-
___Seperti kamu yang masih bisa tersenyum meski palsu. Aku juga bisa acuh meski dalam diri sudah rapuh.
Sagara - Leonandra
___
-Waktu itu Leo pernah berikan tanya yang membuat Sagara cukup lama terdiam.
Waktu mereka menghabiskan sore hari dengan jerit-jerit pertengkaran kedua orangtuanya.
Leo yang duduk di tepi taman menunduk, tangan-tangannya yang sibuk memainkan batu, pandang matanya tidak menunjukan ekspresi apapun, Leo bergumam pelan waktu sadar Sagara fokuskan perhatian penuh padanya."Papa dateng mau ajak Abang pergi ya?"
Sudah hal yang biasa, perdebatan utama waktu mantan kepala keluarga datang lagi kerumah cuma untuk mengambil satu harta yang di tinggalkan, bagi Leo, Sagara itu harta berharga dalam rumah. Kehadirannya selalu di inginkan, sosoknya selalu di manjakan dengan perhatian, sebab itu banyak yang ingin mencuri Abang dari sisinya.
"Kenapa nggak ikut papa?" Belum sempat Sagara beri jawaban, Leo sudah kembali menyela.
"Iya juga, ibu pasti nggak mau Abang di ambil ya."Sagara ukir senyum tipis, tangannya di bawa mengusak rambut sang adik yang di balas dengan rengutan tajam, lantas Sagara terkekeh sebelum melanjutkan,
"Gue disini bukan cuma buat ibu." Sambil di biarkan netranya yang kini beralih untuk memuja langit cerah yang mulai pudar, sedikit lagi gelap.
"Tapi buat lo."Sagara pernah bicara dalam ruang hampa waktu Leo pura-pura pejamkan mata, pura-pura sudah jauh tenggelam dalam ruang mimpinya, padahal dia masih jelas merasakan dekap hangat yang Sagara berikan di penghujung malam.
"Gue disini, kalo nggak ada satupun orang yang sayang sama lo, maka gue akan kasih semua rasa sayang gue buat lo, gue disini Leo."
Waktu itu Leo biarkan tetes air matanya jatuh, waktu Sagara memutuskan untuk tinggal setelah perceraian, Leo juga meneteskan airmata, waktu Sagara menghindari acara pernikahan kedua ibunya dan memilih mendekam dalam kamar Leo dengan gitar sebagai teman, dengan nyanyian-nyanyian singkat yang membuat mereka berhasil menghabiskan waktu malam, Leo juga menangis dalam diam.
"Abang-"
Seperti saat ini, ketika samar netranya membuka mata sudah menemukan kepala Sagara terkulai di sisi ranjangnya, luka-luka di tangan Leo sudah di baluti perban, sudah di bersihkan, aroma di ruangan juga di ganti sedemikian rupa untuk menghalau pening yang akan mendera waktu Leo putuskan angkat sedikit tubuhnya untuk bersandar pada dinding kasur dengan netra yang fokus menatap wajah terlelap Sagara. Disana terpancar begitu jelas goresan lelah pada kerutan keningnya.
"Maaf-" pada akhirnya sadar bahwa dia kembali menciptakan luka yang jelas-jelas bukan cuma dirinya yang akan merasakan sakitnya.
Segera secepat mungkin dia menghapus genangan air mata yang hampir jatuh begitu Sagara tunjukkan gerak, berapa detik setelahnya Sagara membuka mata, masih terlihat lelah, masih menahan kantuknya, masih berusaha merenggangkan tubuh untuk membuang rasa pegalnya.
Tapi begitu netranya di arahkan pada si bungsu, dia membola terkejut. Segera saja mendekat, mengecek seluruh celah dari adiknya, meyakinkan dirinya jika si bungsu sudah baik-baik saja.
"Gue baik, bang."
Sagara hembuskan nafas lega setelah adiknya menjawab tanpa perlu dia bertanya, kemudian dengan tenang sulung kembali ke posisi awal, duduk di sisi ranjang adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu hari lagi (Ft. 00l Nct Dream)
Fanfic[Nomin - Brothership] "Kita itu sama, sama-sama di hancurkan oleh harapan, kamu yang berharap ke bebasan, aku yang berharap kamu bisa untuk terbang." Karna kamu adalah semestanya, yang dia genggam dalam kerapuhan, yang dia dekap di penghujung malam...