06

319 24 11
                                    


Sekitar pukul setengah tujuh, ia sudah mengenakan seragam hari Rabu, yakni sasirangan dengan celana putih polos panjang, ia juga mengambil ponsel miliknya yang berada di atas meja belajar kemudian mengambil tas dan langsung menaruhnya ke punggung. Mashiro membuka pintu, ia menuruni tangga tanpa semangat-matanya melihat ke arah Ayana dan Cyntia yang sudah duduk dengan akur di sofa sambil menonton televisi.

Mashiro tidak berkenan hati untuk menyapa, ia masih cukup kesal dengan Ayana, perihal permintaannya untuk memberitahu alasan perceraian, tapi Ayana hanya cukup diam tanpa memberikan jawaban yang selama ini telah Mashiro inginkan. Belum lagi kakinya sempat menyentuh anak tangga terakhir, ponsel yang kebetulan dipegangnya bergetar-menandakan sebuah notifikasi telah menjarah ponselnya.

Mashiro lantas membuka ponselnya, matanya membaca pemberitahuan dari Fee, salah satu senior Dance. Fee memberitahu bahwa hari ini akan dilakukannya latihan pertama, yang pulangnya sekitar pukul lima sore, latihan dimulai dari pukul tiga sore, setiap anggota diharuskan membawa kaos. Membaca pemberitahuan itu, dengan cepat Mashiro kembali ke kamarnya-mencari Tote bag untuk mewadahi kaos yang akan ia bawa sekaligus mewadahi seragam olahraga, jika bukan karena pemberitahuan Fee, maka seragam olahraga pun Mashiro lupa membawanya.

Selesai dengan itu, Mashiro kembali melangkah keluar dari kamar. Bergegas ia menuruni tangga, yang rupanya mengundang tolehan kepala dari Ayana dan Cyntia yang masih berbincang sambil menikmati sarapan. Mashiro ikut menoleh ke arah keduanya, namun bukan meneladani tatapan heran mereka, Mashiro justru cepat-cepat pergi ke dapur dan meminum susu hangat miliknya, tanpa menyentuh roti bakar yang sudah dimasak oleh Ayana.

"Kok lu buru-buru banget, Hiro?" Tanya Cyntia sambil melihat ke arah Mashiro yang sudah melangkah sambil membuka lemari sepatu.

"Mau cepat-cepat ketemu Agita," jawab Mashiro sembarangan, membuat Ayana dan Cyntia kembali saling menatap.

"Agita? Siapa? Kamu sekarang punya teman?" pertanyaan beruntun Ayana membuat Mashiro tertegun, astaga... Mashiro sudah keceplosan menyebut nama Agita, jujur ia masih memikirkan Agita setelah kejadian kemarin.

Mashiro jadi salah tingkah, ia ambil sepatu dari dalam lemari, "Mau tahu aja, iya teman Hiro." sambil menahan senyum yang hampir terkembang.

Ayana malah tersenyum melihat semangat anaknya pagi ini, mendengar nama Agita, mendengar jika Mashiro punya teman-membuat hati Ayana justru tenang, jika ada teman berarti ada tempat untuk bercerita, berbicara-jika ada teman, artinya ada rasa untuk saling merangkul dan melindungi. Entahlah, Ayana sungguh senang mendengar perkataan anaknya, Ayana kemudian cepat-cepat merogoh saku baju tidurnya, mendekati Mashiro yang sudah memasang sepatunya.

"Hiro, kalau nanti kamu ngalamin lagi. Minum pilnya ya, Mama khawatir kamu kayak kemarin lagi. Hari ini Mama lembur lagi, pulang nanti dijemput kak Cyntia, kamu ke sekolah diantar sama Pak Satpam, nggak apa-apa, kan?" Ayana berucap panjang, matanya terus berlabuh di wajah anaknya yang hari ini benar-benar segar bugar.

Mashiro menyambut botol kecil pil itu, senyumnya yang tadi ditahan sudah mengembang, lupalah dirinya atas kesal yang kemarin malam ia rasakan. Setelah berpamitan dengan Ayana dan Cyntia, Mashiro melangkah menuju pintu mobil yang di dalamnya sudah ada pak satpam, mobil tidak terasa merayap mulai melaju menuju sekolah SMA 1 Binuang.

Suasana pagi seperti biasanya, anak-anak seumuran delapan sampai sepuluh tahun berjalan kaki berbarengan, sambil bercengkrama mereka menuju sekolah, saling merangkul dan berbagi sarapan kalau pun hanya beberapa bungkus roti. Mereka asyik sekali, sebelum menyeberang masih sempat-sempatnya bercanda, menertawakan kawannya karena roti miliknya jatuh sebelum digigit, anak satu-satunya perempuan dengan rambut kepang dua memberikan sepotong roti miliknya yang ada di tangan, mereka-kecil-kecil sudah pandai berbagi.

MASHIRO | OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang