Pagi sekali Mashiro sudah diomeli oleh Ayana, sebelum sarapan ia memilih meninggalkan Ayana tanpa permisi. Pasalnya, bujukan Cyntia tidak berpengaruh atas keteguhan tekad larangan Ayana, sampai-sampai Cyntia berani beradu mulut dengan Ayana. Mashiro turun dari kendaraan, ia menggunakan jasa ojek online untuk mengantarkannya ke sekolah, Ayana tidak mengizinkan Mashiro untuk naik motor sendiri, katanya biar Mashiro tetap terpelihara.Teringat oleh Mashiro soal Cyntia yang membelanya, "Hiro juga mau bebas kok, Mbak. Jangan terus menerus dilarang, dia gak bakalan tahan." serasa berdengung rungu Mashiro mendengar ucapan pagi tadi.
"Ini hak Mbak, Cyntia. Hiro anaknya Mbak, segala macam keputusan ditangan Mbak. Mending kamu habisin sarapan habis itu berangkat kuliah." Mashiro sangat mengenali watak Ayana yang keras kepala dan mengekang terhadap orang lain, mungkin itulah yang membuat Akihiro memilih cerai dengan Ayana.
Mashiro mendengus, malas ia mendatangi ruang dance jika yang ia serahkan hanya kertas lampiran kosong. Mashiro melangkah terpaksa menuju ruang dance sebelum ia pergi ke kelas, ia masih merasakan kecewa dalam relungnya—beberapa anak dari macam-macam kelas berdatangan untuk menyerahkan kertas izin tersebut, Mashiro menelan ludah saat ia masuk ke tempat itu—jantungnya berdetak tak keruan saat melangkah mendekati senior Dance di ruangan.
Mashiro meletakkan kertas itu, kemudian lekas berbalik badan rencananya kabut tanpa mempertanggungjawabkan kertas tanpa coretan sedikit pun. Belum berhasil melangkah senior itu memanggilnya, lantas saja jantung Mashiro berdetak kencang, peluh tipis tiba-tiba keluar dari pelipis dan ujung kulit kepala bagian depan.
"Kok kosong, Dek?" Fee terkenal sebagai ketua OSIS sekaligus senior dance, dia juga yang melatih anak-anak yang mengikuti kelas dance ini.
Mashiro diam, Fee menatap heran orang di hadapannya, "Gue tanya kok kosong? Bisa jawab nggak?" Suara Fee masih stabil dan tak hentinya melihat lawan bicaranya.
"Mama Hiro nggak izinin ikut, Kak Fee," ucapnya polos sambil memainkan jari tangannya, sedikit gemetar dan mencoba menghindari rasa cemasnya.
Fee mendengus kesal, "Kalau gak dapat izin harusnya yang lu kasih ke gue, kertas cokelat dan bukan kertas putih. Terus mana kertas cokelatnya?"
Deg, jantung Mashiro membeludak, sialnya ia tidak tahu jika ada kertas yang khusus untuk penolakan. Mashiro hanya mendapat kertas putih dari panitia, tidak ada ia mendapatkan kertas yang dimaksud oleh Fee tadi.
"Hiro gak dapat kertas itu, Kak," pungkas Mashiro, suaranya bahkan semakin pelan. Sempat diliriknya beberapa anak dari kelas lain sudah lirik-lirik kepadanya.
"Nggak dapat? Lu kemana aja bodat? Panitia nyuruh kalian ambil disekretaris eskul, lu gak baca pengumuman yang di share admin di grup?" Rasanya semakin lama saja Fee menginterogasinya, membuat orang-orang sudah bersimpatik menonton perkara pagi.
"Maaf Kak." hanya kata itu saja yang bisa Mashiro haturkan, Fee menghela napas kasar, wajahnya sudah memerah karena menahan amarah.
Fee mengambil kertas cokelat dari laci, ia juga menyerahkan kembali kertas putih yang diberikan Mashiro tadi. Fee meletakkan dua kertas itu di meja sebelum pada akhirnya diberikan stempel, Fee mendelik menatap Mashiro yang sudah takut-takut untuk berlama-lama di hadapan Fee yang galak nan sangar.
"Ambil balik, untung lu cakep. Gue tunggu sampai besok, sebelum jam pelajaran kasih ke gue salah satu kertas keputusannya!" ucap Fee tidak sabaran, membuat Mashiro kaget dan lekas mengangguk.
Ia mengucapkan terima kasih sebelum pergi, wajahnya sudah pucat sejak Fee menginterogasinya tadi. Diliriknya sebentar dua kertas yang ada di tangannya, sekarang ia justru berpikir bagaimana caranya agar ia tetap bisa masuk ke eskul impiannya itu. Asik berjalan sambil melamun, tak sadar sekarang ia sudah berhadapan dengan kerumunan siswa yang asik mengobrol atau sekadar bercanda di waktu pagi—melangkah sembari menunduk, suatu kebiasaan yang sering dilakukan oleh Mashiro.

KAMU SEDANG MEMBACA
MASHIRO | OPEN PO
Teen FictionDemi mencari arti dari kehidupan, makna dari bertahan, dan arti dari perjuangan, ia rela bertahan. Mashiro, laki-laki dengan segala kekurangan terbiasa untuk terlihat baik-baik saja, laki-laki yang membawa segala macam beratnya hidup, pahitnya kehid...