Trauma

1.4K 167 3
                                    

Ben mengusap rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil. Pemuda itu baru saja selesai mandi pagi dan akan bersiap untuk berangkat ke sekolah.

Selama beberapa hari ini, ia jarang memiliki interaksi dengan orang rumah. Perdebatan kecil seringkali terjadi, tapi karena Ben yang mulai malas menanggapi akhirnya semua berlalu begitu saja.

Ingin rasanya pemuda itu benar-benar pindah ke apartemen Keiza, tapi sayang pria yang merupakan daddynya malah melarang bahkan mengancam dirinya jika berani keluar dari rumah besar itu.

Ben memakai seragam dengan cukup santai, baju tidak dimasukkan tapi atribut tetap lengkap. Mengusap rambutnya pelan kemudian bergumam.

"Pengen potong tapi bagus" Dengan begitu ia memilih mengikat rambutnya yang cukup panjang.

Berdasarkan apa yang dikatakan Aru, untungnya sekolahnya sekarang tidak begitu ketat. Sekolah swasta memang seperti itu, siswa mengeluarkan uang jadi pihak sekolah tidak berani terlalu mengatur. Asal masih di batas wajar seperti memanjangkan rambut atau mewarnai rambut, maka akan di izinkan.

Terakhir, pemuda itu menyemprotkan parfum dan meraih leather jacket miliknya. Ia membeli jaket yang sangat mirip dengan jaketnya dulu. Tak lupa Ben meraih tas sekolahnya dan kunci motor baru miliknya. Ini perdana ia mengendarai motor karena setelah pergi ke mall waktu itu, ia tidak pernah keluar lagi. Hanya menghabiskan waktu bermain game dan sesekali mencari tahu informasi mengenai Ryan dan tubuhnya saat ini.

"Well,  masa sekolah yang kaya neraka, gue datang" Ucapnya sebelum turun ke bawah untuk sarapan.

"Selamat pagi Ben" Sapaan dengan nada cerah ia dengar.

Bukan daddy atau kakak-kakaknya yang menyapa, melainkan Bubunya yang entah kenapa ada di rumah keluarga Zacharias pagi ini.

"Pagi bu, kapan kesini? Tumben" Ben berjalan cepat dan memeluk Keiza dengan cukup erat.

Hubungan mereka semakin dekat beberapa hari ini. Meski tidak bertemu, Keiza rutin menanyakan kabar Ben melalui panggilan telepon. Malah Keiza yang lebih sering mengobrol dengannya dibandingkan orang-orang yang ada di rumah besar itu, kecuali Aru karena gadis itu hampir setiap saat di dekatnya.

"Tapi pagi sampe, bubu inget hari ini pertama kamu sekolah lagi jadi bubu mau masakin kamu sarapan" Keiza menarik tangan Ben menuju meja makan.

Disana sudah ada Justin, Maharth dan Jareth. Saskara sendiri masih di kamarnya, saat turun Ben sempat melihat kamar Saskara yang masih tertutup rapat. Kebetulan kamar mereka di tempatkan berdampingan.

Membicarakan soal kamar, Ben lupa untuk merenovasi kamar miliknya. Kamar itu terlalu berwarna, ia tidak suka itu. Mungkin nanti ia akan membicarakannya lagi dengan Aru.

Setelah Saskara bergabung di meja makan, sarapan pun dimulai. Pagi itu mereka makan dengan tenang, sesekali Keiza akan menambahkan lauk di piring Ben dan itu tidak lepas dari pandangan seluruh anggota keluarga.

Hal itu memang bukan pemandangan baru, namun biasanya Ben akan bereaksi berlebihan dengan tertawa senang dan berbicara banyak hal pada Keiza, bahkan berusaha untuk memberikan lauk juga untuk Daddynya.

Tapi sekarang semua telah berubah, Justin sendiri melihat hal itu dengan pandangan datar. Namun hatinya tidak berbohong bahwa ia merasa iri pada Keiza.

"Jadi hari ini berangkat sama siapa? Mau sama Bubu?" Tanya Keiza tepat ketika mereka menyelesaikan sarapan.

Jareth menahan senyum, Ben akan meminta berangkat bersamanya. Adiknya selalu merengek untuk ikut naik motor berasamanya sejak dulu, tapi akan selalu ditolak oleh Jareth.

It's All About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang