He is Freak

1.2K 145 10
                                    

Ben puas sekali hari ini. Ia membeli banyak baju baru, jaket, bahkan helm untuknya. Dan barusan Arunika juga mengatakan kalau semua barang yang ia jual sudah di beli dan uangnya sudah masuk ke rekening pemuda itu.

Ben berjalan santai tanpa membawa barang apapun. Di belakangnya aja Delvon yang kesusahan membawa banyak tas belanja, wajah pemuda 23 tahun itu benar-benar masam.

"Ben, bantuin gue dong" Pintanya yang membuat Ben menoleh.

Ini sudah ke 5 kali Delvon meminta bantuan dan berakhir sama, tidak di bantu.

"Hukuman karena lo lama, bawa semua sendiri" Ucap Ben dengan smirk nya.

Delvon berdecak dan mau tidak mau menuruti keinginan pemuda di depannya.

"Kita cari makan dulu" Tanpa aba-aba, Ben berbelok ke arah restoran ramen di samping kirinya.

Delvon otomatis mengikuti dengan sedikit kesulitan, wajahnya bahkan sudah tertekuk dalam.

"Lo mau apa? Gue yang traktir" Tawar Ben yang seketika membuat wajah Delvon cerah.

Delvon meletakkan tas-tas belanja milik Ben lalu langsung duduk di salah satu meja disana.

Ben menggelengkan kepala pelan melihat kelakuan pemuda yang sudah ia anggap kakak itu, lalu menyusul untuk duduk di depan Delvon.

"Lebay lo, segitu doang capek" Sindirnya sambil membuka menu, pelayan juga sudah menghampiri untuk mencatat pesanan mereka.

Delvon merespon dengan dengusan.

"Coba lo yang bawa deh" Ujarnya sinis.

Ben mengedikkan bahu lalu menyebutkan pesanannya diikuti oleh Delvon setelahnya.

"Jadi apa rencana lo selanjutnya?" Tanya Delvon di sela-sela menunggu pesanan mereka disajikan.

"Gue harus sekolah lagi" Sahut Ben malas.

"Pfftt, padahal pas lulus kuliah dulu lo seneng banget gak perlu sekolah lagi" Delvon berucap sambil menahan tawanya.

"Ck, males banget gue" Keluh Ben.

"Emang lo kelas berapa sekarang?" Delvon bertanya serius.

"Sepuluh" Ben menjawab singkat, dan jawaban itu berhasil membuat tawa Delvon pecah.

"Rasain noh baek baek sama gue, lo jauh lebih muda sekarang" Ledek Delvon.

"Anj-"

"Oh Fed bukan?" Suara dengan nada manis mengintrupsi obrolan Ben dan Delvon.

Serempak kedua orang itu menoleh pada asal suara. Disana berdiri seorang pemuda yang sangat Ben benci dan pemuda berambut abu-abu yang kemarin ada di rumahnya.

Ben sendiri memilih untuk tidak menjawab sapaan itu. Sok kenal banget, pikirnya.

Melihat Ryan yang tidak di respon, Theo berdecak kesal.

"Diajak ngomong jawab, mulut lo gak bisu kan?" Tanyanya sinis.

Ben memandang aneh pemuda itu. Lalu terkekeh pelan.

"Gue rasa lo tau kalo pertanyaan dia gak bermutu, udah liat ini gue pake nanya, itu matanya gak buta kan?" Sahut Ben tajam.

Pemuda itu sedikit terkejut, ia hampir menjawab lagi namun di tahan oleh Ryan.

"Lo Delvon kan? Temen kakak gue" Tanyanya ramah.

"Hmm" Delvon memasang wajah datar dan menjawab singkat.

Pemuda 23 tahun itu juga segera menggenggam tangan Ben agar pemuda itu tidak lepas kendali saat Ryan menyebutnya sebagai kakak dari pemuda itu. Dan tindakan itu tidak lepas dari pandangan si rambut abu-abu.

It's All About TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang