06. Singgah untuk mengadu luka.

469 65 3
                                    

-
___

Uji coba dari semesta terkadang banyak sekali bercandanya.

____

-

Berhubung langit sudah mulai menggelap, Leo kehilangan minat untuk kembali kerumah dengan keadaan yang lumayan parah, motornya melaju memasuki gerbang kosan yang sudah cukup sering di jadikannya tempat persinggahan, barang sebentar, satu atau dua hari untuk menenangkan diri, untuk mengobati perih, untuk mengadu lirih.

Usai motornya di parkir dengan rapih, dia angkat kaki menapaki setiap jajaran anak tangga yang membawanya pada pintu kamar temannya, tidak tau sejak kapan kamar dengan nomor pintu 12 itu sudah menjadi tempat pelarian lelahnya, yang dia tau pemilik kamar itu selalu menyambut meski dia tidak berbicara apa-apa, meski dia menyembunyikan semuanya, tapi dia masih di terima dengan sempurna.

"Leo, anjir.."

Begitu ketukan kedua, pintu langsung terbuka, Leo pamerkan senyum jenaka ketika Isa justru memandangnya sedikit tidak percaya.

"Lo berantem sama siapa?!" Ranumnya jelas menyirat risau, Isa buru-buru menarik tangan temannya untuk masuk kedalam kamarnya, tidak lagi menunggu jawaban, Isa sudah kepalang ribut menggeledah isi kamar demi mencari satu kotak obat-obatan.
"Lo kenapa sih, seharian bolos sekolah. Datengin gue malah babak belur gini, bego!" Umpatan demi umpatan yang keluar justru Leo balas dengan tawa, dia pasrah begitu tubuhnya di tarik paksa duduk lesehan di lantai kosan, dengan Isa yang sudah mempersiapkan semua alat untuk mengobati deretan luka di wajahnya.

"Biasa-" Leo menggantung kalimat, meringis sejenak begitu obat merah di atas kapas tepat menyentuh lukanya.
"Bokap gue."

Sudah berapa kali di katakan, sudah berapa kali juga di beritau alasan dia yang sering mendapati luka, Leo masih saja menangkap raut terkejut dari pemilik lawan bicara.

"Bukan baru kali ini juga kan," sekali lagi tertawa seolah mencoba menghilangkan pandang risau yang masih singgah di kedua pasang netra temannya.
"Sa-"

"Keluarga lo, tuh gila ya?"

Leo beri senyum menenangkan, jelas tau kalau sudah begini Isa hanya akan di penuhi umpatan.

"Lo nggak separah itu kok! Lo masih juara kelas! Lo nggak ketinggalan sama Abang lo! Anjing banget tau nggak, kalo lo sampe di buat begini!"

"Keluarga gua, Sa." Ada ringisan kecil waktu Isa menekan lukanya dengan kuat.

Lawan bicaranya mendengus, hampir saja menghancurkan kotak obat sangking kesal, jika saja tidak memikirkan kalau Leo masih membutuhkan.

"Sorry deh, gue emosi, harus banget ya sampe babak belur gini?"

"Bukan cuma itu poin yang bikin gue begini, tapi emang kebanyakannya di situ sih."

Isa menghela nafas panjang, netranya menampilkan sorot yang juga menunjuk kecewa pada Leo yang lagi-lagi beri senyum menenangkan. Ini yang kadang membuat Isa tidak mau memulai bicara, lebih memilih diam padahal sudah sangat geram dengan keadaan temannya, sebab Leo yang bercerita cuma akan tetap berpura-pura supaya terlihat kuat, berusaha tertawa seolah memberi isyarat kalau dia tidak apa-apa, padahal jauh di dalam dirinya, Isa jelas tau Leo sedang sembunyikan luka.

"Lo, nggak capek jadi nomor dua?"

Leo menggeleng pelan.
"Nggak, selagi Abang nggak ikut ninggalin gue kayak yang lain."

Satu hari lagi (Ft. 00l Nct Dream)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang