23. Amarahnya dan sebuah penyesalan.

454 49 8
                                    


Kalau saja, malam itu gua nggak milih buat pergi.

___________________

Bising, degup jantung berpacu beriringan dengan letupan banyak kata marah di dalam kepala, gelap malam tidak membuat Sagara memelankan laju kendaraannya, sesekali terdengar makian dari pengendara lain yang terganggu dengan aksi ugal ugalan nya.

Tapi sekali lagi, dia mengabaikan.

Pandang mata tajam tak hilang bahkan ketika dia sudah mematikan mesin motor di depan rumah tua yang samar masih bisa di ingatnya, rumah lama, rumah pertama yang membuat Sagara memilih untuk membenci papa.

Waktu itu, kali pertama perpisahan terjadi, Leonandra pernah hilang dari genggamannya, Leonandra pernah tidak ada dalam jangkauannya, Sagara kecil marah besar, terus menanyakan pada ibu dimana adiknya, kemana adiknya pergi, tapi ibu yang lagi dan lagi memilih bungkam membuat Sagara kecil tidak tahan.

Sifat kekakanannya memerintahkan dia untuk melakukan pemberontakan, menjadi anak yang sempat tidak menurut, memberikan nilai buruk pada ibu yang membuat wanita itu naik pitam, sampai pada akhirnya pinta Sagara di turuti, waktu itu waktu yang paling ingin Sagara lupakan.

Waktu dia dan kaki kecilnya memasuki rumah di hadapannya ini, untuk menjemput tubuh ringkih adiknya yang tersenyum dengan binar lega melihatnya datang.

"Abang.." Seolah memang sudah menunggu, seolah memang yakin kalau Sagara akan menjemput.

Hari itu, Sagara membenci papa, Sagara kecil bertekad kuat untuk melindungi adiknya dari penjudi sialan ini.

Lantas usahanya sia-sia, adiknya masih saja menyediakan langkah kaki untuk mendatangi paruh baya biadab ini, adiknya masih saja membiarkan orang lain menyakiti.

Sejenak dia memejamkan mata, berusaha menghapus bayangan lama yang sialnya justru semakin terlihat jelas semakin dalam dia melangkah.

Bau alkohol menyengat begitu pintu di buka perlahan, botol-botol minuman keras itu berserakan di dalam rumah papa, di atas meja, di sudut dinding ruangan, dan dimanapun.

"Kalau saya bilang datang bisa nggak lebih cepat?!"

Bentakan itu berhasil meraih atensi Sagara, dia menoleh hanya untuk menemukan wajah yang paling tidak di sukainya tengah berdiri di depan pintu kamar dengan raut muka setengah sadar.

Paruh baya itu mabuk.

"Mana uang yang saya pinta?" Katanya parau, langkahnya mendekat pada Sagara yang di kiranya Leonandra dengan sempoyongan.

Sagara diam dengan kening merenyit tajam.

Tidak pernah menyangka kalau laki-laki setengah gila ini adalah ayah kandungnya sendiri.

"Uangnya, sialan!"

Tubuh Sagara terhuyung jatuh, lama melamun menatap rupa papa sampai tidak menyadari kepalan tangan laki-laki itu sudah melukai pipi kirinya.

"Sudah berapa kali saya bilang, jadi anak harus lebih berguna sedikit!"

"P.. pa," ragu, merasa berat mengeluarkan panggilan itu dari belah bibirnya, Sagara kembali berdiri setelah menyeka sudut bibirnya yang berdarah akibat pukulan papa.
"Aku datang mau minta baik-baik sama papa, tolong berhenti hubungi adik ku." Kalimatnya tegas, berhasil membuat papa mengedipkan matanya berkali-kali sambil memfokuskan pandangannya pada Sagara yang mungkin terlihat buram di binar mabuknya.

Satu hari lagi (Ft. 00l Nct Dream)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang