𝓒𝓱𝓪𝓹𝓽𝓮𝓻 𝓣𝔀𝓮𝓷𝓽𝔂 𝓝𝓲𝓷𝓮

1.1K 53 7
                                    

"Angeline," suara Johan menggema di koridor kosong dari rumah besar Angeline. Gadis itu menghentikan langkah kakinya tapi tak langsung membalikkan badannya. Angeline tak siap untuk menghadapi pria itu, tapi suaranya yang memanggil Angeline membuat gadis itu tercampakkan kembali ke rasa rindunya.

"Johan, kembalilah ke aula," kata Angeline, mengepalkan tangannya sampai semua buku-buku tanganya memutih. Ia tengah menahan air mata yang rasanya sudah sampai diujung matanya.

Mengapa Angeline merasa ingin menangis ya? Gadis itu juga menanyakan hal yang sama kepada dirinya. Untuk apa ia menangis saat ini.

"Tidak," kata Johan, melangkah mendekat kepada Angeline. "Angeline..-"

"Jangan!" Pekik Angeline, menghentikan Johan dari melangkah lebih dekat. "Jangan mendekat." Kata Angeline dengan suara bergetar.

Johan mengatupkan rahangnya keras, menahan dirinya dari berlari dan memeluk Angeline. Ia harus terus sadar kalau ia perlu izin Angeline untuk melakukan apapun saat ini-bahkan untuk melangkahkan kakinya sekali lagi.

"Angeline," suara Johan melembut.

"Pergilah, Johan." Kata Angeline, "kumohon, pergilah."

Lagi-lagi Johan mengatupkan mulutnya rapat sampai rahangnya mengeras. "Tidakkah aku bisa meminta maaf?" Tanya Johan, pelan-pelan berjalan mendekat kepada Angeline.

Gadis itu tak menjawab. Kini kedua tangannya mulai terasa perih ketika kuku-kukunya mulai menyakiti telapak tangannya karena kepalannya begitu keras.

"Tidakkah kamu ingin bicara padaku?" Tanya Johan dengan suara yang begitu lembut, rasanya seperti kain sutra untuk kulit Angeline yang rasanya begitu sakit dari semua rasa rindu yang ia bendung.

Johan menyisipkan kedua tangannya pada pinggang Angeline dari belakang tubuh gadis itu; membawa Angeline yang terkesiap masuk kedalam pelukan paling hangat yang bisa Johan berikan untuk seseorang.

"Tidakkah kamu rindu padaku?" Bisik Johan pada telinga Angeline. Angeline mulai terisak menangis ketika Johan mengeratkan pelukannya. Ia menginginkan ini. Ia membutuhkannya.

Angeline membalikkan tubuhnya dan membalas pelukan Johan dengan pelukan erat dan isak tangis yang tak lagi bisa ia bendung. Johan mengecup puncak kepala Angeline dengan sayang dan memeluk Angeline selama yang gadis itu inginkan. Ia tak keberatan berdiri sampai kedua kakinya sakit. Selama gadisnya itu menginginkannya untuk memeluknya, Johan akan berdiri tegap dan melingkarkan tangannya pada tubuh Angeline yang rasanya ringkih dan kurus karena semua penyiksaan yang ia rasakan selama ini.

"Kau tidak mencariku," isak Angeline. "Kau berhenti mencariku."

Johan mengeratkan pelukannya dan menggigit bibir bawahnya karena perkataan Angeline itu. "Maafkan aku yang menyerah." Katanya dengan suara yang bergetar. Entah 'penyesalan' bisa menjelaskan perasaannya saat ini. Entah 'maaf' bisa memperbaiki setidaknya sejumput dari kesalahan yang ia lakukan selama ini.

"Kau berhenti mencariku," kata Angeline berulang-ulang kali.

"Maafkan aku," jawab Johan berulang-ulang kali. "Aku menyakitimu, maafkan aku."

"Aku tidak pernah melupakanmu," kata Johan, "aku tidak pernah tidak merindukanmu." Katanya lagi.

Johan menjauhkan tubuhnya ketika isak tangis Angeline mereda. Ia ingin melihat wajah gadisnya sekali lagi sebelum berlutut di hadapannya. Rasanya saat ini ia tak pantas menunduk untuk menatap Angeline. Rasanya saat ini ia lebih pantas untuk menengadah dan memosisikan Angeline lebih tinggi daripada dirinya.

Mungkin ia merasa seperti itu karena penyesalan dan rasa bersalahnya. Mungkin ia merasa seperti itu karena ia mencintai Angeline begitu dalam sampai ia tak ingin menghiraukan harga dirinya sebagai seorang Sunset atau seorang raja.

"Angeline," panggil Johan sekali lagi dengan lembut. "Aku merindukanmu."

Bahu Angeline naik turun dari isakannya. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya untuk menyampaikan kalau ia mendengarkan Johan. "Maafkan aku yang menyerah mencarimu." Katanya. "Aku takut ketika aku akan menemukanmu, kamu tak lagi bisa memarahiku karena suka tidur larut malam atau mengeluh kalau aku tak pernah memperhatikan postur badanku ketika duduk."

Angeline mengangguk-anggukkan kepalanya lagi untuk menyampaikan kalau ia mengerti dan mendengarkan.

Johan meraih kedua tangan Angeline dan menggenggamnya dengan erat. "Aku tak mau melakukan kesalahan lagi." Katanya. "Jadi katakan apa yang kamu ingin aku lakukan sekarang."

"Kalau kamu ingin aku pergi dan tak lagi mengganggumu, aku akan melakukannya. Karena..-"

"Tidak." Angeline mengangkat tubuh Johan untuk kembali berdiri.

Kini Angeline yang ingin menengadah untuk melihat wajah Johan. Ia menatap Johan dengan kedua mata merahnya yang sayu dari air matanya tadi. "Cium aku." Katanya.

Johan tak menahan dirinya ketika mendengar permintaan Angeline itu. Ia tak perlu bertanya kedua kalinya untuk meyakinkan Angeline tentang permintaannya itu. Ia tidak mau.

Johan mencium dan mengecup bibir Angeline berkali-kali, berusaha mengikis rasa rindunya sampai habis pada setiap kecupan yang ia berikan pada seluruh sudut wajah Angeline. Tapi semakin ia mengikis rasa rindu itu, semakin Johan tak mau sentuhannya ini berakhir. Ia mungkin menginginkan lebih dari kecupan dan pelukan dari Angeline, tapi ia tak mau menyakiti Angeline hanya karena keinginannya.

Ia tahu Angeline sedang tidak punya ruang di hati dan pikirannya untuk mempertimbangkan hubungan apapun. Ia baru saja disiksa entah dengan cara apa oleh kakak dari Johan sendiri. Ia mungkin bahkan sedang melihat wajah pria busuk itu di wajah Johan. Jadi Johan tak akan punya hati untuk memaksakan apapun sekarang. Bahkan kalau ia sangat menginginkannya sekarang. Karena pada saat ini, entah Angeline masih mau menerimanya bahkan hanya sekadar untuk menjadi temannya.

Johan menghentikan ciumannya ketika Angeline mendorong tubuh pria itu menjauh dengan pelan. Ia menengadah menatap kedua mata Johan dengan dua matanya yang dibingkai kelopak mata yang lelah dan gelap. Kemudian Angeline membalikkan badannya dan berjalan pergi. Ia tak mengatakan apapun; tak menarik napas apalagi pamit. Ia meninggalkan Johan yang merasakan hatinya remuk.

Tapi kemudian Johan tersenyum dan tertawa, menunjukkan sederet giginya pada lorong yang kosong. Mungkin peperangan yang ia mulai itu telah membuatnya sepenuhnya gila. Karena ada perasaan geli yang muncul pada dirinya ketika melihat betapa dingin Angeline padanya.

Ia tahu gadis itu tidak melakukannya dengan alasan yang buruk. Mungkin ia hanya perlu waktu untuk dirinya sendiri saat itu. Tapi Johan yakin apapun yang sedang Angeline lakukan saat ini membuat perutnya geli.

Sudah lama Johan tidak tertawa seperti ini. Sudah lama ia merasakan ledakan perasaan seperti yang ia rasakan ketika ia melihat Angeline. Rasanya ada energi elektrik yang mengalir di tubuhnya tiap kali ia melihat Angeline baru-baru ini. Perasaan yang ia rasakan itu melebihi apapun yang ia rasakan sebelum semua kekacauan di sekitarnya terjadi.

Jadi mungkin Johan Sunset memang sudah gila. Mungkin neraka telah ia bawa naik ke atas tanah dan ia membuat dirinya sendiri sengsara karena menginginkan takhta yang dari awal bukan untuknya. Lalu ketika Angeline muncul lagi, ia rasa ia sedang berjalan di bara api panas dan ia hanya bisa tertawa pada tragedi hidupnya itu.

Angeline tak melihat hal yang sama. Ia tidak percaya akan adanya tragedi atau duka dari sebuah hubungan. Ia tahu akan ada rasa sedih dan senang, tapi perasaan seperti itu tidak perlu ia rasakan terlalu dalam. Menurutnya, drama seperti itu hanyalah untuk karakter utama dari sebuah kisah yang diceritakan penulis pada buku mereka. Dan Angeline tidak merasa kalau ia adalah seorang karakter utama. Ia merasa ia adalah gadis bangsawan lain yang tidak perlu menjadi penting supaya bisa hidup dalam hidupnya sendiri. Jadi kalaupun Johan mengaku kalau dirinya merasa bahwa kisah mereka bagai sebuah tragedi, Angeline akan dengan mudah menepis dan menolak hal sederhana seperti itu.

Karena saat ini Angeline dari keluarga Archeness bukan lagi gadis bangsawan dari sebuah desa kecil. Ia punya estat dan wilayah luas yang perlu ia urus bersama ayah dan ibunya.

Angeline tidak memerlukan cinta. Ia hanya memerlukan kekuatan untuk belajar mengatur wilayahnya dalam waktu singkat.

***

Jangan lupa vote, comment, dan follow aku di Wattpad dan Instagram yourpersephone.archive <3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Grand Duke Of SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang