13. Sagara dan pilihannya.

422 53 0
                                    

-
___

Yaudah kalo lo nggak mau berbagi, biar gue buat sakit yang serupa supaya kita sama.

___
-

Sagara tidak bisa melarikan diri dari sepasang netra tajam Haksara. Sudah hampir sepuluh menit sejak temannya datang, dan sejauh itu Haksara hanya melipat tangan di depan dada, dia diam. Sagara juga sama, entah apa yang di pikirkan Haksara begitu sorot matanya menilik tepat pada luka-luka di bagian betis sampai ke lutut yang baru saja Sagara terima, kekeh canggung yang berusaha di keluarkan juga tidak mengubah apapun. Jengah sebenarnya, tapi paham lampu merah tanda bahaya sudah menyala di atas kepala. Sagara harusnya waspada.

"Keren lo begitu?" Pada akhirnya si pembuat keheningan buka suara, tapi rautnya masih tidak berubah, masih tajam menatapi Sagara dengan dengus kesal.
"Gue tau lo sengaja." Sambungnya, dengan satu amplop surat yang di lempar asal.

"Ini-"

"Pura-pura dongo, gue tonjok. Lo begini sengaja supaya di keluarin dari tim perlombaan kan?" Haksara meredam amarah dengan memejamkan mata, sebelum kembali lanjut bicara.
"Dokter bilang seenggaknya lo harus istirahat satu Minggu penuh, dengan keadaan lo yang begini, masuk di bangku cadangan juga nggak mungkin."

"Jadi, gue di keluarin dari tim?"

Haksara malas beri jawaban sebenarnya, terlebih bola mata Sagara justru menampilkan binar seolah bersenang dengan masalah yang baru saja dia terima.

"Bego, lo ngapain sampe begini sih?!" Setelahnya dia beri pukulan di bahu sulung yang langsung memekik cukup kencang, dengan kedua tangan di kepalkan ke udara, seolah tengah meninju angin hampa.

Kabar baiknya, Haksara masih bisa menahan diri untuk tidak meninju orang bodoh ini.

"Kalo capek tinggal bilang aja emang nggak bisa? Nggak harus ngelukain diri lo sendiri kayak gini." Sekali lagi laki-laki itu beri rengutan tak sedikitpun mengindahkan perangai Sagara yang masih bersorak senang.

Haksara sudah kelimpungan panik sejak awal mendapat kabar temannya terlibat kecelakaan, tabrakan kecil tapi sudah bisa membuatnya mendekam di rumah sakit. Padahal seharusnya Sagara datang ke gedung olahraga dengan pelatih mereka, sebab apa mereka justru lalai.

Lantas pemikiran kacaunya di hancurkan dengan pelatih yang datang ke gedung olahraga cuma untuk membubarkan jadwal latihan.
Begitu Haksara bertanya sebab apa si pelatih masih baik-baik saja, bukan maksudnya menyumpahi pelatih mereka untuk ikut terluka juga, hanya saja Haksara merasa sedikit tidak masuk akal kalau Sagara terluka sendirian.

"Anak itu bego, dia suruh gue beli kopi habis itu malah dia bawa jalan mobil gue, ya nabrak lah." Kemudian rengutan pelatih yang keluar sudah bisa membuat Haksara memahami setidaknya satu kondisi.

Sagara, sedang ingin berlari.

"Lo denger gue nggak?!" Kembali pada sulut emosi, melihat dengan malas bercampur kesal pada Sagara yang masih keliwat santai.

"Denger, lo ngomong sampe bikin kuping gue budek." Di lanjuti dengan gelak tawa, Sagara ambil ponselnya hanya untuk menghubungi sang adik menambah belanjaan untuk camilan mereka. Sagara perlu menyenangkan dirinya.

Jangan tanya kemana Leo pergi, anak itu sempat berkelahi waktu Haksara baru sampai. Beradu debat sampai hampir melayangkan tinju jika saja dokter yang membawa obat pereda nyeri serta vitamin milik Sagara, tidak datang dan menghentikan kegilaan mereka.
Jadi dengan pilihan terakhir untuk membuat suasana sedikit aman, Sagara meminta adiknya pergi membeli beberapa minum kalengan untuk mereka.

Satu hari lagi (Ft. 00l Nct Dream)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang