Bab 2 : Kekecewaan dan Keinginan

752 72 3
                                    

Ruangan tengah itu menjadi sunyi. Jang-Soo, Yoo-Jung, Soo-Chul dan Il-Ha masih diam. Nampak merenungi apa yang baru saja terjadi. Jang-Soo yang berdiri paling kanan, menatap temannya satu per satu. Ia kemudian menepuk bahu Yoo-Jung. Mencoba memberikan dukungan pada si ketua kelas itu.

Yoo-Jung mendongak pelan, menatap Jang-Soo. Jang-Soo mengangguk paham. Sebagai wakil ketua kelas, ia paham bagaimana beban temannya itu.

"Ayo teman-teman." ajak Jang-Soo.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Besok pasti kita akan pergi, bukan?" Soo-Chul berujar pelan.

Yoo-Jung menghela napas dalam. Jang-Soo mendongak kepala, bingung. Sementara Il-Ha tetap diam.

"Aku hanya tidak mau ada yang terluka. Disini....atau dimanapun. Kita harus saling melindungi, dan menjaga." ucap Yoo-Jung.

Keadaan kembali hening. Mereka semua setuju dengan Yoo-Jung, tetapi mereka juga tetap tidak merasa lepas dari rasa bersalah. Bagaimanapun, saat ini pasti teman-teman mereka merasa sangat kecewa, dan merasa telah dibohongi dan dikhianati.

...

"Brengsek ! Brengsek ! Brengsek !" Hee-Rak memaki tanpa arah.

Chi-Yeol dan Deok-Joong diam. Mereka hanya memandangi lelaki itu, dan bisa memahami kemarahannya. Mereka sendiri entah sudah berapa kali menghela napas kesal.

Chi-Yeol kemudian menyisir pandangannya ke arah lain. Disisi lain, Tae-Man nampak diam. Ia masih kesal pada lelaki itu. Meskipun tidak sengaja, Tae-Man sudah melukai Na-Ra. Ia bahkan tidak menyesali bahwa ia sudah memukul temannya itu.

"Besok, kita akan pulang kan, Kim-Chi?" Deok-Joong menyenggol lengan Chi-Yeol.

"Hmm." Jawab Chi-Yeol pendek dengan anggukan pelan.

"Sejujurnya aku bisa memahami alasan mereka. Tapi, aku masih merasa marah." lanjut Deok-Joong. Chi-Yeol mengangguk setuju.

"Saat ini semua pasti makin ingin kembali." tambah Chi-Yeol. "Mungkin..." Chi-Yeol menggantungkan kalimatnya. Ia menatap ke arah Young-Soo yang sedang menangis.

"...mungkin juga tidak." lanjut Chi-Yeol dengan helaan napasnya. Deok-Joong menoleh ke arah Young-Soo. Kemudian kembali dan menghela napasnya.

...

"Mereka benar-benar gila ! Aku akan pulang. Aku benci berada disini." ucap Soon-Yi kesal. Tangannya sibuk menggapai barang-barangnya.

"Aku juga akan pulang. Mereka benar-benar jahat. Apa mereka ingin kita mati disini?!" Jun-Hee menambahkan.

"Mereka egois sekali. Mereka hanya ingin membunuh kita !" tambah Ha-Na.

"Hei, Yoo Ha-Na !" Bo-Ra menyentak Ha-Na. Membuat gadis yang berdiri disebelahnya itu diam.

"Lee Soon-Yi, Hong Jun-Hee, kalian juga. Tidakkah kalian sudah berlebihan?!" lanjut Bo-Ra. Ia melemparkan tatapan tegas kepada tiga gadis itu.

Lee Na-Ra yang sudah duduk di atas ranjangnya, hanya diam memperhatikan mereka. Na-Ra merasa kecewa sama seperti teman-temannya, namun ia juga mengerti alasan Yoo-Jung dan yang lainnya berbuat demikian.

"Hentikan teman-teman. Kita harus menyiapkan banyak perbekalan untuk besok." ucap Yeon-Ju. "Aku akan membantumu." Nara berujar. Bangkit dari ranjangnya dan menghampiri Yeon-Ju.

Bo-Ra menghela napasnya. Ia kemudian melangkah menyusul Na-Ra dan Yeon-Ju. Benar, mereka akan pergi besok. Jadi banyak sekali yang harus mereka persiapkan.

...

So-Yeon memandangi kalung milik Kapten Lee, Komandan Peleton mereka dengan tatapan sedih. Melihat teman-temannya berseteru hari ini, membuatnya sedih dan kesal. Tapi, ia sendiri tidak tahu harus berbuat apa.

Ia ingin pulang, tapi ia juga ingin bertahan. Ia tidak tahu mana yang lebih baik. Ia terus memikirkan pengorbanan Kapten itu untuk mereka. Ia merasa bersalah, dan ia juga masih belum sepenuhnya bisa menerima keadaan ini.

Jang-Soo yang terlibat dalam hal ini pun membuatnya cukup terkejut. Ia cukup sering menghabiskan waktu bersama lelaki itu. Namun, Jang-Soo tidak pernah mengatakan apapun. Ia juga tidak pernah balik bertanya kepadanya. Padahal, Jang-Soo selalu menjaganya dengan baik. Saat insiden truk, setelahnya, dan bahkan hari-hari setelah kematian Kapten Lee.

So-Yeon memejamkan matanya. Menggengam erat kalung itu, menghela napasnya berat dan menunduk. Menangis lagi.

...

"Young-Shin.."

Young-Shin membalik tubuhnya saat suara halus itu memanggilnya. Ae-Seol, gadis itu berjalan menghampirinya. Menatapnya cemas. Pandangan Young-Shin bergerak memperhatikan gadis itu sampai Ae-Seol duduk tepat disampingnya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Ae-Seol.

Young-Shin memandang kedepan, menghela napasnya panjang.

"Aku kecewa, Ae-Seol..." jawab Young-Shin. Ae-Seol diam, menunggu Young-Shin melanjutkan kalimatnya.

"Kenapa mereka melakukannya, tanpa mendiskusikannya. Apakah mereka tidak memperhitungkan, jika kita akan tahu dengan cara seperti ini?" lanjut Young-Shin. Ae-Seol mengangguk pelan.

"Aku mengerti alasannya. Tapi, aku pikir mereka tidak seharusnya memilih cara ini." ujar Young-Shin.

Pasang matanya kemudian menatap Ae-Seol. Gadis itu balik menatapnya.

"Jika mereka tidak melakukannya, kejadian siang tadi tidak akan terjadi." ucap Young-Shin pelan. Mengingat kejadian di penjara siang tadi membuatnya mengatupkan bibir. Menahan emosi.

Young-Shin masih melihat Ae-Seol. Ekor matanya kemudian memperhatikan lengan kanan Ae-Seol yang diperban.

"Kau baik-baik saja, Ae-Seol?" Ae-Seol tersenyum tipis. Kemudian mengangguk.

"Tanganmu.."

"Tangan?" Ae-Seol langsung melihat perban yang melilit di lengannya.

"Sudah lebih baik." jawab Ae-Seol tersenyum menenangkan. Ia tahu, Young-Shin kembali menatapnya cemas.

"Syukurlah. Aku benar-benar merasa lega." ucap Young-Shin pelan. Ae-Seol hampir tidak mendengarnya.

"Kau sendiri bagaimana, Ae-Seol? Kau tidak marah?" tanya Young-Shin pada gadis itu.

"Hmmm...aku juga sama seperti dirimu. Tentu saja aku kecewa. Tapi, alasan mereka melakukannya, aku juga memahaminya. Kapten Lee, mungkin juga akan melakukannya. Dia pasti akan memilih jalan mana yang paling bisa menyelematkan kita." tukas Ae-Seol.

Benar. Apa yang dikatakan Ae-Seol bisa saja mungkin terjadi, jika Komandan Peleton itu masih bersama mereka. Ia akan memilih jalan yang bisa membuatnya dibenci, jika itu bisa menyelematkan lebih banyak orang.

"Young-Shin, kalau kita kembali ke sekolah setelah ini, apa semuanya akan berbeda?" tanya Ae-Seol pada lelaki itu.

"Aku rasa tidak. Setelah semua ini, aku rasa akan berbeda. Kita semua sudah berbeda sekarang." jawab Young-Shin.

"Jang-Soo juga mengatakan hal yang sama." balas Ae-Seol.

"Jang-Soo?" Ae-Seol mengangguk.

"Ia bilang, kita semua akan berteman seperti sekarang. Ia bilang, bahwa ia tidak ingin kehilangan teman-temannya saat ini, jika kita kembali nanti. Aku juga ingin demikian." tambah Ae-Seol. Young-Shin tersenyum dan mengangguk setuju.

...

Malam semakin larut. Usai pertengkaran malam itu, mereka semua beristirahat tanpa makan malam seperti biasanya. Yoo-Jung, Il-Ha, Jang-Soo, dan Soo-Chul kembali ke ruangan istirahat setelah semuanya tertidur. Mereka juga baru saja menyiapkan segala hal yang mungkin diperlukan untuk perjalanan mereka besok.

Perjalanan yang akan panjang sekali. Perjalanan yang akan terasa berat dan mungkin akan mengerikan. Karena mereka tidak pernah tahu, apa yang akan mereka hadapi diluar sana. Sejujurnya, Yoo-Jung dan ketiga temannya, masih merasa tidak yakin untuk meninggalkan tempat ini.

Bukan karena mereka masih memikirkan CSAT, tapi ia tidak sanggup jika harus kehilangan temannya lagi. Seperti saat mereka melihat banyak sekali teman-temannya berjatuhan karena serangan makhluk itu di sekolah. Serta saat rombongan kelas mereka terpisah akibat salah satu truk yang membawa mereka mengalami kecelakaan.

.....

Duty After School : The Alternate EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang