Senjaku Pergi

232 18 1
                                    




Hari demi hari berlalu, tidak sebentar Senja dan Akasa menghabiskan waktu bersama. Keduanya terlampau nyaman satu sama lain.

Tapi, ada yang tidak seimbang disini.

Senja tahu segalanya tentang Akasa, tapi Akasa bahkan tidak tahu tanggal ulang tahun Senja. Senja tergolong sebagai pribadi yang benar-benar tertutup terlepas dari ia sangat ramah pada orang-orang. Senja enggan bercerita banyak, dan Akasa tidak seperti Senja yang dapat memahami orang hanya dari melihat mimik wajahnya.

Dari lubuk hati Akasa yang paling dalam, ia sudah sangat nyaman bersama Senja dan ingin hubungan yang lebih serius dari pada hanya teman atau patner memotret matahari terbenam. Akasa ingin lebih dari itu. Senja begitu memahaminya, sementara Akasa tidak tahu apa-apa tentang Senja.

Tapi Akasa tidak bisa memaksakan apa-apa, karna saat Senja meneleponnya Pagi ini, Akasa langsung meluncur ke tempat gadis itu.

"Boleh nggak gue jalan-jalan sama lo, seharian?"

Akasa menyetujui tanpa berpikir panjang, kebetulan hari ini ia libur kerja dan tidak punya kesibukan lain. Jarang-jarang Senja mengajaknya seharian, padahal biasanya mereka hanya akan menghabiskan waktu saat sore hari saja.

Mereka berjalan-jalan dengan motor Akasa seperti biasanya.

Hari itu mereka memulai dengan mengelilingi taman kota, Senja membawa kameranya dan memotret pemandangan taman, juga memotret tubuh tegap Akasa secara diam-diam.

Saat siang, Senja mengajak Akasa ke salah satu Mall di kota, mereka bermain timezon, saling tertawa. Akasa bisa melihat guratan bahagia yang melimpah pada wajah Senja.

Dan ketika Sore, dua insan itu memutuskan untuk mengabiskan hari dengan menikmati pemandangan kota dari atas bukit. Bukitnya tidak terlalu jauh dari kosan Senja, hanya sekitar 5 menit ditempuh dengan motor beat biru milik Akasa.

Semilir angin menerpa wajah keduanya, sama-sama hanya sibuk menatap pemandangan kota dari atas. Senja sesekali memotret menggunakan ponsel dan mengunggahnya di media sosial.

Akasa memperhatikan Senja, ingin sekali Akasa tahu apa yang sedang gadis itu rasakan. Tentang alasan mengapa gadis itu mengajaknya jalan-jalan seharian dan mengapa ia terlihat sangat bahagia.

Bertanya? Akasa orang yang pengecut, ia juga takut Senja merasa tidak nyaman. Selain itu Akasa tidak tahu, ia tidak peka bahkan kepada dirinya sendiri.

"Gue penasaran sama semua yang ada di diri lo tanpa elo kasih tau, tapi gue nggak peka dan nggak bisa jadi cenayang kaya elo Ja."

Terkeluar sudah, semua yang Akasa simpan di benaknya. Tadinya ia tidak bermaksud, namun entah mengapa lisannya mengambil alih atas dirinya tanpa persetujuan.

Senja menoleh sebentar, lalu tersenyum simpul. "Lo nggak harus tau semua tentang gue, dengan adanya elo di sisi gue setiap saat, udah lebih dari cukup."

Bukan itu jawaban yang Akasa inginkan dari Senja, semua yang ada di otaknya masih ambigu dan malah bertambah parah karna jawaban barusan.

"Bukannya kita temen? Lo tau segalanya tentang gue, tapi gue bahkan nggak tau kapan elo ulang tahun. Lo hari ini bahagia banget, tapi gue nggak tau alasan elo bahagia."

Senja bungkam, entah mengapa mulutnya sangat kaku untuk menjawab pertanyaan dari Akasa. Ada sesuatu yang tidak seharusnya Akasa tahu, walau hati Senja sangat ingin membagi semuanya.

"Sa, lo percaya nggak sama gue?" tanya Senja.

Akasa menatap Senja dengan bingung, lalu kemudian mengangguk. "Gue bahkan bisa percayain semua kamera gue seharian ke elo."

Helaan napas lelah terdengar dari Senja, "Ini nggak sesederhana kamera, Sa. Ini lebih rumit dari itu."

"Serumit apa? Serahasia apa sampe gue nggak boleh tau tentang lo bahkan sesederhana hari ulang tahun?"

Senja menghindari tatapan mata Akasa, netranya lebih memilih menatap hamparan rumput yang ada di sebelah kiri mereka.

"Gue nggak bisa kasih tau lo, maaf. Tapi yang harus lo tau, gue jadi diri gue sendiri saat sama lo."

Tentu jawaban yang semakin membingungkan, Akasa tidak mengerti tiap makna kata yang keluar dari mulut Senja.

Senja menjadi diri sendiri ketika bersamanya? Lalu, ketika bersama orang lain Senja menjadi berbeda? Begitu'kah?

Matahari mulai tenggelam, kedua orang itu tidak berbicara lagi. Akasa yang masih mencoba memahami ucapan Senja dan Senja yang berperan dengan batinnya.

"Kalo misalnya di luar nanti tiba-tiba elo ketemu sama gue, dan elo ngerasa itu bukan gue, elo bener. Senja yang jadi diri sendiri itu cuma pas sama Akasa, bukan yang ada di luar sana." Senja kembali bersuara, membuat Akasa lagi-lagi tidak mengerti.

Ada apa sebenarnya?

"Maksud lo?" tanya Akasa setelah sekian lama berpikir.

Senja tersenyum getir. "Gue boleh meluk lo, Sa?"

Bahkan tanpa menunggu jawaban Akasa, Gadis itu sudah berhambur ke pelukan Akasa. Akasa tentu heran, Senja tidak menjawab pertanyaannya malah mendadak memeluknya.

"Gue bersyukur bisa kenal sama lo, Sa."

Akasa mengusap kepala Senja yang berada di pelukannya, masih belum mengerti apa yang ada di pikiran Senja.

"Gue juga bersyukur bisa kenal sama lo, Ja." Hanya itu yang bisa Akasa sampaikan.

Senja melepaskan pelukan mereka, Akasa bisa melihat mata Senja menjadi sembab, gadis itu menangis. Akasa tentu mengusap sisa-sisa air mata itu dengan spontan.

"Gue nggak tau elo kenapa, dan gue nggak lagi bisa maksa elo buat ngasih tau apapun tentang lo. Gapapa, gue bisa ngerti kok."

Akasa kembali membawa Senja, ke dalam pelukannya, berusaha menenangkan gadis itu. Senja juga nyaman berada di pelukan Akasa, pelukan yang mungkin akan ia rindukan.

"Gue bakal kasih tau satu hal tentang gue ke elo," kata Senja. Gadis itu kembali melepaskan pelukannya dengan Akasa.

Akasa menatap penasaran. "Apa? Apa hal tentang lo yang boleh gue tau?"

Senja tersenyum sebentar. "Hari ini, hari ini ulang tahun gue. Gue ngehabisin hari ini dengan elo di samping gue. Gue bakal ingat segalanya tentang hari ini, juga bakal selalu ingat sama lo. Dan itu alasan gue bahagia."

Guratan heran kembali terpampang di wajah Akasa, ia merasa kata-kata Senja bagai kata-kata perpisahan.

"Lo ngomong kayak kita nggak bakal ketemu lag--"

"Ini emang pertemuan terakhir gue sama elo, kalo misalnya elo liat gue dan gue nggak datang ke arah lo, berarti itu bukan gue. Kita bakal ketemu lagi, kalau gue sendiri yang datang ke elo."

Entah apa maksud Senja, tapi setelah mengucapkan kalimat itu, Senja pergi dan tidak pernah kembali. Nomernya sama sekali tidak bisa dihubungi, bahkan gadis itu sudah tidak nemempati kosnya.

Saat itu, saat matahari terbenam, Senja berlari meninggalkannya dan secara tiba-tiba mobil hitam datang menjemput Senja. Akasa mengejarnya, bahkan berlari menuruni bukit tersebut. Tapi Senja tidak pernah kembali kepadanya.





























Kita liat sudut pandang dari Senja besok yaaa✌️

Senja Dan Langit [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang