Double Date?

627 80 10
                                    

Pulang sekolah, Ben tidak langsung menuju ke apartemen Keiza. Pemuda itu kini duduk berhadapan dengan Delvon di sebuah kafe dekat sekolahnya.

"Pfftt" Tawa tertahan dari Delvon terus terdengar sejak tadi.

Hal tersebut tak lain dan tak bukan karena tempat bekal yang Ben bawa hari ini. Salahkan saja bubunya yang memberikan kotak bekal kekanakan ini. Buruknya lagi, kotak itu tidak bisa dimasukkan kedalam tas karena terlalu besar.

Ben keluar dari rumah tanpa membawa apapun, hingga terpaksa ia menggunakan tas yang diberikan Keiza. Ukuran tas itu sangat kecil, apa yang diharapkan dari tas branded dengan harga puluhan juta?

Sempat terpikir olehnya untuk meninggalkan kotak bekal itu di sekolah. Tapi ia tidak mau menanggung resiko lebih besar, bisa bisa Keiza menampar pantatnya berulang kali jika itu ia lakukan.

"Ini kalo gue foto trus kirim ke yang lain bakal seru kayanya" Ucap Delvon dengan smirk andalannya.

"Jangan macem-macem bang, gue masih jago berantem" Ancam Ben dengan datar.

"Alah badan lo tuh kecil banget, sekali hempas juga jatuh" Ucap Delvon meremehkan.

Pemuda itu tak salah, memang tubuh Fed ini jauh lebih kurus dari Ben. Tak heran jika aura Fed sangat feminim, berbeda dengan Ben yang meski tidak kekar tapi badannya cukup padat dengan otot-otot kecil.

"Seminggu aja gue nge gym bakal balik lagi badan gue"

"Udah ngapain kita bahas ini, lo udah ambil barang dari kamar gue kan?"

Dengan sisa tawanya, Delvon mengangguk.

"Barangnya masih di apart gue, lumayan banyak soalnya"

Ben mengangguk kemudian terdiam.

"Ibu ada nanya nggak?" Ucapnya pelan.

"Enggak, ibu masih sedih. Bahkan gue sapa beliau masih suka linglung" Sahut Delvon lirih.

Sedikit banyak ia merasa bersalah. Andai saat itu ia tidak memaksa untuk mengantar Ben balapan, semua pasti akan baik baik saja. Meskipun sekarang Ben telah kembali dengan tubuh orang lain, namun itu tidak ada gunanya jika tidak semua orang tahu Ben masih hidup.

"Ngomong-ngomong, gue masih bingung gimana ceritanya lo bisa masuk tubuh ini. Maksud gue, transmigrasi itu gak bisa dijelaskan secara ilmiah anjir. Mana mungkin arwah pindah tubuh" Ucapnya bingung.

"Jangan tanya gue, pas bangun di tubuh ini aja gue masih gak percaya" Ben berucap datar.

"Tapi mungkin ini rencana tuhan biar lo bisa bahagia Ben"

"Mungkin iya, dengan ini gue bisa balas dendam" Ben berujar dengan pandangan menajam.

Delvon melihat dendam besar dari tatapan Ben. Hal ini malah membuat dirinya takut. Dendam bisa menggelapkan pemuda itu. Delvon tidak mau Ben semakin terlarut pada dendamnya dan melupakan kebahagiaan yang seharusnya bisa ia raih.

"Ben, sebaiknya lo fokus sama kebahagiaan lo mulai sekarang. Jangan sampai dendam-"

"Oi Ben!!"

Seruan seseorang memotong ucapan Delvon. Serempak dua pemuda berbeda usia itu menoleh ke arah suara.

Tepat di pintu masuk kafe dua pemuda jangku melambaikan tangannya semangat.

"Ck, mereka lagi" Gumam Ben, sementara Delvon hanya menatap bingung kedua pemuda itu.

"Ngapain Ben?" Tanya pemuda dengan wajah blasteran pada Ben.

"Nanem padi" Jawab Ben asal.

"Heh cil, ditanya yang bener juga" Balas pemuda satunya dengan kesal.

It's All About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang