Keadaan berubah total. Tempat yang sebelumnya menampilkan nuansa gelap kini tergantikan. Bukan, bukan menjadi lebih buruk, tapi ini justru menampilkan tempat yang lebih membuat kagum. Bangunan bak istana dengan nuansa emas putih memenuhi pandangan mereka. Sayangnya, ini bukan waktu yang tepat untuk mengagumi.
"Kita di mana?" Tanya Renjun dengan nada lemas namun cukup jelas untuk didengar. Hanya saja, pertanyaan dari pemuda berdarah cindo itu tak diindahkan oleh para rekannya.
Berbeda dengan yang lain yang sedang sibuk dengan pikiran masing-masing, Jaemin justru merasakan ada hal yang kurang dari mereka. Siswa dari kelas Psikologi itu menatap satu persatu orang-orang yang ada di sana sampai, "Chenle?"
Kali ini Jaemin justru berhasil mengambil atensi dari beberapa anggota termasuk dari grupnya sendiri.
"Chenla mana?" Tanya Jaemin sembari menatap rekan grupnya satu persatu. Pertanyaan Jaemin tentu saja mengalihkan perhatian dari seluruh peserta game itu.
"Chenle?" Mark berbalik, menyapu seluruh penjuru ruangan. Benar saja, tidak ada Chenle di antara mereka. Grup pelangi segera berpencar ke beberapa ruangan yang terlihat. Treasure yang menyaksikan kejadian itu juga tak mau diam saja, mereka juga coba ikut mencari walaupun sebagian besar anggotanya bahkan belum tau siapa itu Chenle. Pokoknya asal panggil aja, kalau dijawab, berarti itu Chenle.
Di sisi lain, Jisung sedang berusaha untuk menahan dorongan banjir dari matanya. Dia sudah membuat list, dan list ketiganya diisi dengan Jisung harus lakik, tidak boleh nangis. Sayangnya, dia harus mencobanya di lain kesempatan. Dengan seorang diri dia mencoba memukul-mukul dinding raksasa yang tidak mungkin roboh hanya dengan dua tangan saja.
Badannya seketika merasa lemas, pemuda yang mendapat julukan si bongsor itu terduduk di lantai sembari menghadap tembok.
"Bang, kata lo mau adu viewers fancam nantinya. Tapi, mana lo sekarang?" Jisung tak mampu lagi menahan air matanya. Game saja belum dimulai, bagaimana bisa Chenle sudah lebih dulu menjadi korban.
Jisung hanya diam tanpa ada keinginan kembali ke tempat asal mereka berkumpul. Dia jadi tak punya semangat lagi. Sementara celananya sudah cukup basah karena tetesan air mata. Matanya hampir tertutup ketika sebuah kertas jatuh tepat disebelahnya.
Dia menoleh, menatap penasaran kertas putih yang tergulung rapi itu, berniat untuk mengambilnya. Namun, kegiatan itu sedikit tertunda. Pandangannya menyapu ruangan yang sedang ia tempati sekarang. Ruangan apa ini? Jisung baru sadar bahwa dia telah berada di ruangan yang berbeda dari tempat awal berkumpul dan... suasananya sangat sepi. Sangat amat sepi.
Rasa takut seketika memenuhi perasaannya. Dia segera berdiri, hendak keluar. Lagi-lagi dia dibuat terkejut karena baru menyadari bahwa ruangan ini tak memiliki pintu keluar. Jisung panik, dia memeriksa seluruh ruangan berharap menemukan keajaiban agar dikeluarkan dari tempat--maksudnya gedung ini. Dia tidak apa-apa jika harus bersabar lebih banyak lagi karena ulah abang-abang satu grupnya dibanding seperti ini.
Namun sekali lagi sayang, dia terjebak dalam ruangan yang entah kapan ia masukki. Kakinya dia paksakan untuk melangkah ke tempat semula. Matanya kini melirik ke arah kertas yang tadi belum sempat dia buka.
Kini dia hanya berjalan gontai menghampiri tempat kertas berada. Setelah sekitar 5 detik dia memandangi kertas bergulung itu, tangan berotot itu membuka sempurna kertas. Tepat setelah kertas menampilkan isi tulisan, saat itu juga Jisung merasa bahwa jantungnya seakan terhenti.
Apa maksudnya?
Jisung menggeleng lemah, dia tidak sanggup lagi untuk sekadar berpikir siapa lagi setelah ini yang akan menjadi korban. Kertas putih itu terjatuh begitu saja dari tangannya. Perlahan, Jisung menenggelamkan kepalanya ke lantai. Dia sangat menyesal kenapa tidak mengikuti saran dari Renjun. Dalam dia, anak muda yang menjadi personal termuda di grupnya itu menangis piluh sekaligus kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impostor - NCT DREAM X TREASURE [Completed]
أدب المراهقين"Nih, ada agensi open audisi nih!" Mimpi yang seharusnya dapat mereka capai dalam beberapa langkah lagi menjadi sirna begitu saja. Agensi itu bukan agensi biasa, masuk ke dalamnya ternyata bukan merealisasikan cita, namun justru merenggut nyawa. 17...