Cahaya matahari pagi mengusik lelapnya di bungsu yang masih mendengkur halus di atas tempat tidur, Leo terbangun hanya untuk meringis, menggaruki pipi sambil berusaha mengumpulkan kesadarannya.
Kemudian dia bawa tungkainya melangkah, hati-hati menuruni anak tangga masih dengan wajah kusutnya. Lantas ketika gumam suara Sagara terdengar samar, Leo menjadi lebih antusias untuk mendekati dapur. Sarapan bersama lagi dengan sang kakak mungkin, setelah sudah berapa lama mereka tidak berada di atas meja makan yang sama.
"Bang, pagi-"
Disana Leo terdiam, menatap wanita paruh baya yang juga terdiam dengan piring dalam genggaman. Sementara Sagara, berdirinya menantang menatap tajam ibu sambil kemudian mendengus, beralih menarik adiknya saat Leo membeku disana.
"Sarapan aku sama Leo, di kamar ku aja bi." Begitu pesan Sagara pada pembantu rumahnya, jika saja dengung ibu tidak mengganggu.
"Leo,"
Leo jelas diam, untuk pertama kalinya mendengar ibu menyebut namanya tanpa sedikitpun rasa kesal. Suara ibu, terdengar jelas sekali menenangkan.
"Mau sarapan sama ibu? Udah lama kita nggak bicara juga."
"Peduli apa ibu sama adik ku? Nggak usah bicara-bicara, ibu nantinya juga cuma mau makin jatuhin mental Leo doang kan?"
Nadanya keliwat kasar, dengan itu genggaman tangan Leo ikut mengeras.
"Abang-"
Delik tajam di balas ringisan, Leo tepuk punggung sang kakak dengan pelan, begitu hati-hati mencoba menetralkan emosinya.
"Ayo duduk, abang juga." Ibu melanjutkan, kembali menata piring di atas meja makan begitu Leo berbalik menatapnya.
Senyum ibu tampak samar, tapi Leo masih sempat menangkap itu dengan kedua netranya, pelan-pelan dia usap punggung tangan Sagara sebelum putuskan untuk tinggal di ruang makan.
Netra Sagara sempat memejam erat, rahangnya juga tampak mengeras, tapi ini ingin adiknya, jadi mau tidak mau dia ikut menduduki salah satu kursi yang berhadapan langsung dengan ibu.
"Semalam waktu dengar Leo pulang, ibu langsung buatkan sarapan kesukaan kamu."
Menu sederhana, menu yang selalu Leo suka, ibu meletakkan sepotong paha ayam ke atas piringnya setelah itu tersenyum.
Lagi-lagi senyum, lagi-lagi membuat Leo menumbuhkan secuil harapan.
Harapan akan keluarga yang selalu dia impikan.
"Leo,"
"Biar adik ku sarapan dulu Bu." Sagara menyela, meneguk habis air putih di gelas sambil beri pandang penuh permusuhan pada ibu yang baru mau buka topik pembicaraan.
Sadar putra sulungnya di penuhi amarah, ibu mengangguk maklum kemudian memulai acara makan pagi mereka dalam diam.
Sesekali ibu akan curi pandang pada pergelangan tangan Leo yang di tutupi kasus lengan panjang, tapi sebagian yang tersingkap masih bisa ibu tatap, bekas luka samar yang membekas masih bisa ibu lihat.
Leo, ibu minta maaf.
Sudah sebanyak apa kata itu ibu lirihkan dalam hatinya, tapi satupun tidak ada yang berani dia lontarkan untuk Leo dengar, takut, ibu ketakutan sekarang.
Takut karna kesalahannya sendiri, takut membuat Leo lebih sakit lagi kalau dia melangkah terlalu dekat.
Takut tidak memiliki kesempatan lagi.
Secuil harapan itu, apa berlaku juga untuk ibu yang sudah membuat banyak dosa pada darah dagingnya sendiri.
"Kalo udah ayo, biar nggak telat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu hari lagi (Ft. 00l Nct Dream)
Fanfic[Nomin - Brothership] "Kita itu sama, sama-sama di hancurkan oleh harapan, kamu yang berharap ke bebasan, aku yang berharap kamu bisa untuk terbang." Karna kamu adalah semestanya, yang dia genggam dalam kerapuhan, yang dia dekap di penghujung malam...