"Kau mengenalku?" katanya heran dengan wajah yang tenggelam dalam hodie yang ia kenakan.
Siapa yang tidak kenal Ji Je-no? Kupingku habis di jejeli informasi tentangnya.
"Tentu saja, kalau pun tidak pasti kau sedang menyembunyikan identitasmu seperti sekarang."
Jeno menarikku dari keramaian dan singgah di dekat jembatan, kami duduk disana sambil mengantung kaki. Barulah laki-laki itu bisa membuka tudung hodinya beserta maskernya yang dia letakkan di dagu. Melihat semua itu aku jadi teringat diriku yang mungkin sudah berubah penampilan sehingga dia mengenalku.
"Sedang apa berjalan sendirian di malam hari?" tanyanya setelah menunggunya lama.
Aku menghembuskan napas pelan, padahal aku tidak ingin ditanya mengenai tujuanku sekarang tapi semua orang selalu penasaran.
"Bagaimana dengan dirimu?" ucapku balik bertanya.
"Kalau aku sudah pasti karena tidak bisa tidur. Saat tampil di taman, aku melihat seseorang yang mirip denganmu, mungkin karena terlalu rindu."
Aku tidak bertanya soal apa maksud dari ucapannya karena semuanya sudah kutahu. Kenapa kalimat sesimpel itu bisa ku cerna sedangkan bersama Choi Ma-da tidak ?
"Maaf ...."
"Untuk apa minta maaf kalau kau menyukai seseorang?" potongku sambil menatap danau datar yang memantulkan penampilan baruku.
"Perasaan itu bukan dosa, perasaan itu hadir dengan sendirinya meskipun kau berusaha melupakannya."
Jeno menunduk sejenak sambil mengangguk paham.
"Sepertinya kau berada di posisiku juga."
Aku beralih melihatnya sambil tersenyum begitu pun dengan dia walau sedikit di paksakan.
"Boleh ku tau namamu?"
Jujur aku tidak ingin melanjutkan kebohongan ini tapi bus itu selalu merubahku. Aku ingin menelitinya dan mencari tau penyebab bus itu selalu mengarahkanku pada ketiga orang yang bernama Carlie, Nam Ki-jong dan Ji Je-no.
Aku berjanji sekali ini saja aku berbohong soal nama dan semuanya akan kuperbaiki.
"Namaku Yudia."
***
Malam itu kami habiskan di studio milik Ji Je-no. Aku di perkenalkan dengan koleksi gitarnya dan baru aku ketahui kalau laki-laki itu bukan penyanyi melainkan hanya gitaris yang selalu mengcover musik-musik dari penyanyi terkenal.
Dia juga aktif di media sosial, pengikutnya banyak dan terkenal di semua kalangan tidak heran jika di selalu di undang kemana-mana.
Saat asik menyetel gitarnya, mataku tak sengaja melihat foto yang tergantung di dinding. Disana ada dia yang sedang merangkul seorang gadis cantik.
"Dia hanya masa lalu," ungkap Je-no, aku terkejut tapi saat berbalik matanya tidak tertuju pada figure foto itu.
"Mau kuajarkan main gitar?" tawarnya sambil mengambilkan ku gitar listrik.
Aku tidak bisa menolak, impianku ingin menyentuh gitar akhirnya terkabulkan. Dulu aku hanya bisa melihat club musik dari jendela, aku ingin bergabung disana tapi tidak kesampaian.
Aku memegang gitar itu dengan tangan gemetar sambil tidak berhenti tersenyum.
"Beneran?"Ji Je-no terlihat tidak percaya dengan mimik wajaku yang terlihat begitu bersinar dia hanya bisa tertawa kecil.
"Kau ingin memainkan nada lagu apa?"
"Poker Face!" seruku semangat. Aku memilih lagu itu karena nadanya keren dan aku pernah dengar seseorang memainkannya diruang musik. Aku mengetahui judulnya karena seseorang yang lewat diruang musik mengatakan kalau poker face sangat bagus di dengar.
Dia menyetujui dan mulai mencontohkan bagaimana cara memainkan nada itu menggunakan gitar. Dari awal sampai akhir aku menyimak semuanya dari cara memegang gitar, kakinya yang ikut berjoget saat lagu di putar serta mimik wajahnya yang datar.
Je-no terlihat keren!!!
Pantas saja banyak yang menyukainya, orang seperti dia tidak bisa dilewatkan!
Setelah selesai aku mulai menirunya sampai bisa, jujur saja aku ingin memamerkannya pada teman-temanku betapa kerennya seorang Kim Aya-na yang tidak memiliki bakat apa pun tapi pintar dalam memainkan gitar.
***
Esoknya aku kelelahan sampai kesekolah, subuh-subuh aku sudah numpang mandi di toilet perempuan dan menghabiskan waktu tidurku di meja. Aku juga sudah meminta izin pada Ayah kalau masih bermalam di rumah teman.
Ruang kelas yang tadinya sepi kini mulai ramai, dan suara murid-murid mulai menganggu tidurku. Yun Li-sa yang duduk di depanku membalikan kursi sambil menatapku bingung.
"Kau temani ayahmu nonton bola lagi, ya?" Aku menjawab dengan gelengan lemah.
"Trus kenapa masih mengantuk?"
"Begadang nonton bokep kali?" celutuk Kang Bo-ni membuat bibirku bergetar naik turun tidak habis pikir dengan omongannya.
Namun karena ucapannya itu membuat Jung Re-na tidak bisa berhenti tertawa dan membuat kami jadi heran.
"Ren? Kau gak lakuin itu dengan Tomi, kan?" Pertanyaan mendadak Yu Li-sa membuat dia terdiam.
"Eh jari kau kenapa? Kok bisa gitu?!" potong Kang Bo-ni, perhatian ketiga jadi teralih pada 5 jari kiriku yang di plester.
"Karna ini lah aku begadang." Aku mengangkat tangan memperlihatkan pada mereka.
"Kau begadang masak sampai jarimu kena iris?"
"Engga."
"Kau begadang ngetik?"
"Bukan."
"Kau begadang bunuh orang?!"
"Dahlan mulai ngawur kalian!"
***
Jam istirahat berbunyi kami ber empat menghabiskan waktu di kantin. Disana kami tidak hanya makan tapi juga sedang mencuci mata di bangku samping yang isinya wajah adik kelas yang super duper gemes.
"Ren kau gak usah liat, kasian Tomi," bisik Kang Bo-ni sambil menyenggol lengannya. Gadis itu mengikuti arah mata Kang Bo-ni dan disana ada Lee To-mi yang dari tadi memperhatikannya dari jauh.
Aku dan Yun Li-sa terbahak melihat hal itu. Padahal aku tidak dekat dengan ketiganya, awalnya aku hanya merasa mereka seperti perempuan-perempuan pikc me. Namun saat bersama sekali lagi aku jadi lupa menilai. Aku tidak lagi merasa sakit hati, saat tahu Choi Ma-da menyukaiku, aku jadi merasa perempuan yang paling cantik. Aku tidak merasa tersaingi dan menyaingi. Rasanya benar-benar bebas.
Semua itu berawal dari insecure yang membuatku selalu salah paham pada hal yang kecil yang kulewati. Padahal orang-orang disekitarku tidak memperhatikan itu dan bahkan tidak peduli, yang mereka pikirkan sama denganku, memikirkan bagaimana pendapat orang lain terhadap mereka.
Kalaupun mereka berniat salah seharusnya aku tidak peduli, aku tidak perlu membuat cerita rumit yang awalnya hal biasa kuatasi.
Mereka selalu membuatku bahagia, mereka pantas disebut teman. Aku saja yang banyak berpikir negatif. Kini aku membuka kawat duri di duniaku dan menggantinya menjadi permen kapas dan taman bermain yang seru.
Awalnya aku berpikir mereka yang salah ternyata aku yang kurang terbuka, aku sudah memperbaiki hubunganku pada mereka, sekarang aku juga harus memperbaiki hubunganku pada bus yang mengantarku pada ketiga orang itu dan setelahnya pada Choi Ma-da yang sampai sekarang belum kutemui.
"Keknya mulai ngantuk nih anak, hey jangan menghayal di depan makanan," tegur Yun Li-sa. Aku terkekeh sambil menggosok mataku.
Mereka sekali lagi tertawa, hingga banyak mengundang sepasang mata, di tempat kami pun jadi perbincangan kakak senior hingga mendatangi meja kami.
"Kalian pikir ini rumah kalian, ya?!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Majimag beoseu jeonglyujang
FantasyDrama-Fantasi 마지막 버스 정류장 (majimag beoseu jeonglyujang) Halte Bus terakhir _TAMAT_ Ini bukan kemana saja tempatku pergi, tapi ini tentang batasan tempat untuk menjauhinya #Kim Aya-Na _____________________________________________ Ananda, Yudia, Alex...