"Kamu dari mana? Kenapa bisa disini?"
Senja tertawa sebentar lalu menjawab. "Lagi ziarah ke makam temen, kebetulan lewat daerah sini jadi sekalian mampir. Kamu, sendiri?"
"Ah, yang tadi makam Mama saya, jadi.. ya begitulah."
Senja mengangguk mengerti, keduanya berjalan beriringan meninggalkan tempat pemakaman umum tersebut sambil berdiam tanpa bicara, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Akasa memegang payung, memayungi dirinya dan Senja. Posisi mereka sangat dekat, bahu mereka bahkan menempel.
Saat sudah sampai dibawah pohon tempat mereka parkir kendaraan, keduanya sama-sama masih terdiam dan bingung harus bagaimana.
"Kamu masih ada kegiatan setelah ini?" tanya Akasa akhirnya setelah sedari tadi sempat berdebat dengan egonya.
Senja menatap Akasa, "Kayaknya habis ini mau balik, kenapa?"
"Kamu udah makan siang? Mau berteduh dulu di warung makan bareng saya nggak?"
Senja tanpa berpikir akhirnya mengangguk menyetujui ajakan Akasa. Dua-duanya mengendarai motor, Akasa memimpin jalan dan Senja mengikutinya dari belakang. Dua manusia itu sama-sama kikuk di pertemuan kedua, entahlah kenapa.
Sekitar 100 meter dari tempat pemakaman umum tersebut memang ada warung makan, warung makan sederhana yang dengan dinding papan berwarna coklat. Senja mengambil posisi pojok duluan sementara Akasa pergi memesan, setelahnya si tampan menghampiri Senja sembari menggosok-gosokkan tangan karna kedinginan.
"Padahal sebelumnya cerah loh, tapi tiba-tiba hujan," kata Senja membangun obrolan.
Akasa tertawa pelan, tawa yang terlihat menyedihkan. "Langit memang menyebalkan, mengubah keadaan bumi semuanya."
Akasa tau, pasti Senja telah melihatnya menangis, dia pasti sudah dianggap lebay oleh Senja. "Kalo tadi liatnya dengan jelas, tolong dilupakan aja yaa."
Senja menatap sesaat, detik kemudian paham dan mengangguk. "Menangis tidak membuat seseorang lemah, tangis itu adalah rasa. Lagian, nggak ada undang-undang yang ngelarang laki-laki nangis."
"Ya tetep aja, saya rasanya kayak banci banget."
"Enggak kok.. udah lupain aja!"
Keduanya kembali hening, hingga ibu-ibu pemilik warung datang dengan dua cangkir teh hangat dan dua piring nasi campur. Tanpa lupa mengucapkan terima kasih, Senja serta Akasa tersenyum ke arah ibu-ibu itu sebentar lalu mulai memakan makanan mereka.
Di sela-sela kunyahannya, Akasa tiba-tiba menyeletuk. "Kamu udah liat saya nangis, berarti kamu harus jadi teman saya. Biar rahasia ini nggak bocor ke siapa-siapa."
"Heh, kamu takut saya bocori?" tanya Senja yang kemudian tertawa kecil. "Lagian, kita udah ketemu dua kali, canggung banget kalo tetep saling panggil Saya-Kamu. Ayo ganti jadi Elo-gue biar keren."
Akasa menangguk sebagai jawaban, "Oke... jadi Senja, elo nggak boleh bocorin ini ke siapapun!"
"Iya-iya, dokumen negara sangat rahasia nih ceritanya?"
Cerita mereka terus berlanjut, bahkan semakin banyak obrolan tentang diri mereka masing-masing. Suara mereka tidak kalah dari derasnya air hujan, bersahut-sahut walau tak jarang Akasa bertanya berulang kali karna tidak dapat mendengar apa yang Senja katakan.
"Elo suka hujan nggak?" tanya Senja pada Akasa setelah topik pembicaraan mereka tentang ikan buntel selesai dan makan siang mereka juga selesai.
Akasa menggeleng, "Gue benci semuanya tentang langit, kecuali senja."
Senja tersenyum pelan, tentu dia dengar semuanya tadi ketika Akasa sedang berbicara dengan nisan sang Mama. Senja juga dengar ketika namanya di sebut, makanya ia langsung menoleh dan mengenali bahwa itu adalah Akasa, laki-laki yang bertemu dengannya kemarin sore.
"Akasa, entah langit ataupun seluruh dunia sekalipun lo anggap jahat dan lo benci, percayalah akan ada seorang yang tuhan kirim buat bikin elo lupa sama itu semua."
Akasa tertawa getir, "Ja, bahkan sampe saat ini nggak ada yang dateng ke gue."
Senja menarik Akasa ke luar warung setelah mereka selesai membayar, padahal hujan semakin deras dan Senja terus menarik Akasa. Bahkan motor mereka yang masih berada di depan warung makan tadi.
"Senja, kita mau kemana?"
Senja menoleh dan tersenyum lembut ke arah Akasa. "Gue yang tuhan kirim buat bikin lo lupa sama masalah lo sejenak Sa." Akasa terus menatap Senja dengan tatapan yang sulit diartikan, Senja tetap menarik Akasa hingga mereka tiba di taman yang tidak terlalu jauh dari letak rumah makan tadi.
"Gue bakal bikin lo lupa, kalau sebenarnya elo benci langit dan seisinya. Ayo main hujan bareng gue!!"
Senja menari di bawah hujan, menarik tangan Akasa untuk turut bersamanya. Di derasnya air yang menetes dari balik awan, Akasa menatap Senja dan kemudian menemukan sesuatu yang dia cari, yaitu tentang kebahagiaan.
Apakah memang kebahagian itu ada pada Senja? Perempuan yang baru bertemu dengannya dua kali.
Harusnya kemarin update, tapi seharian di kosanku mati lampu:")
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dan Langit [✓]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] Terbit di Ralafa Publisher. Senja adalah bagian dari langit, dan langit adalah bagian dari Senja. Mereka tidak akan pernah berpisah karna keduanya adalah satu kesatuan. Senja Maharani juga berharap kisahnya dengan Akasa Chandrakala ju...