"Mengapa kau di sini?" tanya Ananya tak percaya.
Yash membuang wajah. Bokongnya dia dudukan ke atas sofa di ruangan itu. Gaya duduknya terlihat arogan dengan sebelah kaki yang dia angkat bak bos besar.
"Tuangkan aku air itu!" perintah Yash dengan mimik wajah dingin. Sedingin sifatnya di depan orang yang tak dekat dengannya.
Ananya melirik air di atas meja tepat depan Yash. Ada rasa ingin menolak, tapi dia tidak ingin melakukannya. Seolah tak benci, dia melangkah mendekati meja itu.
"Reo," panggil Yash kepada salah satu bodyguard yang berjaga di depan pintu.
Pria yang menjabat sebagai anak buah Yash itu terlihat gagah dengan tubuh yang besar. Ananya sekilas memandang bodyguard itu, tapi dia kembali fokus pada pekerjaannya sekarang.
"Bawakan aku alkohol yang sama persis seperti itu," tunjuk Yash pada pecahan botoh minuman yang dibawa oleh Ananya.
Ananya hanya menguping pembicaraan mereka sembari menuangkan air dengan berhati-hati supaya tak membuat kesalahan.
Jujur saja, Ananya ingin menghindar. Akan tetapi, dia tak bisa melakukan itu. Saat ini dia butuh uang. Persediaan uangnya hanya sedikit, cukup untuk makannya saja.
Mengalah bukan berarti kalah atau memaafkan kesalahan, tetapi dia lebih bertindak dewasa dan tak terlalu gegabah. Toh, dirinya juga yang repot nantinya.
Ada benarnya kata Rena, bahwa mencari pekerjaan di zaman sekarang itu tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi mengingat bahwa dia hanya lulusan sekolah menengah terakhir. Berniat untuk kuliah, tapi gagal karena ekonomi yang tak memadai.
Mata Yash kini tertuju pada Ananya yang sangat teliti dalam bekerja. Ingatan dia soal kejadian dua bulan lalu masih teringat di pikiran. Dia secepat mungkin menepis itu semua kala Ananya memanggilnya.
"Ini minumnya, Tuan."
Yash menyambutnya. "Terima kasih. Kau boleh pergi."
"Tapi, Tuan. Saya disuruh Pak Boy untuk melayani Tuan minum." ucap Ananya menyebut nama Pak Boy yang menjabat sebagai managernya.
"Tidak perlu. Sejak kapan kau bekerja di sini?"
"Ini adalah hari pertama saya bekerja."
Yash meneguk air yang ada di tangannya sebelum berujar, "kalau begitu, maka gaji kau akan aku naikan dan---"
"Aku tidak butuh itu. Aku hanya butuh pekerjaan ini," potong Ananya tanpa ekspresi.
Tentu anak buah yang melihat itu terkejut seketika. Seorang Yash dipotong pembicaraannya saat bicara? Itu tak pernah terjadi sebelumnya.
Ananya tak menyadari akan tatapan aneh dari semua mata yang tertuju padanya pun hanya acuh.
Saat sebelum dia pergi. Ananya berujar, "kalau seperti itu saya undur diri. Terima kasih. Senang berjumpa denganmu, Tuan."
Sepeninggalan Ananya, Yash tampak kesal. Dia melempar gelas yang tadinya berada di tangannya ke sembarangan arah. Dentuman bergema dari benda itu memekakkan telinga yang mendengarnya. Akan tetapi, itu tidak membuat Yash risih.
* * *
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Sudah kurang lebih seminggu lamanya Ananya bekerja di club sebagai pelayan dan sesekalian tukang bersih-bersih. Lebih baik dia menjadi tukang bersih-bersih daripada menjadi pelayan pria.
Saat pertama kali hingga sekarang dia bekerja di sana, selama itu pula dia tidak pernah sama sekali membuat kesalahan sekecil apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly
RandomKisah ini berawal pada kejadian yang tak akan Ananya lupakan. Niatnya menolong orang berakhir pada pemerkosaan dan pengambilan mahkota berharganya. Bukannya mendapat pertanggungjawaban dari si pemerkosa, dia malah dituduh yang tidak-tidak. Belum la...