08

292 23 12
                                    


Mashiro kali ini mau makan malam bersama, Ayana sempat datang ke rumah, tapi setelah makan malam pasti akan berangkat untuk kerja lembur. Mashiro hanya duduk dan menonton dua orang dewasa sedang sibuk menata makanan di atas meja-Cyntia yang mengambil lauk pauk sementara Ayana menyiapkan piring serta alat makan lainnya. Setelah selesai dengan kegiatan itu, mereka sempat membaca doa makan secara bersama.

Mashiro menikmati makan malamnya, ia tidak banyak berbicara seperti Ayana lakukan dengan Cyntia. Mashiro hanya mendengarkan keluhan Cyntia perihal tugas kuliah yang padat, bahkan tugas kelompok ikut menumpuk-Ayana mendengarkan keluhan adiknya, kemudian menasihati Cyntia. Percakapan mereka tidak terlalu penting tapi Mashiro tidak mau buka suara sebelum ditanya-ia jarang berpendapat perihal apapun.

"Besok ada perpustakaan keliling," ucap Ayana, matanya bergulir lembut ke arah Mashiro.

"Dimana, Ma?" Tanya Mashiro antusias, ia bahkan menjeda kegiatan kunyahan demi tahu informasi ini.

Ayana sempat mencubit pipi anaknya yang membulat, karena letak duduk Mashiro dan Ayana berseberangan, sehingga memudahkan Ayana melakukan hal itu pada Mashiro. Sementara Cyntia tepat berada di samping kanan Ayana.

"Kebiasaan, kalau itu makanan masih di mulut, jangan asal ngomong." tegur Ayana, sekali lagi mencubit pipi anaknya dengan gemas.

Mashiro mengangguk saja, tidak berani menyahut apa yang dikatakan Ayana. "Perpustakaan keliling yang pakai mobil, kan Ma?" Akhirnya Mashiro kembali bertanya setelah menelan makanannya.

"Iya, tapi di taman kompleks. Fasilitasnya di sana udah bagus, kursinya memandai dari pada di halaman rumah pak RT." Ayana menjawab pertanyaan anaknya, Mashiro lantas mengangguk memahami apa yang dikatakan Ayana.

"Besok aku ada kelas Mbak, kayaknya nggak bisa bawa Mashiro ke sana deh." Cyntia ikut angkat suara setelah diam beberapa lama, matanya menatap Ayana dan Mashiro bergantian.

Ayana selalu memastikan jika Mashiro cukup mendapatkan pendidikan, sekaligus kesehatan dan juga pembelajaran yang optimal. Bukan hanya belajar di sekolah, Ayana memusatkan perhatiannya pada Mashiro untuk mengambil nilai-nilai positif dari sebuah buku bacaan. Ayana sengaja menekankan semua anggota di dalam rumahnya membudayakan membaca buku, hal pertama bagi Ayana adalah; sebagai perkembangan pengetahuan, selain memanfaatkan waktu di sekolah-sekaligus mengisi waktu luang dengan hal-hal yang positif.

"Hiro bisa pergi sendiri kok, kak." Mashiro membuka suara, membuat Ayana langsung menatap aneh padanya.

"Nggak boleh kalau kamu sendirian, Mama nggak setuju, kalau Kak Cyntia nggak bisa, kamu juga nggak boleh pergi." mulai sudah sifat suka melarang Ayana, justru sifat inilah yang sebenarnya sangat dibenci oleh Mashiro.

"Mashiro, kenapa nggak kamu ajak Agita ke sana, rumah dia juga nggak jauh-jauh banget dari komplek Cinderawasih." Cyntia memberikan pencerahan yang baik pada Mashiro, membuat mata lelaki itu membulat sempurna sambil sesekali curi pandang ke arah Ayana.

"Loh, tapikan dia anak cewek, masa kamu main sama anak cewek?" Ayana justru protes dengan saran Cyntia, padahal kedoknya memang tidak mengizinkan Mashiro pergi, Ayana tidak yakin Mashiro dapat membawa dirinya dengan baik.

Cyntia meminum air putihnya, "Udah nggak apa-apa Mbak, wajar kok anak cowok sama gadis jalan bareng. Namanya juga normal, kalau Hiro nggak dapat kebebasannya sendiri, mau sampai kapan Hiro jadi cowok tertutup." penuturan Cyntia memang ada benarnya, dan Mashiro justru waswas karena takut Ayana akan mengelak lalu berapi-api membahas mengenai penyakit Mashiro.

Justru, Ayana diam menelaah perkataan adiknya, kalau dipikir-pikir apa yang diucapkan Cyntia memang tidak menutup kemungkinan, bagaimana seorang laki-laki harusmya sering melakukan interaksi-entah itu dengan sesama jenis atau lawan jenis, interaksi itu penting. Anggap saja pelatihan publik speaking secara sederhana, kalau Mashiro selalu menyendiri dan tertutup maka, masa interaksi tidak akan berkembang. Malah menyulitkan Mashiro sendiri di masa depan.

MASHIRO | OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang