-
___"Ibu, tolonglah berhenti memakinya.
Ayah, jangan memukulnya.
Entah siapa yang harus ku percaya.
Kebencian menghancurkan semua."Stand here alone - indah tak sempurna.
___
-Haksara pernah tidak percaya bahwa ada orangtua yang sengaja mengasingkan putranya. Sempat menganggap gelisah Sagara hanya bualan semata, atau memang drama singkat anak-anak yang menuntut kebebasan padahal tidak pernah di beri tekanan. Bagi Haksara yang di besarkan oleh ibu tunggal seorang pengacara pembawa keadilan, keluarga itu jelas sempurna. Ayah, ibu, dan seorang putra sudah pasti tumbuh sebagaimana keluarga cemara yang banyak di damba.
Tapi hari ini, pemikirannya di hancurkan oleh kehadiran dua orang paruh baya di lapangan olahraga. Penampilannya serba mewah, menawan dan begitu penuh kemegahan, orang-orang yang melihatnya sudah pasti tunduk kepala tidak berani pada rupa yang seolah memiliki begitu banyak kuasa.
Lantas Haksara yang sedikit menaruh kagum pada sosok orangtua dari sohib nya menelan lagi semua puja yang sempat di lontarkan meski dalam hati, begitu figur orangtua itu memaki pelatih mereka sebab Sagara tidak di ikut sertakan dalam pertandingan.
"Putra saya bukannya sudah berlatih keras buat turnamen ini?"
"Ini untuk kejuaraan nasional kan?"
"Kenapa putra saya di keluarkan?"
Kemampuan Sagara memang boleh di katakan luar biasa, Haksara jelas tau temannya latihan keras untuk kejuaraan ini. Anggota yang lain juga mengerti seberapa ambisi sosok Sagara yang ingin memenangkan piala untuk sekolahnya.
Tapi Haksara juga tau, itu jelas semata hanya untuk menyenangkan orangtua.
"Putra kalian mengalami kecelakaan-" sambil memberi sedikit isyarat, pelatih itu memerintahkan anak didiknya untuk memberi mereka ruang.
Haksara acuh, angkat bahu mengikuti teman-teman yang lain untuk meninggalkan latihan mereka. Satu dua langkah di penuhi gelak tawa, mengejek orangtua yang datang marah-marah, tidak terima atas apa yang putranya terima. Pun sesekali ejekan dari ranum para siswa terlontar, salah satunya bahkan membuat gestur serupa meniru saat ibu Sagara memarahi pelatih mereka.
Lelucon biasa, meski tidak ikut dalam pembicaraan, Haksara lontarkan tawa kosong. Dia bawa tungkainya ke lain arah sesaat netranya melihat ibu Sagara tadi ikut meninggalkan lapangan.
'Sagara dateng kesekolah kah?' begitu isi pikirannya sebab sadar pembicaraan pelatih hanya di lanjutkan berdua dengan sang ayah.
Haksara tidak mengerti dirinya waktu kaki-kaki melangkah mengekor dengan hati-hati pada ibu Sagara yang berjalan menuju parkiran sekolah. Dia ikuti dalam diam, sambil sesekali menilik punggung paruh baya di hadapan, kiranya seperti apa kesempurnaan yang di damba oleh wanita itu sampai tidak perduli dengan kesehatan Sagara saat ini, masih dengan arogan meminta Sagara ikut serta dalam perlombaan.
Gila.
Tepat sampai di parkiran Haksara sembunyikan tubuhnya setelah sang ibu berhenti setelah berhadapan dengan satu pemuda.
Itu Leo, si bungsu.
Hari ini Haksara paham betul dirinya serupa seperti penguntit.
Lantas mengabaikan semuanya, Haksara memilih bersandar di dinding sambil menyaksikan dua orang di sana yang mulai beradu debat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu hari lagi (Ft. 00l Nct Dream)
Fanfiction[Nomin - Brothership] "Kita itu sama, sama-sama di hancurkan oleh harapan, kamu yang berharap ke bebasan, aku yang berharap kamu bisa untuk terbang." Karna kamu adalah semestanya, yang dia genggam dalam kerapuhan, yang dia dekap di penghujung malam...