18. 아쉬움 가득한 버스

27 17 15
                                    

Memangnya Kijong berharap aku menjawab apa? Kami baru bertemu dua kali tapi dia mengatakan seolah-olah sudah mengetahui tentangku.

Dia mengangkatku di pondok. Disana aku melihat banyak lukisan.

"Tunggu sebentar, aku akan mengambilkanmu jaketku yang ada di bagasi." Setelah mengatakan itu dia pergi meninggalkanku sendiri.

Aku tidak merespon, pandanganku hanya tertuju pada lukisan yang berserakan di sana. Semua gambarnya sangat indah, mataku sangat menikmatinya. Hingga satu dari semua itu membuatku mengulurkan tangan untuk mengambilnya.

Lukisan itu sangat mirip dengan wujud yang kulihat di cermin saat pergi di basecamp tapi wajahnya berbeda.

"Karena itu juga membuatku berpikir sama dengan yang kau lakukan tadi." Kijong memecahkan kesunyian itu sambil memberiku jaketnya di pundakku.

Dia beralih duduk di samping sambil mengambil lukisan di tanganku. Tidak butuh waktu lama dia langsung meneteskan air mata.

Aku terkejut terlebih lagi Kijong sosok yang ceria kini berubah. Aku refleks memegang tanganya berusaha menguatkan.

Laki-laki itu terlihat susah hanya untuk menelan, sesekali dia segukan berusaha untuk tidak menangis. Dia juga tidak berani menatapku, dia hanya bisa menatap lurus ke arah laut tempat yang ingin aku pergikan.

"Aku kehilangan seseorang, dia sama sepertimu. Aku tidak tahu, apakah aku belum melupakannya hingga saat melihatmu, aku seperti sedang menatap dirinya."

"Semua itu membuatku frustasi, aku sadar saat kau mengatakan di basecamp. Kau adalah kau dia adalah dia. Aku melarikan diri ke pantai untuk membuang semua hal yang berkaitan tentangnya tapi aku malah melihat dia menerobos ombak. Aku benar-benar takut di tinggal kan kedua kalinya. Aku tidak tahu harus ku apakan semua rasa sakit ini?"

Dia terisak sambil memegang jantungnya yang terlihat seperti ingin merobeknya kalau bisa. Pantas saja dia mengatakan 'Trus aku apa?' kalimat itu di tujukan untuk orang lain, miris sekali.

Entah kenapa hatiku terasa sakit, aku berusaha untuk profesional dan mencoba mengalih informasi, mengingat cerita mereka semua adalah perempuan dan menjadi orang yang terlibat dalam bus itu.

"Apa itu karena bus?"

Kening Kijong berkerut bingung. Dia menatapku dalam berusaha mencari sesuatu di sana.

"Kenapa kau bisa tahu?"

"Karena sosok yang kau cari mungkin sedang menyatu denganku."

"Apa maksudmu?" Kijong terlihat semakin penasaran, satu langkah dia mendekatiku untuk memperjelas pendengarnya.

"Aku juga tidak tahu kenapa dia selalu muncul saat bersamamu, aku juga sedang mencari tahu, apa mungkin dia menolong orang-orang yang kehilangan arah seperti kita? Dia ingin kita bertemu dan bersedih bersama, agar rasa sakit itu perlahan mereda bukan malah melarikan diri ke arah yang tidak baik."

Kijong terdiam, mungkin dia sedang mencerna ucapanku. Aku tidak keberatan dia tidak percaya dengan ucapanku aku hanya ingin mengeluarkan semua yang kutahu dan segera menuntaskan permasalahan itu.

"Kalau pun Kinan mengharapkan itu, apa sekarang di bahagia? Dia bahkan masih menghawatirkanku tapi bagaimana dengan dirimu apa kalian punya hubungan?"

Akhirnya aku tahu nama orang yang terlibat dengan bus. Kijong adalah orang yang gampang terbuka dengan orang baru, dan mungkin karena sosok Kinan membuatnya seperti itu.  Aku tidak perlu berhari-hari untuk mencari informasi lagi. Aku harus menggunakan hari ini untuk segera mengakhiri pertemuan kami.

"Mungkin iya, tapi aku belum tahu jelas. Yang kubutuhkan padamu adalah informasi soal supir yang mengendarai bus itu. Apa kau punya?"

"Setahuku mayat mereka di kebumikan bersama dengan dengan mayat korban bus lainnya, kau mungkin bisa menemukannya disana."

Hatiku jadi legah mendengarnya. Aku segera mencari tasku untuk mengambil ponsel dan saling bertukar nomor agar laki-laki itu bisa memberikan alamatnya.

"Terimakasih!" Aku sangat senang sekali sampai masalah serius yang ku hadapi tadi terasa tidak begitu menyakitkan. Karena tujuan utamaku sekarang adalah bus itu bukan mereka.

Kijong mengangguk sedikit terpaksa, mungkin dia belum yakin, dia hanya ingin tahu itu benar atau tidak. "Aku ingin tahu, apa kalian bisa berkomunikasi?"

Aku menggeleng lemah. "Selama tiga hari aku bersamanya tidak ada hal seperti itu, aku hanya berubah wujud saat bertemu denganmu, aku tetap menjadi diriku sendiri, yang tidak secantik gadis yang bernama Kinan, dan yang sangat di perhatikan orang sepertimu."

"Aku yakin kau gadis yang baik buktinya Kinan mau berbagi tubuh denganmu, setidaknya dia bisa memberikan sesuatu yang bisa membantumu, setidaknya sekali untuk seumur hidup."

Aku menunduk dalam, kenyataan yang miris itu membuatku minder. Sekali seumur hidup menjadi cantik? Aku sekarang tidak ingin menjadi cantik, dulu memang aku sangat menginginkannya agar Choi Ma-da melirikku tapi hanya dengan wajah pas-pasan saja orang seperti Ahn A-ji dan Lee So-ni malah menjadikanku pelarian, bagaimana dengan yang cantik? Mereka yang utama tapi selalu di duakan.

Aku bersyukur sekarang setidaknya aku masih bisa menerima keadaanku, aku tidak perlu minder lagi, aku hanya menunggu orang seperti Kijong, yang tulus mencintai Kinan walau sekarang sudah beda alam.

Mungkin dari kejadian ini aku merasakan manfaat besarnya. Aku belajar banyak hal baru. Yaitu bagaimana mencintai dan dicintai. Aku sadar di umurku yang sekarang itu bukan yang terbaik, tapi saat lebih dewasa nanti aku tidak lagi merasa sakit yang kedua kali.

"Aku akan belajar mengikhlaskannya, aku akan melihat mu sebagai dirimu bukan Kinan yang sangat kurindukan. Dengan begitu Kinan akan tenang disana." Aku mengangguk, tanpa sadar air mata kami menetes lagi.

Hari menjelang sore, Kijong suka rela mengantarkanku naik motornya sampai ke halte bus.

"Kau mau jalan-jalan ke basecamp lagi?"

"Nanti kalau aku sudah menjadi diriku sendiri, aku ingin kau menggambarku dengan rupa asliku."

Kijong tertawa kecil. Kami berpisah disana. Aku menaiki bus dan duduk di pinggir jendela, menghirup udara sangat dalam. Aku menyadari jaket Kijong yang masih bertengger manis di bahuku, aku hanya merabanya sambil tersenyum. Aku harap dia bisa mencari sosok yang lebih dari Kinan agar dia bisa bahagia seperti yang diharapkan gadis itu.

Aku sampai di rumah selamat sentosa. Saat memasuki rumah aku melihat ayah yang sedang asik menonton tv seperti biasanya. Aku duduk di sampingnya ikut menikmati hoby ayah selama ini.

"Ayah, apa ibu akan kembali?" tiba-tiba aku mengatakan itu padahal luka ayah belum  kunjung sembuh, rasanya mungkin seperti memeraskan jeruk di atasnya.

"Kenapa bertanya seperti itu? Apa kau merindukannya?"

Pertanyaan itu terasa seperti batu yang menghantam jantungku. Aku tahu ayah sedang melatih mental ku, tapi kata-kata itu tak bisa ku maafkan, orang seperti apa yang tidak merindukan wanita yang melahirkannya? Benar-benar gila.

Semenjak ibu pergi tanpa kabar dan informasi, aku jadi sedikit takut berteman dengan perempuan, aku takut dihianati dan ditinggalkan, maka dari itu pertemanan masa SMP ku tidak berjalan mulus dan pertemanan masa SMA ku berakhir tanpa kejelasan.

"Kalau ayah bagaimana? Apa tidak merindukannya?

***

Majimag beoseu jeonglyujangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang