.
"Dari mana saja kau?"
"Apakah itu penting, Ma?" Bukannya menjawab, dia malah balik bertanya dengan mimik wajah acuh.
"Iya, karena kamu anak mama, Yash."
"Maaf, Ma. Saat ini aku sedang pusing. Yash mau ke kamar."
Ya, wanita itu adalah Dira--mama Yash. Sejak kemarin dia menunggu anak sulungnya itu pulang. Pasalnya sejak ke pulangannya dari luar negeri, dia sama sekali tak melihat Yash.
Memang Yash dan orang tuanya tinggal berpisah. Orang tuanya memilih tinggal di Kanada sedangkan Yash memilih memulai usaha bisnisnya di Mumbai.
Yash adalah seorang anak laki-laki yang mandiri dari kecil sehingga membuatnya jarang sekali berkomunikasi dengan keluarganya, dia lebih memilih menanggung semua permasalahannya sendiri. Hanya ada tempat dia mengadu, yaitu pengasuhnya dari kecil.
Akan tetapi, dia telah lama meninggal. Sejak itulah Yash lebih memilih bungkam dari permasalahan yang menerpanya. Siapa di dunia ini tak ada masalah? Pastinya ada dan berbeda-beda, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tak terkecuali adalah Yash yang juga merupakan makhluk ciptaan Tuhan.
Tampak Dira gelisah. Kembali dia memanggil Yash, tetapi panggilan itu tak membuat sang empu sadar akan lamunan dan pikirannya, dia malah melanjutkan langkahnya hingga menghilang dari pandangan wanita itu.
Pria yang bernama Rehan hanya menggelengkan kepala pelan. Seorang Rehan sudah pasti mengetahui sifat dari sahabatnya itu.
"Sudahlah, Bi. Biar aku saja yang berbicara padanya."
Rehan memegang bahu Dira yang kelihatan dari ekspresinya dia sedang khawatir akan Yash. Bagaimana tidak khawatir? Wajah yang babak belur, belum lagi pakaian yang acak-acak membuatnya berpikir bahwa anak laki-lakinya itu sedang tidak baik-baik saja.
"Yang benar, Han?"
Rehan mengangguk. "Iya, Bi," jawabnya.
"Bibi sangat khawatir padanya."
"Iya, Bi. Iya. Nanti aku tanya dia kenapa. Oke?"
"Nanti jangan lupa kabarin bibi, ya?"
Rehan hanya mengangguk. Dia memberikan isyarat agar Dira duduk kembali ke sofa.
"Serahkan saja semuanya ke Rehan. Bibi tidak perlu khawatir. Terpenting sekarang, Bibi istirahat."
"Baiklah. Bibi permisi ke kamar dulu."
"Iya, Bi." Rehan mengangguk dan mempersilakan Dira pergi menuju kamarnya untuk beristirahat.
* * *
Dua bulan sudah berlalu, tampak seorang wanita baru saja sampai di sebuah kontrakan sederhana. Kontrakan itu diampit oleh beberapa kontrakan yang lainnya.
Dia terduduk lemas di kasur dengan pandangan lurus ke depan. Kejadian dua bulan lalu tiba-tiba teringat olehnya. Bagaimanapun juga itu semua tak mudah untuk dilupakan, apalagi durasi kejadian itu baru terlewatkan dua bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly
RandomKisah ini berawal pada kejadian yang tak akan Ananya lupakan. Niatnya menolong orang berakhir pada pemerkosaan dan pengambilan mahkota berharganya. Bukannya mendapat pertanggungjawaban dari si pemerkosa, dia malah dituduh yang tidak-tidak. Belum la...