8. 버스에는 퍼즐이 가득해요

22 12 9
                                    

Sepanjang perjalanan menuju sekolah pikiranku tidak karuan memikirkan jaket itu, aku bahkan sampai membawanya ke sekolah untuk mengembalikan jaket yang di bilang ayah milik Choi Ma-da. Tapi langkahku terhenti saat melihat gerbang sekolah tertutup.

Suara pemimpin upacara bahkan terdengar jelas dari luar. Aku mengembuskan napas kesal karena memikirkannya hingga tidak fokus dengan sekolah.

"Wah, kalian janjian ya?" tanya Kang Bo-ni tiba di sampingku.

"Kalian siapa?" tanyaku kaget dan mengikuti arah matanya, ternyata di belakangku ada Yun Li-sa dan Jung Re-na, mereka melambaikan tangan say hallo.

Kami berempat akhirnya berkumpul di kantin SMP samping sekolah. Sambil menunggu upacara selesai.

Yun Li-sa mulai membuka percakapan dengan menceritakan permainan badminton kemarin.

"Bisa-bisanya kalian gak ngajak kita berdua bermain!" ungkap Kang Bo-ni di anggukan mantap dari Jung Re-na. Aku dan Yun Li-sa hanya saling pandang satu sama lain, bingung harus menjelaskannya dari mana.

"Ya percuma juga aku ajak, kemarin kan kalian berdua liburan bareng keluarga." Yun Lisa mengambil alih, dalam hati aku mengiyakan, mengingat status kemarin mereka di pantai dan gunung.

Kang Boni dan Jung Re-na hanya bisa cengengesan tidak lagi menjawab.

"Lagian juga gak seru amat main, Si Aya baru datang sebentar udah pulang tidur!" Tawa mereka meledak sambil memukul lenganku tidak habis pikir.

"Kok bisa sih pulang tidur?" tanya Jung Rena sesekali mengusap ujung matanya akibat berair karena air mata.

"Soalnya semalam temani ayahanda nonton bola!" celutuk Yun Li-sa dan lagi-lagi mereka tertawa.

"Yah aku juga gak bisa nolak," sambungku. Padahal kenyataannya ayah menyuruhku tidur.

"Gitu emang kalau gak ada kakak cowok pasti kena anak cewek," tutur Kang Bo-ni.

"Eh jeket itu mirip pemberian Tomi!" tunjuk Jung Re-na tiba-tiba, membuat semua mata tertuju pada jaket yang kupegang. Refleks dia membuka tasnya untuk mengetahui jaket itu masih ada di dalam atau sudah hilang.

"Oh ada," ucapannya lega.

"Tomi?!" tanya Yun Li-sa dan Kang Bo-ni bersamaan. Buru-buru aku menutup telinga saking besarnya suara mereka.

"Kau pacaran dengan sikutu kampret itu?" Sosor Yun Li-sa gerang.

Rena menutup mulutnya yang terlihat seperti keceplosan sambil menggeleng kuat. "Kagak kok, cuman di kasi doang!" belanya.

Keduanya langsung menyerbu gadis itu tanpa ampun, mereka tidak akan membiarkan Jung Re-na tenang kalau tidak menceritakan kronologi pemberian itu. Pasalnya Lim To-mi adalah laki-laki yang paling menjengkelkan di kelas karena pintar, dia bahkan tidak pernah memberikan contekan saat ujian, banyak orang yang membencinya termasuk Yun L-isa dan Kang Bo-ni.

Aku tidak ikut mengintrogasi yang ada aku hanya diam dengan pikiran yang terus berkelana. Bodohnya aku sampe berpikir itu milik Choi Ma-da, bodohnya aku sampe percaya omongan ayah, bisa saja ayah mengira aku habis main di rumah Choi Ma-da sampai membawanya. Ternyata semua orang memiliki jaket yang sama, kenapa sedetik saja otakku tidak berhenti halu, coba sedetik saja aku tidak memikirkan laki-laki itu. Coba sedetik saja aku tidak merasa kasihan pada diriku karena menyukai orang itu secara sepihak.

Aku langsung bangkit dari kursi dan berpamitan untuk mengintip kalau upacara sudah selesai daripada diam seperti orang gila dengan pikiran rumitku.

***

Bel istirahat berbunyi, kami ber empat mulai menyusun kursi agar melingkar, kami juga tidak pergi ke kantin karena sudah makan di kantin SMP, alhasil kami melakukan aktivitas pedicure untuk mengisi waktu luang.

Kang Bo-ni yang sering membawa cat kuku akhirnya mengeluarkan aneka ragam warna dari tasnya, kami mulai memilih satu persatu untuk dipakai tetapi suara berat seseorang membuat kami menoleh dan mendapati Lim To-mi menatap Jung Re-na.

"Aku pergi bentar ya," pamit anak itu dengan senyum malu yang membuat kami ingin muntah.

"Udah kudugong pasti mereka pacaran!" teriak Yun Li-sa tidak terima.

Wajar saja kalau Lim To-mi tidak di terima dalam kelompok kami karena dia tidak memenuhi syarat, bisa saja Jung Re-na mempacari orang yang sedikit waras dan tidak gila pelajaran dan rasa sombong, pasti kami menyambutnya dengan hangat.

"Udah biarin aja," sahut Kang Bo-ni dan mulai menarik kuku Yun Li-sa untuk diwarnai.

Selagi menunggu kukuku di cat aku menghabiskan waktu untuk menjelajahi Instagram, melihat bagaimana orang menghiasi wajah mereka dengan skincare, perawatan apa saja yang bagus untuk wajah dan tubuh agar lebih sehat. Semua yang kukepokan agar bisa dijadikan referensi untuk menjadi cantik, bukan karena aku ingin di lihat laki-laki seperti Ahn A-ji dan Choi Ma-da, tapi karena aku ingin dihargai seperti teman-temanku.

***

Jam menunjukkan pukul 08.00, pelajaran malam akhirnya selesai, banyak yang mengeluh ingin segera sampai di rumah karena lelah mengangkat kaki, ada juga yang mengeluh karena lapar.

Yun Li-sa dan Kang Bo-ni berpamitan pulang diluan karena ingin mampir ke salon, mereka sangat lelah untuk keramas dan memilih jalan itu. Sedangkan Jung  Re-na menunggu Lim To-mi mengikuti les tambahan.

"Mau aku temani?" tawarku karena kasihan melihatnya duduk sendirian di luar

"Boleh-boleh," katanya sambil sesekali menguap.

"Emang ada janjian apa sama dia sampe bela-belain nunggu?" tanyaku penasaran sekaligus mencari pembahasan agar dia tidak mengantuk.

"Janjian pulang bareng."

"Gitu ya orang pacaran semuanya harus serba sama-sama, sampe buat orang buta," ungkapku.

"Buta apanya?!" tekannya tidak terima.

"Buta karena cinta, buktinya kau tadi udah makan pagi tapi malah ikut Tomi makan di kantin, trus juga pas istirahat dia ngajak kau belajar kan? Aslinya mah gak suka! Sekarang apa? Udah ngantuk masih nunggu dia."

"Sembarangan banget-"

"Ayo Ren," potong Lim To-mi saat keluar dari kelas les tambahan. Serempak kami berdua menoleh sambil berdiri melihat mata empat itu sebutan untuk Lim To-mi yang memakai kacamata. Padahal baru saja dia masuk tapi sudah keluar kekuatan cinta memang luar biasa.

"Eh ada Aya, tadi Nemani Rena ya? Makasi ya."

Aku mengangguk pelan mendengarnya, Jung Re-na juga menatapku sambil tersenyum.

"Besok pulang sekolah kau mau gak dabel Date bareng aku dengan Rena?"

Aku menunjuk diriku tidak percaya, begitu pun dengan Jung Re-na yang baru mengetahui informasi dadakan itu.

"Iya, sama orang kemarin di pusat pembelanjaan," lanjutnya membuatku terdiam sesaat.

"Pusat pembelanjaan? Jadi Aya, kau juga ikut milih jaket ini?" tunjuk Rena kepada jaket yang ia pakai.

Aku jadi berkeringat dingin di buat oleh dua sejoli itu. Kenapa jadi melibatkan diriku yang lain!

"Gak, awalnya aku beliin untuk kamu Ren. Tapi tau-tau Si Mada beli juga untuk Aya, dia liat Aya kesusahan nutup roknya karena angin, maaf ya jaketnya kembar."

"Gapapa kok Tom, aku suka! kan jadi kapelan apalagi kalau ngedate bareng!" terang Jung Re-na terlihat senang.

Rasanya aku ingin pingsan mendengar nama Choi Ma-da disebut, aku sudah dibanting dengan kenyataan tapi malah diterbangkan lagi diluar angkasa. Kenapa juga harus  Choi Ma-da yang menjadi superhero dalam ceritaku. Dia pasti melihat rambut gembel warna-warni itu!

"Jadi gimana Ya? Mau?" lanjutnya.

Aku menatap mereka berusaha menahan tangis, harus kuapakan keduanya agar tidak membeberkan rupa Carlie pada semua orang.

"Maaf, dia temanku."

***

Majimag beoseu jeonglyujangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang