* * *
Tampak Ananya kini sedang berada di kamar kontrakannya. Cukup luas dengan jendela yang mengarah langsung keluar hingga bisa memperlihatkan dengan jelas pemandangan luar.
Ananya perlahan mengeluarkan barang-barangnya dari dalam tas untuk diletakkan dan disusun dengan rapi sesuai kemauannya sendiri. Tak terasa senyumnya terukir tak kala melihat sebuah fotonya bersama kedua orang tuanya.
"Ananya ...." Terdengar samar-samar suara Rena yang memanggil dirinya.
Ananya membalikkan tubuh menatap pintu kamar. "Iya. Aku di kamar," sahutnya.
Pintu kamar terbuka dan masuklah Rena dengan memakai pakaian rapi serta tas kecil yang tergantung di bahunya. Ananya menaikkan satu alisnya. Raut wajah memperlihatkan bahwa dirinya sedang bingung kepada Rena.
"Kamu mau ke mana, Rena?" tanya Ananya.
Dia melangkah mendekati Rena sembari menatap temannya itu dari ujung kaki sampai ujung kepala. Rena yang dilihat oleh Ananya juga tampak kebingungan.
"Lah? Kamu lupa atau tidak tahu?" tanya balik Rena yang hanya dijawab oleh raut wajah bingung pertanda bahwa orang yang diajak bicara tak tahu maksud dari ucapannya.
Rena memutar netranya. "Kamu kan mau interview kerja. Masa kamu lupa?" kesalnya.
Ananya terbelalak dengan mulut yang ternganga. "Hari ini? Memang bisa?"
"Bisalah, Ananya. Kan tempat aku kerja itu di club. Jadi, club itu buka 24 jam," jelas Rena sembari menggerak-gerakkan tangannya, seperti seorang presenter di sebuah stasiun televisi saja.
Ananya mengangguk. "Sekarang nih kita pergi?"
Rena lagi dan lagi memutar netranya malas. "Bagaimana jika tahun depan saja?" tanya asalannya.
"Oh, iya. Tidak apa-apa, tapi aku tidak ada kerjaan. Hmmm, jadi, kamu mau ke mana?" tanya Ananya polos.
Rena mendengkus kesal. "Iya mau pergi temenin kamu interview lah!"
"Lah? Bukannya interview-nya tahun depan?"
"ih, tidak, Ananya ... hari ini ...! Ih, pengen banget aku buang kamu ke sungai Gangga sana."
Ananya terkekeh. Kakinya kini kembali melangkah mendekati tas besar miliknya untuk mengambil keperluan yang akan dia bawa, seperti tas jinjing, handphone, dan lain sebagainya.
"Ayo, kita berangkat," ajak Ananya.
Rena mengangguk demi mengiyakan ajakan temannya itu. Mereka pun melangkah keluar dan pergi ke tempat kerja Rena yang kelak akan menjadi tempat kerja Ananya juga dengan menggunakan sepeda motor milik Rena.
* * *
"Selamat, Ananya. Kau diterima bekerja di sini."
Ananya yang mendengar hal itu tentu merasa bahagia. Spontan dia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.
"Apakah Bapak serius menerima saya bekerja di sini?"
Pria yang menjabat sebagai manager di club itu tersenyum sembari menganggukan kepala pertanda bahwa pertanyaan Ananya itu dibenarkan.
"Mulai sekarang kamu akan mulai bekerja di sini. Berdandanlah dengan rapi, karena pemilik club ini akan datang."
Ananya terbelalak saking tak percayanya. Dia tak menyangka jikalau nasib baik sedang berpihak padanya. Tidak butuh waktu lama dia sudah dapat bekerja di club yang megah dan luas ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly
RandomKisah ini berawal pada kejadian yang tak akan Ananya lupakan. Niatnya menolong orang berakhir pada pemerkosaan dan pengambilan mahkota berharganya. Bukannya mendapat pertanggungjawaban dari si pemerkosa, dia malah dituduh yang tidak-tidak. Belum la...