I am, You

1.9K 166 1
                                        

"ANAK IBU!, BEN UDAH JANJI BUAT PULANG. Jangan tinggalin Ibu.... Ibu gak bisa tanpa kamu nak. Liat adik kamu, mereka masih butuh kamu" Gina terus meracau saat melihat peti yang berisi jasad Ben telah di turunkan ke liang lahat.

Di belakang, ada sekitar 7 anak dan 5 remaja tanggung yang saling berpelukan dan menangis.

Pagi itu, tepat pukul 7 jasad Ben yang telah bersih tiba di rumah duka. Acara pemakaman dilakukan pukul 9 dengan diiringi isak tangis banyak orang.

Delvon menjadi orang yang paling merasa bersalah. Harusnya ia memastikan semuanya sebelum balapan dilakukan, ia tidak becus menjaga adiknya.

"Maafin abang, harusnya abang jaga kamu dengan lebih baik, Ben" Batinnya.

Mata pemuda 23 tahun itu bahkan sudah cukup bengkak saat ini.

Selain dari anak panti dan keluarga Delvon, keluarga kandung Ben yaitu keluarga Chaivas juga hadir disana. Bahkan Ryan juga ada di sana bersama mommy dan papa kandung Ben.

Pria paruh baya itu berdiri dengan kacamata hitam miliknya dan menatap lurus pada peti yang mulai di tutupi oleh tanah.

"ENGGAK!!! JANGAN DITUTUP, BEN MASIH ADA NANTI DIA SESAK!! BUKA LAGI!!" Teriakan keras dari Gina membuat air mata Jio menetes lagi. Semua terasa seperti mimpi, baru kemarin kakaknya itu menegurnya yang tidak membersikan ruang tengah. Dan sekarang, pahlawannya itu sudah pergi, jauh menjadi bintang di langit sana.

Tangis dari Gina menjadi pengiring dalam upacara pemakaman itu. Hingga akhirnya wanita itu lemas dan tidak sadarkan diri, tepat saat upacara seleaia dilakukan.

***

Seorang pemuda mengerjapkan matanya. Dengan tenang menolehkan kepala ke samping dan mendapati gadis muda yang tertidur dengan terduduk di samping brankar miliknya.

Pemuda itu diam sejenak, mencerna apa yang terjadi. Mengusap kepalanya dan mendapati perban disana. Bagian belakang kepalanya sakit, begitu juga lututnya yang terasa kebas.

Ingatan terakhirnya adalah dirinya yang mendengar suara berdenging yang sangat keras, kemudian nafasnya tersendat perlahan.

Hanya itu, bukankah seharusnya dia sudah mati?

"Kenapa gue disini?" Ucapnya dalam hati.

Berusaha bangkit dengan usahanya sendiri, namun sayang pergerakannya malah membangunkan gadis di sampingnya.

"Tuan muda?!! Sebentar saya panggilkan dokter" Dengan cekatan gadis itu menekan tombol merah yang berada di samping nakas kemudin melihat keadaan pemuda itu lagi.

"Tuan muda ingin minum?" Tanyanya yang kemudian diangguki dengan pelan oleh si pemuda.

Gadis itu meraih gelas dengan sedotan dan mengarahkan ujung sedotan itu ke bibir pucat pemuda di depannya.

"Siapa ka- Anda?" Tanya pemuda itu pelan.

Raut terkejut muncul sesaat dari si gadis, namun itu tidak bertahan lama.

"Tunggu dokter dan kita dengar keadaan tuan muda dahulu. Nanti bila di perlukan akan saya jelaskan semuanyya" Ucapnya panjang lebar.

Gadis itu mengembalikan gelas ke tempat semula, tak lama kemudian suara pintu terbuka dan masuklah seorang dokter dengan 2 orang perawat.

"Selamat siang, mohon izin saya akan melakukan pemeriksaan pada pasien atas nama Federline" Ucapnya ramah dengan senyum pada wajahnya.

"Silakan dok" Si Gadis sediikit mundur untuk memberi ruang.

"Sudah berapa lama pasien sadar?" Tanya dokter tersebut sambil melakukan beberapa pemeriksaan.

"Baru saja dok, tadi tuan muda juga tidak mengenali saya" Jelas gadis itu.

It's All About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang