Step One

1.4K 180 7
                                        

Siang itu Ben pulang dengan perasaan kesal. Ia kembali berdebat dengan Theo saat pulang sekolah, entah kenapa pemuda itu terus memaksanya untuk tetap mengikuti ekskul basket.

"Sialan banget si cowo freak, kenal aja enggak" Gerutunya ketika tiba di kamar. Ia meletakkan tas miliknya di ranjang dengan sedikit membanting.

Aru yang mengikuti Ben sampai di kamar hanya bisa menghela nafas.

"Kenapa lagi Ben? Baru pulang udah marah-marah" Tanya Aru sambil membenahi tas milik Ben untuk diletakkan di atas meja.

"Kak, lo tau cowok rambut abu kan? Yang namanya Theo kalo gak salah, dia yang dibilang pacar gue kan?" Tanya Ben serius.

Ryan bilang mereka punya hubungan yang tidak bagus hanya karena memperebutkan pemuda itu.

"Iya, kenapa emang? Dia yang bikin kesel?" Aru tanpa ragu mendudukkan dirinya di kursi belajar Ben. Gadis itu sudah tidak malu-malu lagi saat bersama Ben karena perintah pemuda itu juga.

"Terakhir lo yang telpon bubu buat ngasih tau kalo gue di rumah sakit kan? Lo tau gak kenapa gue bisa sakit kak?" Tanya Ben yang direspon dengan tatapan gugup oleh Aru.

"Jujur aku gak tau pasti gimana, pas disana kamu udah di ambulance. Aku tanya tuan Theo dia bilang kamu jatuh dari pinggir trotoar trus kepala kamu berdarah dan kamu pingsan habis itu. Kalo jatuhnya aku gak tau karena apa" Jawabnya pelan.

"Lo gak nyembunyiin apapun kan kak?" Ben menatap Aru dengan tatapan menyelidik yang malah membuat Aru semakin gugup.

"Eeee, sebenarnya aku mau bilang sesuatu. Tapi ini lebih ke pendapat aku tentang kemungkinan yang terjadi sama kamu malam itu" Aru melihat Ben dengan tatapan lembutnya.

"Ngomong aja kak, gue dengerin"

"Malam itu kamu seperti biasa merengek buat ikut tuan Jareth dan tuan Saskara main. Saat itu ada tuan Theo juga yang datang bersama tuan Ryan, kamu yang ngeliat itu makin maksa buat ikut. Sebenarnya kakak kamu udah gak ngizinin bahkan bentak kamu di depan temen-temen mereka tapi entah kenapa tuan Ryan yang biasanya gak pernah ngebela kamu tiba-tiba maksa mereka ngasih izin kamu ikut. Jadilah kamu ikut dan kejadian itu terjadi. Mungkin, salah satu di antara tuan muda atau mungkin tuan Theo yang membuat kamu jatuh karena sejak awal mereka emang gak ngizinin kamu ikut dan mungkin kamu buat mereka kesel saat itu. Aku gak mau nuduh tapi malam itu yang ngehubungin aku tuan Theo" Ucap Aru.

Ben mengangguk mengerti. Jadi pemuda aneh itu kemungkinan pelakunya.

"Kak, semua kakak gue lebih sayang si Ryan daripada gue kan?" Ben merebahkan dirinya di kasur. Nada yang digunakan pemuda itu saat bertanya sangat lirih. Ben kembali terbawa perasaan milik Federline.

Aru terdiam, bingung harus menjawab apa. Apakah harus jujur saja, tapi Ben akan sakit hati jika begitu.

"Mungkin kamu lupa, tapi Ryan itu salah satu sepupu kamu" Ucap Aru memulai untuk menjelaskan.

Ben bangkit, ia terkejut dengan fakta itu.

"Bentar, gue sepupuan? Sama dia?" Ben memasang wajah tidak percayanya.

"Heum, tapi bukan sepupu kandung. Mommy kamu itu punya satu saudara kadung yaitu tuan Keiza dan satu saudari tiri, itu mamanya tuan Ryan. Mungkin kamu juga lupa, Ryan anak di luar nikah tapi sekarang  setahu aku dia jadi anak tunggal keluarga Chaivas setelah anak kandung tuan Chaivas meninggal"

"Mengenai pertanyaan kamu, kakak kamu terutama tuan Maharth dan tuan Jareth memang lebih menunjukkan kasih sayang mereka pada tuan Ryan. Tapi kalau tuan Saskara, dia cenderung tidak peduli. Padamu atau pada tuan Ryan" Jelasnya.

It's All About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang