16. 정보가 가득한 버스

43 27 117
                                    

Kami duduk bersama di ruang tv, mereka membawa banyak makanan dan asik bergosip. Mereka juga katanya bolos karena tidak dapat izin dari ketua kelas, pasalnya hari itu ujian. Aku bahkan diberi tahu ketua kelas lewat telpon untuk ujian susulan bersama ketiganya.

Aku masuk ke dalam rumah setelah selesai menelpon sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan mereka, rumahku bahkan terlihat seperti kapal pecah. Untung ayah pulang malam, aku masih punya waktu untuk membereskan semuanya.

"Eh kak Mada beneran pindah, ya?" tanya YunLi-sa. Aku menoleh kearahnya sambil mengangguk. Kang Bo-ni dan Jung Re-na langsung menuju jendela melihat rumah kakak kelas kami itu yang terlihat sepi.

"Tau darimana?" kataku sekadar ingin tahu lebih.

"Dari Boni, sedangkan dia taunya dari kak Aji." Aku ber o riah.

"Tapi ya, kak Aji malah blok aku, barusan mau telpon tapi gak bisa, trus liat profilnya juga kosong, aneh banget gak sih!"

Aku menggaruk belakang leherku merasa tidak enak, aku tidak tahu apa ada hubungannya dengan kejadian tadi. Entah kenapa aku jadi merasa bersalah.

"Nanti tanya aja kalau udah ketemu," saran Jung Re-na.

"Tadi aku liat dia posting fotomu di sw, Ya. kalian berdua dari mana?" sahut Kang Bo-ni. Jantungku berpacu dengan cepat mendengar hal itu.

"Pergi ke kafe, dia ngajak ngobrol." Aku mengatakan separuh dengan jujur. Tidak tahu selebihnya aku akan mengatakan bohong atau tidak saat dia bertanya nanti.

Kang Bo-ni dan Yun Li-sa terlihat saling memandang kemudian menunduk.

"Kenapa?" Napasku bahkan hampir habis hanya untuk mengatakan itu.

"Tidak apa-apa, aku pamit pulang ya. Ibu pasti mencariku." Yun Li-sa pergi detik itu juga. Dia menggandeng tasnya dan melewatiku dengan wajah yang terlihat sedih.

Mulutku seperti terkunci, ini adalah kesalahan fatal karena tidak jujur sepenuhnya. Aku bahkan tidak pandai merangkai kata-kata untuk menjelaskan apa yang terjadi, apalagi dengan gugup yang berlebihan, berbalik saja untuk melihatnya kakiku mati rasa.

Kang Bo-ni berpamitan kepada Kami berdua untuk pulang bersama Yun Li-sa. Setidaknya dia masih peka dan menjadi teman yang bisa melindungi gadis itu tidak sepertiku yang tidak bisa diandalkan.

Aku dan Jung Re-na menghambiskan hari itu dengan saling diam dengan pikiran rumit kami masing-masing. Tidak ada yang saling bertanya atau pun menjelaskan. Kami seperti hidup di dunia kami sendiri

***

Sorenya aku pergi mengantar Jung Re-na pulang sekaligus naik bus bersama, dia bertanya kenapa aku ikut masuk padahal bisa saja aku mengatarnya di halte, tapi aku melakukan hal itu untuk mencari udara segar dan alasan yang aku berikan padanya adalah pergi membeli sesuatu. Dia pun hanya menurut saja.

Setelah sampai di halte berikutnya kami saling melambai, dan bus itu melaju pergi. Pikiranku terus berkelana soal kejadian tadi siang, karena tanpa tujuan aku berakhir di tempat entah berantah. Aku keluar dan duduk di halte sambil terus melamun tiada hentinya.

"Sedang apa disini? Ayo masuk ke kafeku," ujar suara yang familier. Aku menatap mata almond itu dengan pandangan berkaca-kaca.

"Kau baik-baik saja?" kalimat itu malah membuatku takut. Apakah aku baik-baik saja?

Aku memaksakan senyuman dan melewatinya menuju kafe. "Siapkan aku minuman paling enak!"

Aku berakhir di tempat ini dengan pikiran yang selalu sama, tapi aku harus profesional. Tujuan utamaku adalah kenapa aku terus berubah hanya untuk bertemu mereka?

Aku duduk di kursi andalanku dan seperti biasa kafe belum buka dan kafe itu masih sama yaitu sepi.

Dia menuruti kataku dan membawakan susu hangat yang setiap hari aku minum.

"Kenapa harus susu hangat? Padahal cuacanya tidak mendung dan hujan?"

Dia tersenyum sambi menarik kursi di depanku. "Sekarang kau yang mendung dan sebentar lagi akan hujan deras."

Aku tertegun mendengar itu. Yang pada awalnya aku memang ingin menangis dan menahannya saat kehilangan Choi Ma-da dan Yun Li-sa, orang yang berarti dalam hidupku, kini perlahan runtuh. Satu per satu air mataku menetes jatuh ke meja. Aku hendak ingin menghapusnya tapi Carlie mencegahnya sambil menggeleng.

"Keluarkan, jangan menahannya. Kau harus menangis untuk membuat semua itu legah."

"Jadi ingus ku bagaimana? Apa membiarkannya juga?" Laki-laki itu tertawa tidak habis pikir dengan ucapanku. Dia mengambil sapu tangan di sakunya dan memberikanku.

"Kau bahkan tidak malu mengatakan itu padaku."

Jangankan malu, aku bahkan bisa berbicara leluasa kalau bersama orang lain tidak saat bertemu Choi Ma-da, aku jadi seperti orang bisu_diam seribu bahasa.

"Jadi apa masalahmu?"

Carlie tidak perlu tahu semuanya, jika itu terjadi. Keadaanya akan terbalik, yang sebenarnya aku mencari tahu masalah dia yang ada dia malah mengetahui masalahku.

Melihatku yang hanya diam saja membuat Laki-laki itu berdehem pelan.

"Untuk mempercayai seseorang, kau harus berbagi cerita dengannya."

Aku jadi merasa bersalah kalau tidak membahasnya. Padahal aku juga membutuhkan informasi darinya Soal bus itu.

Sekuat tenaga aku menyakinkan diriku semuanya pasti baik-baik Saja. Aku memulai menceritakannya tapi tidak seluruhnya, hanya bagian bersama Yun Li-sa saja.

"Oh jadi begitu .... Menurutku kau harus bertanya langsung padanya, jangan membuat banyak opini di kepalamu bisa saja dia tidak marah karena itu."

"Opini baru darimu malah membuatku takut, kau mengatakan bisa saja? Yah bisa saja semua opiniku benar."

"Hm terserah saja, tapi jangan sampai kelewatan. Kau bisa melukai dirimu sendiri." Aku terdiam mendengarnya.

Benar katanya aku bahkan mengundang kembali kawat duri itu, aku sudah mengubah duniaku menjadi permen kapas malah tergantikan hanya dengan hitungan menit.

Aku membuang waktu berhargaku percuma hanya karena overthingking yang tidak habisnya. Aku melukai diri lagi dan sampai berdarah, padahal mengangkat senjata untuk perang pun belum. Kenapa aku sangat bermental yupi? Sebelum pindah bersama ayah saja aku bisa mengatasinya, kemana semua optimisku? Kenapa aku sangat rendah diri?

"Belum bertanya pun kau sudah melukai dirimu, kalau begitu biar kan saja, dan liat sampai kapan dia akan mendiamimu, kalau dia benar-benar temanmu pasti dia akan datang dan kalau tidak sampai kapan pun kalian tidak akan baikan."

Ucapan Carlie melah terngiang-ngiang di telingaku, aku sampai membayangkan bagaimana hari-hariku tanpa sosok Yun Li-sa yang penuh energi ceria? Hanya dia yang bisa menyeimbangi pertemanan kami. Karena diantara kami ber empat hanya aku yang tidak banyak bercerita. Aku bahkan tidak membagikan cerita soal orang yang kusukai pada mereka, aku terlalu menutup diri. Menyimpannya sendiri. Aku terlalu takut membagikannya pada mereka. Aku takut suatu hari mereka akan meledak dan menjadikan ceritaku sebagai bahan lolucon. Aku tidak tahu pikiran dari mana itu berasal sampai merangkai cerita yang begitu rumit.

"Jangan menjadi seperti diriku, yang menyesal seperti sekarang, kau memang punya banyak waktu tapi kesempatan hidup seseorang itu sedikit," ucapnya membuatku berpikir cerita soal Jeno malam itu.

"Apa itu bersangkutan dengan bus?"

***

Majimag beoseu jeonglyujangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang