20

285 10 0
                                    

* * *

Hari ini pagi-pagi sekali Ananya sudah pergi ke butiknya. Tak dengan siapa-siapa. Dia lebih memilih memakai angkutan umum. Risfha sendiri izin tak bisa menemani Ananya karena ibunya mendadak sakit.

Sebagai teman sekaligus rekan kerja yang saling membutuhkan, Ananya dengan mudah memperizinkan Risfha mengingat bahwa ibu Risfha sedang sakit.

Di sinilah Ananya sekarang.  Ruangan yang sepi, tak ada siapa-siapa. Hanya ada keheningan yang diterpecahkan ketika dua benda saling bertemu.

Hari ini memang seharusnya libur sehingga karyawan tak masuk, tapi berhubungan Ananya memang lebih menyukai tempat ini jadi dia memilih bekerja sendirian saja.

Tiba-tiba saja notifikasi mendadak masuk di ponsel genggamnya saat Ananya sedang menggunting sebuah kain yang akan dia gunakan saat ini. Matanya melihat seseorang mengirim pesan singkat yang dia baca sesaat benda yang dia pegang kini ditaruh pada sembarang tempat.

[Hai, Ananya. Apakah ini adalah nomormu?]

Alis Ananya menukik karena si pengirim pesan tak memiliki informasi lebih jelas, tapi mengapa dia mengenal namanya? Penasaran sedang mengambil alih benak Ananya kali ini.

[Kau siapa?] balas Ananya.

Setelah mengirim itu dua centang terlihat di sana. Tak pakai lama, centang itu berubah biru tandanya si penerima sudah membaca chat darinya.

[Temui aku di Cafe Khan]

Ananya yang penasaran langsung bergegas mengambil benda miliknya, tak terkecuali tas yang dia bawa tadi.

Dia berjalan gontai menuju luar butik, tapi sebelum itu dia memesan taksi online untuk membawanya ke tempat tujuan.

Taksi sudah datang dan Ananya langsung masuk. Tanpa bicara apa-apa, si supir tadi langsung menyetir ke tempat yang sudah dibilang oleh Ananya.

Setelah sekian lama akhirnya taksi itu sudah berhenti pada sebuah cafe yang telah menjadi tempat janjian Ananya dengan orang misterius itu.

"Ini uangnya, Pak. Terima kasih."

"Tapi ... kembaliannya, Nyonya?"

"Ambil saja." Ananya langsung memasuki tempat itu.

Netranya menerawang setiap titik yang dicarinya, tak ada siapa-siapa yang dia curigakan. Namun, seorang wanita melambaikan tangannya hingga membuat Ananya mengerutkan keningnya.

Sangat tak puas saat melihat orang yang melambai tadi dari jauh sehingga dia memutuskan untuk melangkah lebih dekat. Nampak seorang wanita yang tadinya duduk di jendela cafe itu kini telah berdiri dengan senyum merekah.

"Hai, Ananya. Apa kabar?" sapanya kepada Ananya.

Bukannya menjawab. Ananya malah mengerutkan dahinya dalam dan langsung menghamburkan pelukannya kepada si wanita itu.

"Rena ... a--aku baik," lirih Ananya.

Dia melepaskan pelukan itu berupaya memberi peluang untuk Rena bernapas. Dia sangat rindu akan sosok Rena--sahabatnya.

"Kau apa kabar?" tanyanya balik.

"Aku baik," jawab Rena dengan senyum yang mengembang.

Rena mendudukkan bokongnya ke kursi cafe itu sedangkan Ananya masih tak percaya kalau dia akan kembali bertemu dengan sahabatnya itu.

"Silakan duduk," ujar Rena memecahkan pandangan kosongan Ananya.

"Ah, dari mana kau dapat nomor ponselku?" Ananya duduk, tapi wajahnya masih kebingungan yang tampaknya mendalam.

ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang