05. Atap sekolah

478 64 1
                                    

-
___

Tidak apa terluka, boleh juga hancur sedemikian rupa, tapi kalau kamu bisa mengatasi sakitnya. Maka kamu sudah berhasil menjadi sempurna.
___

-

Kepulan asap mengotori langit siang itu, Leo yang duduk sendirian di atap sekolah dengan satu kotak rokok yang di belinya ketengan dari warung depan gerbang tidak menyembunyikan frustasinya yang tertahan, satu jam yang lalu dia menghabiskan dua batang rokok, setengah jam yang lalu dia menahan diri untuk tidak memekik pada langit. Ah, sial. Mungkin begitu isi pikirannya yang kacau, tidak lagi tertata dengan benar, tidak lagi bisa menahan ringisan, Leo lampiaskan lagi kesalnya dengan ponsel yang sudah sepenuhnya remuk, tapi masih menyala hanya layarnya yang retak di mana-mana, begitu satu panggilan kembali muncul di atas layar, Leo hampir teteskan airmata kesal.

Meski begitu dia tetap memilih mengangkat telponnya.

Di biarkan ponselnya terletak di sisi tubuh dengan loud speaker yang menyala, Leo ambil sebatang rokok baru untuk kemudian dia hidupkan.

"Apa?" Sapanya terdengar kurang ajar, tapi Leo perduli apa memangnya?

"Papa butuh uang."

Bajingan! Leo geram, dia menunduk sambil memijati kening begitu kepalanya terasa hampir mau pecah.

"Hei anak sial, sudah dengar kan?! Bawa uang sekarang ke rumah papa!"

Lagi dan lagi suara yang di dengarnya cuma bisa membuat dadanya semakin nyeri, mau mengamuk, mau melampiaskan emosi tapi tidak bisa, dia cukup sadar kalau dia sudah lemah di hadapan orangtua ini. Laki-laki paruh baya yang meninggalkan mereka, laki-laki paruh baya yang merubah ketenangan rumah, laki-laki paruh baya yang lebih memilih wanita simpanannya ketimbang keluarganya.

Leo paham, Leo mengerti kalau dia tidak pernah diinginkan, dia selalu di asingkan, di jauhi tanpa alasan, membuatnya selalu merasa sendirian, selalu merasa tidak pantas berada di tengah keramaian, bahkan di tengah keluarganya saja dia merasa seperti orang luar.

Tapi waktu itu, waktu dia baru memasuki sekolah dasar, manik mata bocah nya tidak sengaja menangkap bayangan papa dengan wanita lain yang bercumbu di sofa rumah. Leo gemetar, ketakutan setengah mati. Dia memang sudah banyak mendengar pertengkaran kedua orangtuanya yang menyangkutkan perselingkuhan tapi begitu di hadapkan dengan kejelasan, Leo justru tidak tahan.

Waktu itu dia di kurung di gudang belakang setelah habis di pukuli, papa lantas memintanya untuk diam, memarahinya seharian dengan sedikit ancaman kalau papa bisa melukai Abang jika saja Leo bicara tentang kenyataan.

Nyatanya Leo tidak mau Abang terluka, Leo tidak mau bicara apa-apa, jadi begitu Abang pulang sekolah Leo mengadu dengan tangis khas bocah, meski alasan yang keluar hanya perihal nilai yang tidak di memuaskan.

Tapi setelah itu, pertengkaran orangtuanya semakin menjadi, semakin membuat Leo menggila setiap hari, takut salah bicara, takut malah mengatakan yang sebenarnya, takut begitu papa dan ibu selalu menjadikannya lampiasan setelah pertengkaran.

Abang tidak di rumah, Abang terlalu sering belajar karna tuntutan sebagai pewaris perusahaan, tapi Leo yang sendirian merasa semakin di tinggalkan.

Lantas sejak itu juga, Leo merasa kalau orangtuanya memandangnya dengan gelap mata, menganggap Leo selalu sebagai kesalahan, menyepelekan semua yang Leo lakukan, tidak membiarkan Leo ada dalam jangkauan.

Satu hari lagi (Ft. 00l Nct Dream)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang