𝓒𝓱𝓪𝓹𝓽𝓮𝓻 𝓣𝔀𝓮𝓷𝓽𝔂

520 42 0
                                    

Sang raja tak melarikan diri dan menempati kediaman Sunset manapun. Karena itu, Grand duke tidak bisa menemukannya. Alih-alih tinggal di kediaman sah, sang Raja memilih untuk tinggal di kediaman yang sempat ia beli diam-diam dari uangnya sendiri. Kediaman ini tak tercatat dan hanya diketahui keberadaannya oleh keluarga inti kerajaan yang tinggal di istana.

Sang raja tahu kalau grand duke yang tidak bisa menemukan kekasih yang seharusnya menjadi permaisurinya akan menjadi raja yang buruk dan dibenci rakyat. Obsesinya untuk mencari Angeline akan membuat pria itu terpaku untuk menemukan Angeline ketimbang memerintah. Itu adalah hal yang pria kejam itu inginkan.

Lalu ketika kondisi pemerintahan melemah, kakaknya itu akan kembali merebut takhtanya dan secara sah meletakkan Angeline di sebelahnya sebagai ratu dan permaisuri. Langkah kejam terkahirnya untuk menghancurkan hati adiknya yang berani memberontak dan melawannya.

Atau begitu yang seharusnya menjadi rencananya. Kalau saja penyakitnya tak akan pernah kambuh lagi dan menghalanginya untuk melancarkan rencananya.

"Kau tidak akan pernah menang." Geram Angeline yang lusuh dan pucat dari dalam jeruji yang dipasang di pintu kamarnya. "Kau akan mati sebelum semua rencanamu terjadi."

Setiap malam, pria kejam itu mengunjungi Angeline yang ia kurung di menara tertinggi rumah persembunyiannya. Kakak sang grand duke menatapnya dari sisi koridor dengan dagu yang naik dan senyum menghiasi wajahnya. "Oh, Angeline. Kamu kira karena kamu adalah wanita bangsawan pertama yang memiliki pendidikan tinggi, kamu akan jadi lebih tahu daripada aku?" Tanya pria itu.

Alih-alih menjawab, Angeline mengatupkan mulutnya dan berjalan mundur, kembali menyatu kedalam kegelapan kamarnya.

"Lihat ini." Kata pria itu sambil mengeluarkan sebuah surat kabar dari koran harian negara. "Grand Duke Sunset yang kini memerintah dalam histerianya mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menemukan permaisuri yang tidak pernah ada." Baca pria itu.

Dua tangan kurus Angelina muncul dari kegelapan untuk meraih surat kabar itu, cahaya dari harapan menyala di kedua matanya.

"Apakah hal ini membuatmu frustasi?" Tanya pria itu sambil terkekeh. "Ini sudah tahun keempat ia mencarimu. Dan tahun keempat juga ia gagal menemukanmu. Uang negara ia hamburkan hanya untuk membiarkan pencarianmu tetap hidup. Masyarakat sampai mengira ia mencari seorang wanita yang tidak pernah ada dan telah gila akibat peperangan."

"Apa ini membuatmu frustasi, Angeline?"

Angeline mendelik kepada siluet kakak grand duke yang membelakangi satu-satunya sumber pencahayaan dari lilin yang dibawa Labena di belakang pria itu. "Kesunyianmu ini aku anggap sebagai persetujuan." Kata sang raja sambil tertawa dan berjalan menjauh dengan tongkatnya.

Ketika Labena yakin pria itu telah pergi, ia tersungkur kepada jeruji yang menjerat Angeline dan mulai menangis. Angeline mendekat kepadanya dan mengusap pipi Labena yang membasah.

"Apa kau baik-baik saja diluar sana, Labena?" Tanya Angeline. Labena mengangguk. "Kakakku telah meninggal semalam." Kata Labena sambil mengeluarkan surat yang ditulis kakaknya. "Ia merenggut nyawanya sendiri." Lanjutnya. "Aku bahkan tak kuat untuk membaca surat terakhirnya ini." Kata Labena ketika ia menyerahkan kertas yang terlipat ke tangan Angeline.

Mendengar kabar itu, Angeline menelan ludahnya. "Apa.. yang telah terjadi?"

"Ia kejam, Angeline. Pria itu kejam. Kakak tertekan dengan semua kekerasan yang dilakukannya dan dihantui rasa bersalah karena melihatmu seperti ini. Ia tak sanggup."

"Hei.. Labena. Bagaimana denganmu? Apa kamu baik-baik saja?"

"Tentu tidak! Itu pertanyaan bodoh! Pria itu tiap malam mendatangiku! Ia bilang kalau ia selama ini hanya menyukaiku dan menikahi kakakku karena ingin meletakkanku dekat dengannya! Aku takut, Angeline." Kata Labena di sela-sela isakan tangisnya. "Aku benci padanya."

"Labena. Kamu harus kuat. Kita akan keluar darisini. Aku dan kamu." Kata Angeline sambil menggenggam lengan Labena. "Grand duke akan menemukan kita dan membebaskan kita. Kita hanya perlu sabar."

Labena menengadah kepada Angeline dengan kedua mata merahnya. "Bagaimana kalau ia terlambat?" Tanyanya. "Bagaimana kalau ia datang ketika pria itu sudah benar-benar gila dan.. dan..- sudah membunuh kita?"

"Tidak. Grand duke tidak akan terlambat." Angeline menggeleng. "Kita hanya perlu bersabar. Ya?" Angeline mengusap kepala Labena dengan pelan selagi gadis itu terisak dan sesenggukan.

Labena menatap lurus kepada Angeline yang menatapnya khawatir dari dalam penjara emas yang dibuatkan untuknya oleh pria yang kejam itu. Ia kembali merasa heran dan terkesima kepada Angeline. Kali ini ia terkesima dengan kepercayaan diri dan harapan Angeline yang tak pernah pupus. Bahkan setelah ia dilemparkan dan diasingkan ke menara dingin ini dari empat tahun yang lalu.

Binar harapan di mata Angeline terus ada seakan gadis itu tak pernah melewati masa-masa penuh penderitaan ketika sengaja tak diberikan makan berhari-hari karena ia menjawab dan melawan semua hinaan pria itu. Angeline yang awalnya adalah putri dari bangsawan yang terkenal dan akan menikah dengan pria paling diinginkan pada masanya, kini jadi tahanan perang oleh pihak yang kalah. Semudah itu takdir Angeline berbalik, tetapi tak ada rasa putus asa muncul di permukaan wajah Angeline. Labena rasa kalau ia ada di posisi Angeline, ia sudah mengakhiri hidupnya sejak lama, tak peduli ada berapa ratus ribu orang sedang berusaha menemukannya.

Tapi untuk Angeline, ia tidak peduli tentang berapa orang yang sedang mencarinya. Ia hanya perlu terus bertahan hidup sampai sesuatu terjadi pada suatu hari yang bahagia. Ia hanya perlu menerima semua penderitaan itu dan kembali tidur untuk apapun yang dapat dijanjikan hari esok untuknya. Selama empat tahun ia merasakan itu semua.

Suatu hari yang mendung, Labena datang dengan kabar buruk yang mulai meneror seisi rumah pengap itu. "Pria kejam itu mulai gila," kata Labena sambil menatap lurus ke kedua tangannya yang saling menggenggam erat di pangkuannya. "Ia menamparku karena aku tak membawakan makanan yang sesuai dengan kemauannya." Kata Labena dengan suara bergetar. "Dia mulai gila."

Di hari lainnya, Labena kembali muncul dengan kisah mengerikan lain yang dilakukan pria itu. "Ia menendang seekor kuda bahkan ketika kuda itu sudah terkapar dan tak bergerak." Kata Labena dengan kedua matanya yang terbuka lebar dan penuh dengan rasa ngeri. "Katanya kuda itu tak mendengarkan perintahnya."

Semakin hari, cerita tentang pria itu terdengar semakin tak terkendalikan. Ia memukul, menendang, menampar semua hal yang bisa ia pandang karena kesalahan sekecil apapun yang bisa ia temukan. 

"Ia memukul seorang pelayan sampai gadis itu mati, dan berkata ia melakukannya karena ia terlihat sangat mirip denganmu." Kata Labena yang duduk bersandar pada tembok koridor. Ia menghela napasnya yang tersengal-sengal, berusaha untuk menemukan ketenangan di koridor yang dingin itu. "Gadis itu baik." Tambahnya. Labena tak mengatakan apa-apa lagi lalu berdiri, membersihkan ujung gaunnya dari debu dan berjalan pergi.

Angeline menangis malam itu. Ia berdoa dalam tangisnya untuk gadis pelayan yang meninggal itu dan berharap gadis itu kini sudah tenang dan di tempat yang lebih baik.

***

Grand Duke Of SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang